Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Anies Baswedan Jangan Kelamaan "Jomblo" Mengurus Jakarta

19 November 2018   14:14 Diperbarui: 20 November 2018   06:58 1462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu, dua kader PKS yang menjadi kandidat Wakil Gubernur Jakarta (metro.tempo.co)

Polemik kepemimpinan di DKI Jakarta telah membuat pengaruh signifikan terhadap berita-berita media. Sejak Pilkada bergulir dan akhirnya pasangan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno terpilih menjadi gubernur berbagai persoalan ibu kota selalu berhubungan dengan politik. Jakarta masih terpecah dalam suasana politik yang penuh intrik, penuh isu-isu miring dan ujaran kebencian. 

Menjadi pemimpin di Jakarta mau tidak mau akan terbawa-bawa oleh persoalan Jakarta yang kompleks. Sesempurna apapun pemimpin tetap akan berpengaruh terhadap kubu-kubu yang merasa tidak puas. 

Sebagai gubernur memang butuh nyali besar dalam memimpin Jakarta. Dalam benak masyarakat Jakarta, gubernur harus bisa mengubah Jakarta dalam waktu cepat, harus mempunyai terobosan akurat untuk mengatur birokrasi gemuk.

Magnet Jakarta dan Perputaran Uang yang Menggiurkan
Dari ukuran ibu kota negara ada banyak keuntungan yang dipunyai Jakarta. Lintas perputaran uang di Jakarta sungguh luar biasa. Kantor-kantor bisnis, bank, mal, kantor pusat perusahaan multinasional, kantor-kantor kementerian, Kantor pusat bank, kedutaan besar, semuanya ada di Jakarta. 

Daya tarik Jakarta pada pencari kerja amat besar. Hampir sepanjang hari ada saja kaum urban yang berusaha datang, mengadu nasib, berharap beruntung mendapat pekerjaan atau proyek kreatif yang memberi kesempatan untuk bertahan di rimba raya Jakarta.

Jakarta butuh sosok pemimpin yang peduli, bekerja cepat dan mampu menyerap aspirasi masyarakatnya. Masyarakat Jakarta itu multietnis. Ada Jawa, Batak, Bugis, Madura, Sunda, Ambon, Papua, Arab, China dan masih banyak lagi. Mereka memberi keberagaman, dalam percampuran budaya yang tidak bisa ditolak. Berbagai adat budaya yang dibawa memberi dampak positif juga negatif.

Orang Jawa yang lebih mengandalkan perasaan, tidak selugas orang batak dalam etika pergaulan. Kebudayaan Jawa memberi aturan-aturan tidak tertulis yang melekat dalam aturan kesantunan dan tata krama. Dalam hal tata krama serta karakter masing-masing suku berbeda. Dan itulah yang menjadikan seorang pemimpin menampilkan karakternya di mata masyarakat.

Orang Belitong, Pangkal Pinang, Batam berbeda karakter dalam hal sentuhan kepemimpinan dibanding dengan orang Jawa terutama yang lahir di pelosok kampung. Kebetulan Anies Baswedan cucu dari AR Baswedan yang baru saja diberi gelar kepahlawanan oleh Presiden Jokowi berkesempatan menjadi pemimpin Jakarta. Karakternya jelas berbeda dengan Ahok. Ia melakukan pendekatan kepemimpinan yang berbeda dengan pemimpin sebelumnya.

Sisi Politik Pemilu Jakarta dan Suksesi Kepemimpinan yang Kontroversial
Penulis mengamati bahwa sejak Anies Baswedan memimpin Jakarta semua kebijakan yang dilakukan oleh gubernur sebelumnya selalu ingin dihapus dari jejak sejarah. Berbagai program unggulan Ahok raib diganti oleh program yang lekat dengan Anies. 

OKe Oce yang digagas Sandi terus ditonjolkan meskipun dalam pencapaian setahun belum mencapai hal yang diharapkan oleh rakyat Jakarta. (sebelumnya penulis pernah membahas bahwa salah satu kelemahan Anies adalah nilai-nilai humanisme  yang melekat padanya). 

Ia  tersandera untuk menjadikan masyarakat menjadi tumpuan harapannya karena ia gampang iba. Ketika ia begitu membela rakyat Anies seperti ingin selalu menyindir gubernur sebelumnya. Yang suka bicara kasar, membentak-bentak pegawai, kemudian diliput dengan gaya bicanya yang meledak- ledak. 

Sedangkan gaya Anies seperti selalu ingin merasa sebagai teman, sahabat padahal ia tidak banyak beranjak dari kantornya kecuali ada kepentingan yang menyangkut masyarakatnya.

Ketika wakil gubernur memutuskan mundur dari jabatannya karena akan berkonsentrasi kampanye pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Anies bekerja sendirian. Tanpa wakil mungkin Anies merasa nyaman, tetapi sebetulnya masalah yang kompleks Jakarta tidak cukup hanya dihadapi dirinya seorang.

Orang Lapangan dan Tipe Eksekutor untuk Wakil Gubernur Jakarta
Tipe Anies yang konseptor, yang mengandalkan keterampilan mengolah kata-kata menjadi sekumpulan gagasan harus diimbangi dengan wakil yang gesit, cekatan, dan dekat dengan rakyat. 

Payahnya adalah karena wakil rakyat diperoleh karena deal-deal politik sehingga netralitas keterpilihan wakil gubernur menjadi ternoda. Anies harus memilih partai yang mengusungnya sebagai Gubernur. Padahal belum tentu ia cocok bekerja sama dengan wakil yang disodorkan oleh partai koalisinya.

Gubernur Anies harus cerdas memilih wakilnya tanpa dibebani oleh deal-deal politik yang membelenggunya dalam menentukan partner-nya sampai kepemimpinannya berakhir 4 tahun mendatang.

(Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu, dua kader PKS yang menjadi kandidat Wakil Gubernur Jakarta (metro.tempo.co)
(Agung Yulianto dan Ahmad Syaikhu, dua kader PKS yang menjadi kandidat Wakil Gubernur Jakarta (metro.tempo.co)
Anies hanya bisa memilih wakil dari PKS karena sudah ada kesepakatan dari partai koalisinya. Yang terdekat adalah Ahmad Syaikhu dan Agung Yulianto. Agung Yulianto menurut sumber yang dapat dipercaya adalah sosok yang direkomendasikan untuk menggantikan posisi Sandiaga Uno. Ia menurut Sandi adalah sosok berlatar belakang pebisnis handal, pengusaha dengan visi modern. Agung Yulianto dapat menjadi partner Anies Baswedan dalam pengelolaan keuangan (Sumber: Jakarta.tribunnews.com)

Ahmad Syaikhu dikenal sebagai mantan wali kota Bekasi. Ia menjadi kandidat bersama Agung Yulianto.Tetapi sampai saat ini belum ada kepastian siapa yang akan terpilih. Bisa jadi konstalasi politik akan mengubah calon dari PKS di detik terakhir, sama seperti ketika menunggu Prabowo memilih sendiri wakilnya yang akhirnya memang berasal dari partainya sendiri. 

Dan kemungkinan kedua adalah terserah Anies karena wakil Gubernur haruslah bisa bekerja sama dan saling mendukung. Tentunya alangkah lebih baik jika sebagai gubernur Anies harus lebih mementingkan kepentingan yang lebih besar yaitu keinginan masyarakat bukan hanya keinginan elit- elit politik yang tentu mempunyai hitung-hitungan yang bisa mengganggu kinerja pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun