Tim Kampanye membuat web, melobi media massa, membuat ribuan spanduk ratusan Banner dipasang  ditempat strategis. Di Televisi dipilih orang- orang yang mampu berdebat. Jika ada hal hal pembohongan publik mereka akan membungkusnya dengan diplomasi menangkis, membantah kemudian melakukan politik counter attack menyerang balik dan memojokkan tokoh yang sedang menjadi musuhnya.
Era Post Truth dan Maraknya Berita Hoaks
Hidup di era Post Truth kebenaran dan fakta tidak begitu dipentingkan lagi,  informasi di media sosial, dipercaya banyak orang. Post Truth mengacu pada dua peristiwa saat keluarnya Inggris Raya pada dari Uni Eropa dan pemilihan Presiden Amerika Serikat yang dimenangkan oleh Donald Trump mempercayai "kita sebagai manusia bebas punya kebebasan menentukan bahwa kita ingin hidup di era seolah-olah benar meskipun tidak benar sama sekali (Truthiness;istilah ini dipopulerkan oleh comedian Stephen Colber dan Ralph Keyes dalam bukunya The Post Truth). Salah satu pasangan kontestan pemilihan presiden menggunakan metode
Para politisi amat garang saat berdebat meskipun pas rehat iklan ketawa-ketiwi, cekakak-cekikik saling bercanda. Manusia memang susah ditebak sedang jujur, tulus atau sedang bermain peran. Bisa saja wajah religius dan wajah kalem ternyata pengemplang uang rakyat kelas kakap. Di media berbicara seakan malaikat atau tampak sebagai orang berhati mulia ternyata perampok harta rakyat kelas kakap.
***
Tidak Enak Menyebarkan Berita Hoaks?
Kembali ke pertanyaan Apa enaknya menyebarkan berita hoaks? Manusia mempunyai alasan masing -- masing. Masyarakat medsos terbiasa membaca selintas, memahami sekilas langsung di share lewat jaringan pertemanan. Ketika berita menjadi viral padahal ternyata hoaks informasi-informasi itu terus membobardir masyarakat seakan sebuah fakta yang terpercaya karena diinformasikan berulang-ulang. Agama ternyata tidak mampu membendung hasrat jahat manusia untuk menyingkirkan manusia yang dianggap saingan berat dalam meraih goal. Kebetulan banyak kesamaan tujuan maka kumpulan manusia yang kecewa itu berkomunitas, membentuk organisasi, ormas dan mengusung kebenaran menurut persepsi kelompok sendiri. Kebenaran itu jika ada pemihakan, satu rasa empati, simpati.
Jutaan masalah di sekeliling manusia apalagi seorang pemimpin sebuah negara harus menjadi panutan. Belum selesai satu masalah sudah disusul masalah selanjutnya, baru saja menikmati menikmati liburan weekend, sudah harus kembali kerja esok harinya. Begitu seterusnya dan manusia seakan tidak puas jika hanya berjalan lurus sesuai norma, aturan yang ada dalam agama.
Yang biasa menyebarkan hoaks itu adalah manusia --manusia pengecut yang hidup di kubangan lumpur. Meskipun megap-megap terjebak dalam kelembutan lumpur tetapi sesungguhnya lumpur itu bisa menenggelamkan dan akhirnya menekan dengan sadis hingga akhirnya tersedot kubangan lumpur kebohongan. Indonesia dan pemimpin yang dari awal tidak jujur akhirnya akan diseleksi oleh alam.
Tidak ada enaknya menyebarkan berita bohong yang ada anda akan terpenjara dalam perasaan bersalah. Jika nurani terus diingkari maka suatu saat akan ada perbenturan peristiwa yang menegur keras kelakuan manusia yang suka menegarkan berita hoaks. iIka pembaca ingin share artikel atau informasi sebaiknya lakukan dulu cek dan ricek agar tidak menimbulkan fitnah jika beritanya ternyata bohong. Lebih baik diam daripada tidak tahu apa apa.
Salam damai selalu.