Secara sekilas saya membaca Kompas Hari Rabu (19 Desember 2018)tentang pengalaman Ahmad Fuadi penulis Novel Negeri 5 Menara. Â Bagi dia membaca adalah menuntun manusia membuka diri dan mampu menghargai keberagaman.Â
Ahmad Fuadi  percaya membaca mampu mengantarkan manusia untuk saling menghargai perbedaan.Â
Ia menuturkan bahwa ia pernah menjadi pembicara di sekolah- sekolah Kristen dan katolik. Ada seorang suster yang mengatakan pada dia bahwa novelnya mampu memberikan tuntunan kebijaksanaan.Â
Artinya meskipun novelnya berlatarbelakang Islam tetapi ceritanya bisa memberi inspirasi positif lintas agama. Ia  bisa menulis seperti itu salah satunya karena kegemarannya membaca.
Membaca Menghargai Keberagaman
Yang terlintas dalam benak saya adalah melihat fenomena sekarang ini. Banyak orang yang gencar menonjolkan identitas, mengkotak-kotakkan keyakinan.Saya pesimis apakah mereka adalah pembaca yang baik.Â
Sebab jika seseorang adalah pembaca yang baik ia akan membaca apa saja yang penting menambah pengetahuan dan memberinya banyak wawasan bahwa di luar dirinya banyak ragam ilmu yang membuka mata hatinya bahwa keberagaman itu tidak bisa dipungkiri.Â
Dengan banyak membaca seseorang bisa lebih menghargai keyakinan orang lain. Respek terhadap masalah- masalah yang menimpa manusia.
Begitu pentingnya smartphone sekarang membuat sebagian besar kaum milenial meninggalkan kebiasaan membaca buku dengan memainkan jemarinya di layar HP. Tinggal mencari kata kuncinya maka akan terbuka sumber referensi tentang apa yang kita cari.
Tetapi apakah sebagian pengguna smartphone adalah pembaca yang baik?belum tentu! Bisa jadi mereka hanya mencari penggalan pengetahuan yang berhubungan dengan minat pengguna smartphone.Â
Mau masa buku panduan memasak yang tersedia di internet, mau melihat praktek masaknya cukup klik youtube, nanti akan diberi alternatif tutorial sesuai selera. Kesulitan bahasa gunakan saja google translate yang bisa bersuara meskipun terjemahannya cukup amburadul dan lafalnya kurang sesuai.