Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Apakah Kamu Memimpikan Tipe Pemimpin Pemandu Sorak?

17 September 2018   15:08 Diperbarui: 18 September 2018   15:16 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya membaca Opini Kompas ("Pemimpin Bukan Agen dan Pemandu Sorak "Herry Tjahyono ) hari Senin 17 September 2018 tentang tipe pemimpin yang seharusnya dipilih untuk memimpin negara dengan masalah yang kompleks serta rumit, politisi yang akan menjadi duta rakyat di parlemen.

Indonesia salah satu negara yang mempunyai masalah cukup pelik jika jika menyangkut pilihan rakyat tentang pemimpin yang ideal.

Ramai dibincangkan tentang pemimpin ideal, pemimpin yang dirindukan oleh segenap rakyat. Ternyata idealisme rakyat terbelah saat menentukan kesempurnaan pemimpinnya.

Tidak mudah menyatukan pendapat dari isi kepala  ratusan juta rakyat. Sudah bekerja maksimal dan mati-matian memajukan Indonesia masih saja banyak suara "miring" menyangkut, kinerja, penampilan fisik, kapasitas intelektual seorang calon pemimpin.

Yang sekarang ini banyak dibincangkan di media sosial adalah perdebatan mereka menyangkut idealnya pemimpin.

Penampilan garang, tegas, pidato berapi-api, wajah berwibawa menjadi  kerinduan sebagian orang yang kecewa dengan pemimpin yang katanya plonga-plongo, terlalu medok, atau disangsikan kemampuannya dalam berbahasa asing.

Media sosial menjadi pemicu bagi sebagian pengguna gadget yang hobinya berkomentar. Saya merasakan banyak komentar sadis yang menjurus ke fisik.

Entah karena susah mencari celah untuk mengritik atau sekedar beda, kecewa dan apapun usaha pemimpinnya tidak akan mendapat poin positif.

Tetapi yang berani ngomong nyeleneh, sarkas dan nylekit itu biasanya akun- akun tidak jelas yang sering menggunakan nama samaran, identitas tersamar yang bertujuan mempertajam debat seakan- akan di dunia maya telah terjadi perang komentar yang bisa saja berujung anarkhis bila dipikirkan terlalu dalam.

Jokowi dan Prabowo naik kuda. ©REUTERS/ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Jokowi dan Prabowo naik kuda. ©REUTERS/ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Syukurnya pemimpin sekarang ini jarang menanggapi serangan-serangan hatters dan aktifis media sosial yang memang senang membully.

Politik sering memunculkan friksi, membelah kerukunan dan memprovokatori keonaran. Saya setuju jika harus diwaspadai tipe pemimpin yang hanya bertindak seperti pemandu sorak.

Dia hanya akan berlindung pada suara massa yang kecewa  lalu mengakomodasi kekecewaan itu untuk menjadi amunisi untuk menyerang lawan politiknya.

Tipe pemimpin pemandu sorak hanya akan menjadi penyambung lidah orang-orang yang kecewa karena tidak mendapat tempat di dalam pemerintah atau lingkaran kekuasaan.

Ada kecenderungan masyarakat menginginkan pemimpin ideal yang bisa mengakomodasi semua pendapat, menampung keluhan, atau menjanjikan meringankan beban rakyat dengan menjejali subsidi, mengakomodasi semua keinginan tetapi ujung-ujungnya hanya retorika karena bagaimanapun tidak semua masalah rakyat bisa ditampung.

Pemimpin agen akan cenderung menghindari konflik dengan rakyatnya dan menginginkan keseimbangan antara dia dan rakyatnya. Dia akan selalu melindungi nama baiknya dan keselamatan dirinya sehingga terhindar dari hujatan massa, berusaha populis, dan menghindari kebijakan tidak populis yang mengundang hujatan.

Padahal tidak semua masalah rakyat bisa diselesaikan seperti dongeng Roro Jonggrang. Masalah tidak selesai dengan hanya menjentikkan jari  dan berkobar-kobar dalam pidato. Seorang pemimpin harus berani dihujat, berani menentang arus jika menyangkut kebenaran.

Pemimpin visioner tentu siap menerima konsekwensi kebijakannya tidak populer. Bahkan akan banyak  rakyat yang menyerangnya karena di satu sisi ia membuat sengsara dengan  mengurangi subsidi, menaikkan BBM, membuka kran impor beras. Membuka peluang investasi, mengundang investor asing membangun infrastruktur, menerabas kemapanan. Dolar melambung naik (Padahal hampir semua negara terkena dampak naiknya dollar).

Menjelang pemilihan presiden, goreng menggoreng isu terus berlangsung. Politisi dengan berbagai cara berusaha menarik simpati rakyat, berusaha menjadi pahlawan, yang menampung keluhan, kesusahan atas nama rakyat. Tinggal rakyat yang harus cerdas menyikapi kampanye politisi.

Mereka(politisi) tentu akan memoles diri agar terlihat baik, partai-partai politik mulai bertransaksi untuk menarik gerbong massa memikatnya dengan mengguyur bantuan kepada rakyat yang sedang mengalami kesusahan, tentunya dengan pamrih mendapatkan simpati seakan-akan berjuang bersama rakyat.

Bagaimanapun rakyat sebagai subyek kampanye harus bijak, tidak membabi buta memuja calon pemimpinnya, tetapi menyimpan memori baik siapa yang benar- benar tulus bekerja dan menjadi pelayan rakyat. Bagaimanapun tidak ada pemimpin sempurna tetapi kata Mahfud MD carilah pemimpin yang memiliki keburukan paling sedikit.

Sekali lagi jangan pilih pemimpin yang hanya membuat membuat janji manis, meninabobokkan dengan obralan kata-kata selangit, tetapi cuma retorika.

Hokya-hokya... Lebih baik memilih pemimpin yang sedikit ngomong banyak bekerja.

Maaf saya tidak mengarahkan anda pembaca tetapi jangan sampai menyesal telah memilih pemimpin yang salah.... Hokya-hokya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun