Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Benarkah Jatuh Cinta Jadi Pintu Gerbang Hobi Menulis?

11 Desember 2018   23:41 Diperbarui: 12 Desember 2018   14:37 1072
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perasaan Cinta yang kemudian dilampiaskan dengan menulis (www.hipwee.com/pakarcinta.com)

Boleh jadi secara jujur saya jatuh cinta dulu baru senang menulis. Apalagi saya dulu bukan tipe pemberani yang tegar dan kuat menerima penolakan dari gadis yang saya cintai. Amat malu mengungkapkan rasa bahwa sebenarnya ada perasaan sayang pada seseorang tetapi tidak berani mengungkapkannya. 

Rasa malu karena tidak percaya diri itu membuat dilema besar bagi saya yang waktu itu masih remaja. Apalagi saya tidak tangkas dalam bicara. Rasa cinta itu akhirnya hanya terpendam, susah terungkap.

Untuk menyalurkan hasrat cinta itu akhirnya saya mencoba menuliskannya di buku tulis. Selembar demi selembar saya tulis agar perasaan lega karena telah mengungkapkan khayalan, dan impian yang susah teraih. Surat cinta itu menjadi awal saya menyukai dunia tulis menulis.

Cinta yang Memberi Inspirasi dalam Menulis
Kalau dulu ada Kompasiana, barangkali sudah ribuan tulisan yang saya tayangkan. Cerpen, puisi, harapan dan catatan harian itu masih ada.

Ada yang berhasil saya kirimkan ke majalah tetapi banyak ditolaknya daripada diterima. Mungkin  tulisan belum layak masuk dalam daftar redaksi karena lebih mengarah pada soal rasa, soal cinta yang menjadi bunga-bunga cerita. 

Tetapi dari menulis surat cinta yang hanya menyalurkan perasaan itulah cinta pada menulis tumbuh. Pada periode awal menyukai menulis, saya rajin menulis di buku tulis. Bermacam-macam, dari menulis puisi sampai cerpen, tapi untuk menulis novel belum terpikirkan sama sekali. Kalau melihat tulisan saya tentang cinta, jadi pengin tertawa atau bahkan tersipu-sipu. Betapa culunnya saya waktu itu. 

Dalam beberapa tulisan saya terdahulu tentang menulis saya memang sering menyinggung awal mula saya suka menulis, tetapi secara jujur sebenarnya hobi menulis saya memang diawali ketika saya sedang jatuh cinta. 

Rasanya amat mudah menulis puisi dan cerpen tentang cinta, meskipun dalam prosesnya saya sering bongkar pasang kata-kata, kalimat, paragraf agar tidak terlalu vulgar mengungkapkan di ruang publik karena itu masalah privasi saya yang jarang saya ceritakan kepada orang lain.

Menulis Itu Tidak Susah Kok!
Menulis bukan hal yang asing bagi pelajar dan orang yang pernah merasakan bangku sekolah, tetapi menulis catatan harian, menulis cerpen, puisi, feature, artikel tentu butuh latihan bukan hanya sekedar menulis. Setiap orang yang berminat untuk menulis pertama kali tentunya karena mereka juga menyukai aktivitas membaca. 

Dari membaca jendela wawasan terbuka dan muncul dorongan dari dalam diri untuk mencoba menulis. Lingkungan keluarga juga memberi kontribusi seseorang menyukai aktivitas menulis.

Kebetulan ayah dan nenek sangat hobi membaca. Dari bacaan fiksi sampai koran dan majalah, semua dilahap. Tentu saja dari aktivitas mereka saya menjadi tertarik kenapa mereka begitu khidmat saat membaca. 

Mula-mula saya yang waktu itu masih SD hanya mengintip sekilas karena belum begitu paham membaca, setelah mahir menulis dan membaca saya jadi tahu mengapa ayah dan nenek tampak menikmati bacaan, ternyata jendela pengetahuan muncul saat membaca.

Dari kisah-kisah sederhana itulah banyak orang akhirnya menjadi penulis, wartawan, cerpenis, penyair novelis. Banyak orang mendedikasikan diri untuk mengabdi sebagai penulis karena menulis selain memberi kebahagiaan, pengalaman perjalanan, juga luasnya ilmu pengetahuan. 

Penulis otomatis seorang pembelajar, orang yang selalu belajar pada alam, pada pemikiran orang lain, pada fenomena sosial, pada kehidupan yang memberinya banyak tekanan, masalah dan dilema.

Tidak semua penulis bahagia dan berkecukupan secara finansial, bahkan banyak dari mereka yang seperti tersisihkan dari lingkungan karena keluarganya, tetangganya, orang-orang terdekatnya menganggap seorang penulis hanyalah seorang pengkhayal yang tidak jelas pekerjaannya.

Penulis seperti berjarak pada dunia sekitarnya karena lebih sering bergulat dengan imajinasinya, dengan fantasinya, dengan pemikirannya yang harus segera diungkapkan lewat tulisan.

Chairil Anwar boleh jadi dianggap aneh, eksentrik, juga dengan penyair wiji Thukul yang perlu dilenyapkan karena membahayakan sebuah rezim yang tengah berkuasa. Ada penulis yang akhirnya frustasi karena pemikirannya tidak dimengerti oleh orang-orang pada zamannya, tetapi akhirnya hasil karyanya abadi setelah zaman berganti.

Kembali ke laptop, soal inspirasi mengapa akhirnya saya suka menulis. Gejolak rasa, perasaan yang teraduk karena jatuh cinta  seperti melahirkan cerita-cerita melankoli. Cinta adalah keadaan yang membangkitkan imajinasi. Terkadang tanpa disengaja saya atau anda tersenyum-senyum sendiri membayangkan suasana romantis  ketika mata beradu mata, tangan saling meremas, tubuh bersentuhan. 

Padahal itu berada dalam ruang khayal seseorang yang tengah jatuh cinta. Ruang khayal itu harus mendapat penyaluran dan saya yang terbiasa membaca cerita berseri dan membaca novel remaja (dulu yang terkenal adalah Lupus, karya Hilman Hariwijaya). Kisah cinta klasik dalam buku karya SH Mintardja antar Agung Sedayu dan Sekar Mirah, Pandan Wangi.

Lebih Banyak Inspirasi Ketika sedang Jatuh Cinta
Jatuh cinta memberi perspektif imajinasi bagi seseorang menulis puisi. Kata-kata tentang cinta  bermunculan bak jatuh dari langit. Seseorang tampak menjadi lebih romantis saat sedang jatuh cinta dan itulah yang akhirnya merangsang seseorang seperti saya untuk menulis. 

Cinta yang tumbuh dalam perasaan memberi dorongan seseorang mengeluarkan keluhan, gejolak rasa, ungkapan cinta sampai melampaui kemampuan normal seseorang. Yang sebelumnya susah mengungkapnya lewat bahasa tulisan, secara spontan bisa melahirkan kata-kata elok dan puitis.

Bagi anda yang masih bingung bagaimana menuangkan cerita lewat bahasa tulis barangkali perlu memanfaatkan momentum jatuh cinta agar mampu membuka pikiran dan menuangkan lewat bahasa tulis. Sederhana kan? 

Tapi tanpa sering membaca menulis akan terasa sulit dilakukan. Yang baik adalah membayangkan saat jatuh cinta, sering membaca-baca tulisan apa saja sesuai dengan passion seseorang dan tentu konsistensi diperlukan agar dengan seringnya menulis akan memberi pengalaman berharga bagaimana menyusun sebuah karya tulis yang mampu menginspirasi banyak orang.

Tapi jangan dilakukan pada orang yang sudah berkeluarga untuk kembali jatuh cinta, karena akan memicu perselingkuhan. Kalau jatuh cinta pada pasangan sendiri ya tentu tidak masalah, yang berisiko adalah jatuh cinta pada suami atau istri orang lain wah bisa gawat... Hehehe... Salam literasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun