"Perjuangan dalam revolusi dan perjuangan dalam seni bagi saya geloranya sama saja. Lantaran yang dibela adalah rakyat jelata juga!"
Lukisan Hendra Gunawan seperti mewakili kekayaan budaya Indonesia. Karya yang menjadi incaran kolektor dunia dan makanan empuk bagi petualang pemalsu lukisan. Melihat seni lukis karya maestro yang sejajar dengan pelukis Affandi ini penikmat seni sering bertanya bagaimana memaknai keindahan karya Hendra yang cenderung "mengerikan". Sebagian karya tidaklah realis murni, cenderung impresionisme. Lukisan Hendra banyak berbicara tentang perjuangan rakyat, kisah- kisah heroik masyarakat yang berusaha melawan keadilan. Meskipun warna- warna lukisan Hendra cenderung meriah dengan kontras warna yang berani, tahukah bahwa dalam sejarahnya kemelut kehidupan mewarnai kehidupan Hendra. Ia sudah mengembara, keluar masuk alam, rimba dan tempat- tempat yang membuatnya bahagia menyatu dengan alam. Iapun pernah merasakan tinggal di Bandung, Jakarta, Jogjakarta, dan diakhir hidupnya ia banyak bermukim di pulau Bali.
Lukisan yang Menyiratkan Keindonesiaan
Lukisannya menyiratkan keindonesiaan yang kental. Kadang sensual dengan kontras warna yang kadang menabrak teori warna. Tetapi memandang lukisan Hendra terutama yang bernuansa alam terasa sekali dendang keagungan alam semesta dengan sentuhan seni tinggi. Hendra seperti mengerti alam dalam segala perasaannya. Pohon menjulang dengan penekanan warna serta bentuk yang sudah terdeformasi. Lukisan lukisan agung sejarah itu menyimpan sejarah jejak duka lara keluarganya. Apalagi ia pernah dipenjara dan dicap eks tapol Karen aktif di organisasi underbouw PKI LEKRA. Ia dipenjara tanpa semenitpun diadili. Selama 13 tahun ia mendekam di penjara tanpa keputusan pasti kapan bisa bebas ada gosip bahwa ia dan teman- temannya akan dipindahkan ke pulau Buru. Artinya lebih berat menerima hukuman dari rezim Orde Baru. Untung semuanya tidak terjadi.
Belajar dari Tokoh dan Belajar dari Kehidupan
Iapun harus keluar rumah mencari pengetahuan seni, belajar dari pelukis pelukis yang waktu itu cukup terkenal seperti Abdullah Suriasubrata ayah dari Basuki Abdullah. Malang melintang ia belajar dari beberapa seniman yang sudah cukup ternama saat itu. iapun bergaul dengan seniman muda Popo Iskandar, Barli. Ia kemudian bersama lima seniman lukis antara lain Affandi, Barli, Wahdi dan Sudarso membentuk Kelompok Lima di kawasan Wangsaredja Bandung. Yang unik Kelompok lima selalu berjalan beriringan saat memburu objek. Barli selalu di depan dan paling belakang adalah Hendra. Dari sisi pendapatan dari sanggar cukup lumayan namun. Namun Lukisan Hendra rupanya jarang laku. Yang sering terjual adalah karya Affandi, Wahdi dan Barli.
Hendra yang semula hendak keluar dari kelompok lima karena ternyata lukisannya jarang laku, Ia dicegah. Hendrapun kemudian menerima job lain disamping melukis dengan mendalang karena ternyata Hendra multi talent dalam kesenian. Lukisan- lukisan Hnedra yang ekspresif impresionistis dengan torehan warna- warna meriah dan obyek-obyek kehidupan rakyat jelata secara bisnis watu itu mungkin kurang menarik. Idealisme lukisan yang emnggambarkan kesuraman, kaki kaki telanjang dan jari jemari mekar seperti dihindari oleh bangsawan jaman dulu. Maka maklum ketika lukisan- lukisan Hendra kurang menjual. Perlu berpikir untuk meletakkan lukisan yang rata- rata besar dengan tema- tema yang susah dipadupadankan dengan ruangan interior.
Semangat Pantang Menyerah Kunci sukses Seniman
Tetapi Hendra keukeuh dalam alirannya. Baginya rejeki sudah ada yang mengatur. Kemelut hidupnya terus ia jalani dengan riang gembira. Tekad Hendra seperti yang tercatat dalam buku Surga Kemelut Pelukis Hendra dari Pengantin Revolusi sampai Terali Besi ( Penerbit KPG;Kepustakaan Populer Gramedia 2018, xiv+294 hlm;15 cm x 23 cm )ingin menjadi pelukis bukan sekedar mengisi hidupnya  yang masih gamang. Melukis bukan lagi untuk hidup, melainka hidupnya ditekadkan untuk menciptakan lukisan. Hendra bersama kelompoknya lima sekawan terus latihan on the spot ke gunung, ladang sawah, pasar- pasar, pabrik. Iapun menerima job mematung. Job ilustrasi juga ia sikat. Yang paling diingat adalah saat membuat ilustrasi  untuk buku karya Eduard Deuwes Dekker, pejuang Hak Bumi Putra Indonesia yang terkenal dengan nama Multatulli ( lih;hal 20 ) Hendra Menikahi Karmini  wanita mansi yang aktif di organisasi Pasundan Istri paa tahun 1940. Dari perkawinannya dengan Karmini Hendara mempunyai 3 anak Tresna Suryawan, Rosa Vistara dan Jingga Perkasa. Hendra adalah penggagas Sanggar Pelukis Rakyat setelah ia pindah ke Yogyakarta karena di dorong oleh kecintaannya pada Presiden Soekarno yang sempat memindahkan ibu kota RI ke Yogyakarta.