Pernahkah menulis dengan rasa tertekan, malu, galau, cemas kalau tulisan yang kita tulis tidak layak baca, apalagi kalau harus dikirimkan ke redaksi, kompasiana, atau flatform lain sejenis. Rasa percaya diri yang kurang akan membuat bobot tulisan seakan- akan jatuh terjerembab, merasa tidak layak apalagi berharap nangkring di Artikel Utama.
Kurang Percaya Diri Hambat Kesempatan menjadi Penulis
Padahal hasil tulisan yang belum dipublikasikan itu tidak terlalu jelek, bahkan cukup bagus, namun karena kurang pede (percaya diri)Â maka tulisan-tulisan yang sudah ditulis itu hanya teronggok sebagai sebuah tulisan yang hanya dibaca oleh diri sendiri. Alangkah sayangnya. Padahal sekarang banyak kesempatan untuk menulis baik di blog, maupun media online yang menyediakan ruang pada netizen, penggemar aktifitas menulis atau mereka yang hidup dari menulis.
Kesempatan menjadi penulis lepas terbuka luas, namun karena merasa kurang percaya diri  tulisan hanya akan teronggok sunyi entah di laci meja, kumpulan tulisan yang tersusun rapi dalam buku diari atau file-file komputer yang hanya terbaca oleh diri sendiri.
Setiap penulis pemula pasti mengalami yang namanya tidak percaya diri, apalagi jika harus bersaing dengan penulis-penulis hebat yang artikelnya sering menghiasi media masa. Di flatform blog penulis pemula harus bersaing dengan penulis yang jam terbangnya sudah tinggi,artikelnya sudah ribuan, Headlinenya sangat banyak dan popularitas yang jauh mengawang.
Setiap Penulis adalah Unik
Padahal ukuran kualitas tidak tergantung dari senioritas atau semacam sematan verifikasi yang menandai bahwa penulis itu sudah benar-benar diakui kualitas tulisannya. Setiap penulis punya keunikan sendiri, dengan pengalaman yang tidak dimiliki oleh penulis lain.
Sudut pandang penulis beda, tinggal setiap penulis menggali ciri khasnya sendiri untuk membranding diri menjadi penulis dengan keahlian tertentu dengan bahasa yang unik dan hanya dimiliki oleh tiap-tiap penulis. Kadang perlu juga meniru gaya tulisan seseorang, contohnya essais Bre Redana wartawan senior Kompas yang baru pensiun sekitar 1 tahun lalu. Ia mengaku sempat mengikuti gaya tutur dari penulis dunia yaitu Umberto Eco.
Atau membaca karya Triyanto Triwikromo jadi ingat tulisan Frans Kafka. Karena tiap orang mempunyai keunikan sendiri-sendiri maka seharusnya setiap penulis harus percaya diri dalam menulis. Kalau perlu yakin tulisannya banyak dibaca, tersemat status populer, atau redaksi menganggap layak sebagai tulisan Headline, atau Artikel Utama.
Ternyata menulis itu harus percaya diri, karena kata penyair bawalah tulisanmu menemui takdirnya sendiri. Proses jadinya sebuah artikel yang berkualitas tentu tidak bisa instan, perlu konsistensi, perlu kesabaran, perlu panjang nafas agar tulisan-tulisan itu akhirnya mendapat tempat layak dan dibaca oleh semakin banyak pembaca.
Dengan percaya diri penyair mampu menelorkan kata-kata tepat, padat, berisi dan mampu  bergaung  dan memantik emosi pembacanya, entah sedih, senang, terharu, atau perasaan merinding lain setelah membaca karya dari seorang penulis yang bisa tersemat menjadi penyair karena konsisten menulis puisi dan akhirnya mempunyai  antologi, kumpulan tulisan dan koleksi puisi pribadi yang diakui pembacanya.
Kegagalan Hal Biasa dalam Proses Menulis
Joko Pinurbo dan Sapardi Djoko Damono pun pernah mengalami masa ketidakpercayaan diri, tetapi seiring oleh waktu dan kesetiaan mereka menggali kemampuan, mengolah rasa dan terus menerus belajar maka pengakuan sebagai penyair, penulis datang sendiri.
Paulo Cuelho penulis kelahiran Rio de Janeiro, Brasil dalam bukunya yang berjudul Alchemist menuliskan tentang filosofi menulis yang perlu diperhatikan oleh calon penulis, cerpenis atau novelis: There is one thing that make a dream impossible to achieve:The fear of failure (Hanya satu hal yang membuat mimpi menjadi mustahil tercapai, ketakutan akan kegagalan )
Masihkah ragu dan kurang percaya diri dalam menulis? Simpan dalam-dalam keraguan, yakin bahwa setiap tulisan yang dihasilkan akan menemui takdirnya sendiri, jika tulisan mendapat apresiasi positif tentu saja setiap penulis merasa terpacu untuk terus menulis. Gagal adalah hal lumrah jangan menyerah...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H