Apakah anda yang hobi menulis tidak pernah menemui hambatan dalam menulis? Apakah anda selalu mendapat dukungan dari orang sekitarnya?Apakah pernah mendapat kritikan dan keberatan saat beraktifitas menulis? Masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang sudah antre untuk dijawab tapi baiklah saya mulai dari kalimat pertanyaan di atas.
Hambatan dan Dukungan dalam Menulis
Saya mulai suka menulis sejak saya suka menulis ketika saya mulai merasakan jatuh cinta. Lalu mencoba dengan segala daya untuk menulis dengan runut meskipun awal mulanya tetap berantakan.Â
Beruntung karena sejak kecil saya senang membaca terutama cerita fiksi, cerita silat dan cerita kisah kehidupan dari buku- buku balai pustaka dan buku- buku yang disubsidi untuk anak SD. Selama bertahun tahun Ayah  langganan cerita berseri APi di Bukit Menoreh, Serial silat China karangan Asmaran S Kho Ping Ho, dan komik- komik jaman dulu semacam Gundala Putra Petir dan komik wayang.
Keasyikan membaca cerita fiksi itu, membuat fantasi, imajinasi saya berkembang sehingga buku- buku tulis saya habis saya gambar (lho apa hubungannya). Tapi dampak negatifnya adalah saya kurang pergaulan karena saat saya tengah asyik membaca, konsentrasi saya tersedot pada cerita- cerita yang diciptakan pengarang- pengarang tersebut.
Saat kecil saya belum berpikir bahwa saya akan menyenangi dunia tulis menulis, Yang jelas cerita Enid Byliton telah membuat saya berhasrat melakukan petualangan sesaat setelah membaca Lima Sekawan, Agatha Christie telah membuat saya seakan -- akan hadir dalam misteri misteri cerita di Eropa, seakan- akan saya merasakan suasana ketegangan yang ditulis runtut oleh Agatha. Meskipun lama- lama bosan dengan cerita panjang dari Api di bukit Menoreh saya terus emsngikuti meskipun tidak pernah bisa menebak endingnya bagaimana. Saya belum menyadari bahwa fantasi yang diciptakan penulis dan pengarang itu mampu mempengaruhi pembacanya.
Hambatan awal dalam menulis itu tentu pengemas kata- kata menjadi sederet kalimat, Â kemudian menjadi sebuah paragraph dan akhirnya menjadi sebuah karya tulis.Â
Ketika saya menulis (dengan kertas dan pulpen) emosi awal saat itu adalah karena suasana hati saya sedang tersedot dalam perasaan kasmaran, jadi lebih banyak kata- kata khayalan yang muncul begitu saja. Hambatan lainnya saat mengawali menulis adalah betapa banyak tumpukan kata- kata yang sama yang selalu berulang dalam setiap paragraf. Setelah dibaca berulang- ulang rasanya tidak nyaman dibanding ketika saya membaca karya buku buku dari balai pustaka yang sederhana tapi menginspirasi.Â
Dengan membaca saya menjadi pengkritik dari tulisan saya sendiri. Ternyata susah menulis ya...Hambatan lainnya adalah waktu yang berbenturan dengan berbagai kegiatan saya yang banyak terutama ketika SMA saya lebih sering mengikuti kegiatan bersama teman- teman, menonton film, dan kegiatan- kegiatan iseng sebagaimana umumnya seseorang yang tengah beranjak dewasa. Tapi membaca tentu saja masih menjadi hobi yang susah ditinggalkan karena pada zaman saya game, HP, belum ada, sedangkan penyewaan komik, bacaan ringan, cerita silat berseri sangat bejibun ada  sampai kota kecil (Muntilan, Magelang).Â
Sebelum pulang saya nongkrong dulu di samping terminal menyewa beberapa komik... setelah selesai baru pulang naik colt (dulu di Jawa apapun angkutannya sebutannya ya Colt(bacanya Kol; padahal colt itu adalah merk mobil dari Mitsubishi Colt T yang ditutupi terpal. Kalau kelebihan muatan ya nggandul atau bergelantungan di belakang .
Hambatan lain dalam menulis karena kurang ada dukungan dari ibu saya yang menganggap kegiatan menulis kegiatan pengangguran(karena ketika menulis saya menjadi lupa bantu- bantu bersih bersih rumah atau mencuci pakaian). Hal yang buruk darI menulis adalah saya seperti hidup dalam dunia sendiri.
Kalau sekarang mungkin bahasa medisnya autis hidup dalam dunianya sendiri. Meskipun sudah lama beraktifitas menulis bukan berarti saya merasa lebih bagus dalam menulis dibandingkan mereka yang baru memulai jauh setelah saya menyenangi dunia tulis menulis.Â
Bagi saya saya harus belajar dan terus belajar untuk menyempurnakan kemampuan dalam menulis. Ternyata para penulis yang itu mempunyai banyak masalah terutama dalam banyak hal masalah pergaulan. Saya terus terang merasa karena lebih sering mengungkapkan perasaan dengan menulis, jadi berkurang kepekaan saya untuk bisa berbagi masalah dengan teman atau sahabat dekat.
Masalah Adalah Jalan Terjal yang harus dilalui Penulis
Ketika badai masalah menerpa satu satunya hiburan yang bisa memberikan pemecahan masalah adalah dengan menulis, Karena dengan menulis saya bisa meluruhkan kecemasan, kegalauan, kegelisahan, kemarahan.Â
Menulis itu sebuah problem solving yang paling manjur menurut saya. Mungkin seperti Pramoedya Ananta Toer, yang mampu menghadapi tekanan, agitasi, penelikungan oleh penguasa dengan jalan menulis dan bercerita tentang suasana hati, suara hati nurani.Â
Semakin sering mendapat masalah, semakin banyak tantangan dan pengalaman hidup akan semakin dalam kandungan  tulisan. Karena tulisannya seperti mewakili pembacanya yang pernah mengalami permasalahan serupa mempunyai pemikiran serupa dan belitan masalah pelik yang butuh pencerahan. Artinya penulis seperti bisa mewakili suara hati pembacanya.
Harus Kuat Mental dalam Menghadapi Kritikan dan Tantangan
Dalam hal kegiatan menulis ada banyak orang mendukung, mengagumi dan menyokongnya, tetapi saya yakin banyak orang terdekat  yang mengkritik kegiatan menulis sebagai sebuah kegiatan sia -- sia tidak membuat kaya, seperti orang yang hidup dalam dunianya sendiri, penyendiri, terkesan tertutup dan nyentrik. Apakah anda pernah merasakan aneh saat menulis. Ketika menulis anda akan marah bila ada yang mengganggu keasyikan kita saat menulis. Sebab banyak penulis akan menghentikan kegiatan menulis ketika konsentrasi terganggu. Kemarahan muncul ketika ada yang sudah terpikirkan tiba- tiba hilang setelah ada yang mengganggu.
Tidak Semua  Penulis Dinaungi Dewi Fortuna
Perjalanan menjadi seorang penulis memang tidak ada yang mulus. Jika ada penulis yang langsung beruntung terkenal dan menjadi selebritas dan menangguk kekayaan dari menulis itu mungkin satu dari jutaan penulis yang  beruntung mendapatkannya.Â
Untuk menjadi seorang JK Rowling kegagalan, penolakan, masalah yang membelit dan kerunyaman dalam kehidupan keluarga pasti pernah dirasakan. Untuk menjadi seorang Andrea Hirata, Atau Ahmad Fuadi , Habiburrahman El Shirazi,Ayu Utami, Dewi (Dee) Lestari, Â Eka Kurniawan, Paulo Cuelho, Ajahn Brahm,John Grisham, Dan Brown, Â perlu perjalanan panjang agar cerita- cerita yang terangkai menjadi potret kehidupan orang yang sukses yang perlu perjuangan untuk mendapat kesuksesan.Â
Jadi siapapun yang ingin menjadi penulis harus siap dengan segala resiko termasuk bagaimana menghadapi tantangan kehidupan yang penuh misteri. Berani memilih dengan banyak resiko yang menghadang. Jika mampu melewati semuanya dan kebetulan dewi fortuna menaungi anda pasti akan menjadi salah satu dari penulis papan atas. Selamat berjuang untuk menjadi penulis, tapaki jalan terjalnya syukuri pencapaiannya apapun hasilnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H