Budaya Betawi semakin tersisihkan dan mereka hanya mempunyai tempat di jalanan di mana tidak ada orang yang secara khusus membayar untuk pertunjukan yang sekitar tahun awal 90-an masih marak pertunjukan lenong dari panggung ke panggung.
Mungkin sekarang lenong dan budaya Bekasi semakin terpinggir ke daerah penyangga. Sedangkan orang-orang Betawi sendiri di Jakarta semakin terpepet oleh persaingan ekonomi sehingga satu persatu tanahnya dijual kepada para pendatang, pengembang, pedagang. Sisa kebudayaan mereka yaitu ondel-ondel hanya dijadikan sarana mencari uang dengan cara mengamen.
Jika keberadaan ondel-ondel akhirnya turun pangkat hanya sebagai modal mengamen tentu sebuah tragedi kebudayaan. Budaya Betawi semakin suram tergantikan oleh riuh-rendahnya hiburan modern yang lebih digemari oleh kaum muda.
Lihat saja baju-baju ondel-ondel lusuh tidak terurus. Yang memainkannya pun hanya anak-anak kecil yang hidupnya di gang-gang kecil perkampungan.Â
Mereka menyewa ondel-ondel dengan pertunjukan yang tidak memerlukan kemampuan untuk memahami gerak-gerak khas ondel-ondel cukup goyang ke kanan dan ke kiri. Lalu menunggu uluran tangan para dermawan yang mereka temui di sepanjang perjalanan.Â
Ada beberapa kelompok pengamen yang menggunakan alat lengkap pengiring musik Betawi lengkap tapi jumlahnya jauh lebih sedikit dari mereka yang hanya mengandalkan bonekanya dengan alat musik yang sudah direkam.
Di daerah saya sekitar Cengkareng Timur, Pedongkelan, Kapuk dan Kamal hampir setiap hari melintas pengamen menggunakan atribut ondel-ondel. Yang menarik tentu mereka yang menggunakan alat cukup lengkap seperti kendang, kenong, dan alat musik semacam biola yang terbuat dari batok kelapa. Kawat semacam senar biola bambu dan alat gesek sukong, dengan tempurung kelapa agak besar, tapi yang sering dipakai yaitu Kohiyang dengan ukuran tempurung kelapa kecil.Â
Fungsi sukong atau kongahyan/kohiyan untuk melodi dengan memainkan nada- nada lagu. Sukong /kohiyan atau kongahyan menjadi alat musik utama. Pengiring lain untuk mengatur cepat dan lambatnya musik adalah kendang. Sukong, konyahyan/kohiyan bunyinya hampir mirip biola pada musik modern atau rebab kalau di Jawa.
Saya sendiri kurang tahu sejarah asli tentang ondel-ondel karena baru tinggal sekitar awal 2001, tapi saya sering melihat pertunjukan ondel-ondel lengkap di  kawasan Kota Tua di Jakarta Barat dengan alat musik tanjidor. Sangat menarik. Jika ingin melihat lebih unik ya datang ke kawasan cagar budaya di Setu Babakan di Jakarta Selatan.
Sebab fungsi ondel-ondel dulunya adalah untuk penolak bala namun sekarang fungsi bergeser, salah satunya untuk mencari rejeki di tengah kejamnya persaingan pekerjaan di ibu kota negara.Â