Membaca itu ibarat sarapan bagi penulis. Dengan sarapan rutin penulis akan mempunyai energi untuk menulis. Tanpa kebiasaan membaca seorang penulis hanya akan akan menulis tanpa nyawa, garing tidak bermakna.
Maka sebagai seorang penulis membaca itu wajib hukumnya. Bagaimana menjadi pembaca yang baik?
Membaca Tuntas Tidak Hanya Sekilas
Menurut saya jangan hanya membaca judul lantas dengan sombongnya terus komentar. Baca tuntas dahulu baru komentar.Â
Sebab sekarang ada gejala aneh dari pembaca di media sosial, hanya membaca judulnya lantas langsung nyambar, padahal judulnya sebetulnya kurang mencerminkan isinya. Bahkan belum sempat membaca tetapi sudah ceramah di kolom komentar panjang lebar. Hadew!
Kenapa banyak orang sekarang yang baru tahu sedikit langsung bisa menyimpulkan dengan asumsi sendiri, karena ia tidak terbiasa membaca dengan tuntas.Â
Banyak orang yang melihat permasalahan hanya sampai permukaan, menguasai ilmu agama hanya dari satu aspek, dan lebih suka mendengarkan ceramah provokatif yang membangkitkan adrenalin untuk menjelek-jelekkan keyakinan lain.Â
Ibarat tong kosong berbunyi nyaring, mereka yang masih kosong ilmunya suaranya tampak lebih lantang daripada mereka yang mengusai ilmu pengetahuan secara mendalam.Â
Mereka yang luas wawasan berpikirnya dan menyerap pengetahuan dengan sudut pandang yang berbeda akan banyak diam, tetapi diamnya mereka bukan berarti apatis dan tidak peduli.Â
Ia akan melakukan ajaran agama dan tuntunan agama dengan laku. Dengan contoh nyata, dengan mempraktekkan kebaikan tanpa perlu menggurui.
Membaca yang Semula Gelap Menjadi Terang
Ilmu itu membuka tabir kegelapan. Seperti lilin ia akan berfungsi ketika suasana gelap, ia menjadi penerang bagi mereka yang masih dilanda kegelapan. Semakin berilmu mereka tentu akan semakin merunduk dan rendah hati.