Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Generasi Milenial, Heroisme Joni dan Wabah "Nyinyir" Media Sosial

26 Agustus 2018   13:26 Diperbarui: 26 Agustus 2018   13:28 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karakter mental seperti Joni itu yang diperlukan negeri ini. Hal ini menyejukkan ditengah perdebatan panjang tiada akhir tentang dukung-mendukung capres -  cawapres yang menimbulkan keprihatinan akan terpecahbelahnya masyarakat yang hanya sibuk berkonflik tetapi lupa untuk bekerja, berkreasi dan menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Jika melihat perdebatan politik di media sosial, aksi "nyinyir" pendukung capres dan perang "keyakinan" bahwa yang didukungnya lebih amanah, lebih agamis, lebih santun, kenapa terlalu buang energi hanya untuk membela pilihan masing- masing. 

Menurut penulis lebih baik dukung siapa saja yang mau berjuang untuk negaranya, bekerja penuh untuk Indonesia agar tidak ketinggalan dengan dengan negara lain. Tidak  terpancing dengan bahasa politik. Jika ada contoh positif dari sikap-sikap yang ditunjukkan anak bangsa harus didukung. Masih Banyak Joni-Joni lain yang belum terkspos media berjuang dalam lingkup kecilnya di keluarga.

Media tidak perlu memblow - up kepahlawanan cukup membuat berita-berita positif dan menghilangkan berita berpotensi menimbulkan konflik. Joni kembalilah ke lingkunganmu, jangan karena telah viral dan terkenal kamu nanti menjadi lupa  diri dan hilang rasa heroisme yang spontan itu. 

Belajar tekun dan menjadi inspirasi bagi teman-teman untuk selalu membela negara dengan kemampuan masing-masing bukan karena ingin terkenal dan mendapatkan sejumlah uang.

Ingat spontanitas dan kebaikanmu terhadap negeri ini akan selalu dikenang. Kamu telah menjadi bagian dari sejarah, tetapi jangan membawa beban baru bahwa kau harus selalu menjaga imej sebagai pahlawan. 

Dan kepada diri sendiri banyak hal yang baru sebatas menulis, sebatas berkomentar dan sebatas  mengritik. Padahal  banyak hal luput dari pengamatan. Menulis dan menjadi pengritik itu mudah tetapi menjadi pahlawan bagi banyak orang itu susah. Banyak orang ingin menjadi pahlawan kesiangan. Padahal kepahlawanan itu dilahirkan bukan direkayasa.

Jika tulus bekerja, tulus menolong tanpa mengharapkan imbalan itu adalah sifat dasar pahlawan tetapi jika jejak niatnya menjadi pahlawan sengaja diviralkan supaya diendus media itu namanya  pahlawan jadi-jadian. Saya tidak harus menjadi pahlawan bagi banyak orang cukup menjadi teladan bagi sekitar itu sudah cukup. Dan itu masih menjadi PR besar. Bagaimana anda?!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun