Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Jokowi di Tengah Kaum Salawi

3 Februari 2019   13:15 Diperbarui: 3 Februari 2019   14:24 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto.redaksiindonesia.com

Bila menyebut Jokowi  ingatan saya selalu tertuju ketika suatu hari pernah bertemu di sebuah gang di Perumnas Jakarta  Barat. Saya mengingatnya sebagai masa awal kampanye Gubernur DKI Jakarta sekitar tahun 2012. Seorang tinggi kurus berbaju kotak-kotak berjalan dengan dua orang  dan satu polisi yang cukup jauh di belakang. Saat berpapasan ia tersenyum sambil kepalanya mengangguk. 

Seorang mengenalkan saya bahwa ia bernama Joko Widodo. (dalam bathin saya juga menjawab "sudah tahu"). Tapi yang membekas dalam kampanye itu adalah bahwa kesan sederhana itu begitu membekas. Saya seperti ditarik untuk mengatakan "Ini calon gubernur dari Solo itu? Saya mulai yakin dengan aura Joko Widodo, lalu saya mencoba browsing dan bertanya- tanya tentang rekam jejak Jokowi. Berbagai referensi itu semakin menguatkan kepercayaan saya pada Jokowi.

Jokowi bagi saya adalah pemimpin alami yang lahir dari rahim rakyat, bukan seorang pemimpin yang disetting untuk menjadi pemimpin masa depan. Seperti peristiwa sejarah pemimpin itu diciptakan bukan disiapkan.  Dalam Filosofi Jawa seorang pemimpin adalah seorang yang mendapat pulung, mendapat wahyu keraton. Tak ada orang yang menyangka Sutawijaya akan masuk sejarah sebagai pemimpin dan akhirnya menguasai jagad pemerintahan Mataram. Seperti cerita lainnya jika ingin mendapatkan kepala desa atau lurah warga desa akan menunggu wahyu yang muncul  malam sebelum pemilihan kepala desa. Akan ke mana pulung itu hadir.

Aura pemimpin sudah memancar dari kesederhanaan pria kerempeng yang sekarang lebih banyak menggunakan baju putih sebagai ciri khasnya. Dan akhirnya ia terpilih menjadi gubernur Jakarta bersama pasangannya Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Dan sejak memimpin dengan tegas dan tidak kompromi pada kesalahan- kesalahan birokrasi, ia mulai menjadi titik sasar fitnah. 

Fitnah semakin membesar ketika belum genap ia memimpin Jakarta sudah didorong untuk mencalonkan diri menjadi calon presiden. Apalagi lawannya adalah promotornya yang mendorong ia sukses menjadi Gubernur, Prabowo Subianto. 

Takdir kehidupan bukan Prabowo yang menang tetapi pria kurus itu yang menjadi fenomena pemimpin yang tidak mempunyai latar belakang keturunan pemimpin atau priyayi berdarah biru. Seorang pengusaha mebel, anak tukang kayu yang hidup di pinggir bantalan sungai Bengawan Solo. Latar cerita terpilihnya sebagai seorang Pengusaha mebel menjadi Presiden mirip seperti dongeng, saya mencoba menepok- nepok pipi benarkah ini kisah nyata. Oh ternyata benar adanya.

Badai fitnahpun mulai akrab dengan Jokowi, Apalagi kubu Prabowo yang terus memelihara ingatan bahwa Jokowi belum layak menjadi Presiden akrena Sebagai Gubernur Jakarta seharusnya ia menuntaskan jabatan selama 5 tahun baru melangkah ke jabatan lebih tinggi. Tapi takdir sejarah tidak bisa ditolak. Jokowi sudah menjadi Presiden ke - 7. Jokowi bekerja cepat membenahi proyek infrastruktur. 

Berbagai terobosan ia lakukan, termasuk membenahi birokrasi pemerintahan yang kelihatan kaku, diubah menjadi birokrasi efektif yang lebih sehat. Bukan tanpa hambatan karena mengubah kebiasan PNS yang lebih nyantai kemudian menjadi ASN yang berprinsip kerja, kerja, kerja itu tidak mudah. 

Iklim ABS (Asal Bapak Senang) yang turun temurun sejak Orde Baru, bahkan sebelumnya seperti sudah mendarah daging. Saya menduga banyak yang tidak senang dengan cara kerja Jokowi. Karena mereka merasa terusik dengan budaya yang selama ini telah akrab yaitu politik anggaran, mempergunakan anggaran untuk memperkaya diri. 

Kolusi, nepotisme dan korupsi sangat lekat dalam sosok ASN. Jokowi mulai dari diri sendiri, menerapkan standar ketat terhadap dirinya dan keluarganya. Ini adaah sebuah  contoh dari seorang pemimpin seperti terpetik dalam filosofi pendidikan Taman Siswa Ki Hadjar Dewantara Ing  Ngarso Sung Tulodho (di depan memberi teladan). 

Bagi orang yang berpikiran logis dan positif tentu menyambut baik ajakan Presiden. Tetapi jika dari awal sudah berpikir menjadi ASN untuk memperkaya diri sendiri maka cilaka duabelas. (Jujur saya sendiri lahir dari keluarga pegawai negeri. Pegawai negeri sudah mendapat gaji tiap bulan, mendapat fasilitas pengobatan yaitu subsidi bila opname di rumah sakit, mendapat pensiun lumayan. Dan boleh dikatakan meskipun hidup pas- pasan  keluarga pegawai negeri selalu diibaratkan sebagai keluarga berkecukupan. Tidak kaya tetapi terjamin kehidupannya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun