Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Bukan Sekadar Memuntahkan Kata-Kata

16 Januari 2019   15:13 Diperbarui: 16 Januari 2019   15:15 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
menulis bukan sekedar menumpahkan kata kata (pixabay.com)

Ketika berhadapan dengan kertas dan pulpen dulu saya selalu ingin segera memuntahkan kata- kata. Apalagi ada perasaan kesal, marah, dongkol yang teraduk menjadi satu. Sepertinya tinta pulpen itu ingin kulajukan untuk menulis apa saja supaya segera tumpah ruah perasaan itu dalam baris tulisan di secarik kertas. Itu ungkapan awal ketika menulis sudah menajdi sahabat kala duka, kala patah hati dan kala kecewa. Tetapi apakah menulis itu cepat hadir hanya karena marah, dongkol dan perasan lain yang membuat ingin menumpahkan segera.

Kini menulis bukan sekedar ingin menumpahkan kata- kata. Saya ingin menulis adalah sebuah ritual, seperti halnya makan, seperti halnya minum. Banyak ide yang berbaris dalam semua suasana. Saat gembira bisa saja mengungkapkan sebuah lontaran pemikiran membantu mereka yang tengah sedih dengan membuat tips- tips bagaimana tetap bergembira meskipun sedang menanggung duka. Kala sedih lebih laju lagi, tulisan menjadi lebih dramatis mengungkap sebuah rasa tentang perasaan kecewa perih, putus asa meskipun tidak sampai frustasi.

Menulis adalah menangkap fenomena, mengungkapkan sebagi realita yang muncul dalam keseharian di sekitar. Entah politik, budaya, fantasia tau imajinasi, atau sebuah misi untuk mengubah mindset masyarakat yang semula negatif menjadi positif. Tidak mudah bila tidak terbiasa menulis, butuh kerja keras agar menulis menjadi sebuah rutinitas. Bila tidak ada tujuan, bila tidak ada titik sasar mengapa menulis tentu akan rontok dengan sendirinya kebiasaan menulis.

Menulis Menorehkan Sejarah

Menjadi bagian dari sejarah adalah salah satu tujuan menulis, agar tidak lupa bahwa setiap orang mempunyai gagasan yang perlu dicatat dan diabadikan. Tetapi selain itu menulis adalah sebuah panggilan jiwa untuk membuka mata pembaca agar banyak pengetahuan, ilmu bisa ditata dalam memori dan tidak terbuang sia- sia tanpa ada yang tahu bahwa selama ini manusia telah diberi kemampuan bisa berpikir, melakukan eksekusi gagasan dan kemudian bermanfaat buat orang lain. Jika gagasan tidak diperkenalkan bagaimana orang lain mengenal. Maka untuk bisa mengetetahu gagasan, ide dan temuan- temuan dari pemikiran  manusia perlu menulis.

Menulis membuka kran pengetahuan

Menulis adalah membuka nurani orang- orang yang semula gelap oleh ketidaktahuan. Bila makhluk lain hanya melangkah, hidup berdasarkan naluri, manusia diberi pemikiran, akal, pikiran untuk menciptakan banyak hal termasuk teknologi digital yang saat ini sama- sama dinikmati manusia milenial. Manusia mengumpulkan tulisan dari hanya selembar dua lembar kertas berkembang hingga mecapai ribuan lembar. Kumpulan ide, gagasan dan pemikiran itu akhirnya terkumpul menjadi buku. Buku- buku itu yang nanti akan tercatat, diperbanyak dan kemudian bisa menyebar dari salah satu sudut pulai kemudian emnyebar ke seluruh dunia. Dengan satu bahasa tuisan itu bisa diterjemahkan, dipahami oleh manusia berlainan bahasa. Mereka menyerap pengetahuan lewat terjemahan. Bagaimana bisa mengetahui catatan perjalanan Rasul- Rasul penyebar ajaran Mesias, Yesus Kristus tentunya karena tulisan- tulisan para rasul itu kemudian dibawa misionaris, diterjemahkan dan disesuaikan dengan bahasa setempat. Bagaimana mengetahui ajaran Islam, Budha, Hindu, Kristen tentu dengan membaca tulisan. Jika manusia buta huruf bagaimana bisa meningkatkan pengetahuannya. Itulah pentingnya ketrampilan menulis.

Menulis Mengontrol dan Mengembalikan Alur Berpikir

Menulis merunutkan konsep berpikir agar saat berbicara tidak hanya sekedar memuntahkan kata- kata bombastis tetapi juga bisa dipertanggungjawabkan data dan gagasannya. Ketika seorang orator berapi- api menumpahkan narasinya akan lebih baik ada naskah yang bisa menjadi pengatur alur agar tidak melompat- lompat dan keluar dari gagasan awal. Mungkin saja seorang orator sangat cerdas tetapi sebagai manusia pasti terselip kesalahan. Jika tidak tercatat bisa saja berakibat fatal. Maka catatan, tulisan menjadi penting untuk mengendalikan muntahan kata- katanya yang tidak terkontrol jika lama berbicara.

Menulis menjadi jawaban bagi mereka yang sering emosional ketika menghadapi tekanan hidup, dengan menulis seseorang lebih mudah mengendalikan emosi karena biasa diredam  dengan kebiasaan menulis, Stres dapat dikurangi dengan rutin menulis karena ketika menulis semua perasaan yang mengganjal bisa dilampiaskan dengan memuntahkan kata- kata lewat menulis, sama seperti ketika orang berteriak keras untuk mengeluarkan unek- unek yang menggumpal di pikiran atau perasaan.

Jadi mengapa anda tidak menulis saja sejak sekarang. Tidak ada ruginya menyenangi dunia tulis menulis, malah kalau menulis menjadi rutinitas dan kebetulan anda ingin menjadikan menulis sebagai sumber pendapatan banyak peluang entah sebagai wartawan, blogger, Ghostwriter, penulis novel, penulis buku pengetahuan, kolumnis, blogger, penyusun teks pidato, penulis naskah drama, penulis skenario dan masih banyak lagi sumber pendapatan dari seseorang yang mempunyai kemampuan menulis.

Dalam letupan letupan pemikiran saya menulis itu sebuah cara untuk meningkatkan kemampuan berpikir, belajar percaya diri, belajar yakin bahwa menulis adalah sebuah passion yang pas, meskipun keseharian profesi saya tetaplah seorang guru. Kadang saya merasa prihatin dengan orasi- orasi menggelegar tetapi berakhir membosankan karena tanpa naskah, sinopsis dan panduan tulisan pidato semenarik apapun akan berpotensi keluar jalur dan akhirnya hanya pidato berapi- api tetapi kosong tidak berisi, Sekali lagi hanya sebagai muntahan kata- kata saja. Sebagai intermezzo dari gelontoran kata- kata yang tertuang dalam tulisan saya kali ini.

Kiat- kiat tentang menulis sudah puluhan bahkan ratusan. Sayapun sudah puluhan kali  menulis tentang seputar dunia tulis menulis, tetapi rasanya selalu ada cerita baru, ide baru, kata- kata baru. Mengapa karena tidak ada batasan dalam menulis. Apalagi dengan semangat membaca yang sama kuatnya, serta pengalaman melakukan perjalanan, berbincang dengan teman, saudara, sesame penulis, penulis senior.

Gagasan itu tidak pernah padam karena jutaan ide masih ada di depan mata. Intinya menulis adalah menyusun parsel- parsel yang berceceran, merunutkan pikiran dan mengorganisir pikiran untuk lebih fokus pada tujuan. Semula menulis mungkin sekdar memuntahkan kata- kata, tetapi seiring berjalnnya waktu, kebiasaan, rutinitas, konsistensi akan membawa manusia untuk menjadikan kegiatan menulis sebagai sebuah profesi menjanjikan. Kuncinya menulis, menulis dan menulis. Tidak lupa membaca juga. Salam Literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun