Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hiburan Mendidik dari Generasi Terdidik

19 Agustus 2018   06:19 Diperbarui: 19 Agustus 2018   12:59 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar taringa.net

Film Maju Sinetron Mundur

Film Indonesia belakangan ini mampu memberikan kesan optimis akan masa depan jagad hiburan Indonesia. Banyak sineas mampu mengembangkan kemampuan dengan optimal, menyajikan film-film terpuji dan layak bersaing di jagad sinematografi dunia. Mereka datang dari generasi terdidik, dan diuntungkan dengan teknologi yang mendukung untuk kratif mengembangkan ide-ide baru. 

Animasi, film dengan berbagai genre, cerita pendek, vlog dan youtubers kelas dunia. Anak-anak muda terbuka menerima berbagai serbuan film-film dari berbagai aliran di dalam imajinasi visualnya. 

Mereka bisa membandingkan film-film yang mereka tonton dan mengapresiasi mana yang berkualitas mana yang ecek-ecek. Bahkan dengan seringnya menonton film mereka menjadi pegiat aktif film-film pendek yang sampai saat ini telah merambah ke desa - desa.  Penikmat teknologi tidak lagi di dominasi kota-kota besar (meskipun posi besarnya masih berada di perkotaan).

Banyak film maker datang dari kota kecil, dengan budget kecil tetapi mampu menampilkan karya berkualitas, tidak kalah dengan sineas-sineas kota. Maka ketika ada kompetisi film pendek tidak jarang sineas-sineas yang jauh dari kota besar mampu menampilkan seni visual yang tidak kalah bagusnya dari mereka yang dekat dengan pusat teknologi yang bermukim di kota-kota besar semacam Jakarta, Surabaya, Bandung, Yogyakarta. 

Masyarakat rindu menikmati hiburan-hiburan mendidik yang datang dari generasi terdidik. Arti kata terdidik berarti mereka mempunyai wawasan luas tentang bagaimana teknik membuat sinema menjadi tampak indah dan hidup serta tidak luma mengusung tema yang mampu membangkitkan semangat juang dan pikiran positif demi kemajuan bangsa dan negara. Sebab banyak hiburan sekarang terutama dari layar kaca yang tidak layak tonton, hanya mempertontonkan kebodohan, kekerasan, kebencian dan kehidupan glamour tanpa menyisipkan pesan positif ntuk generasi muda yang sedang mencari jati diri. 

Banyak sinema elektronik (sinetron yang hanya berpretensi mendulang iklan dan rating tetapi melupakan logika, yang sebenarnya tidak perlu menyerbu ranah visual anak-anak muda. 

Banyak sinetron yang demi rating harus mennjungkalkan realitas, mengulur-ulur cerita sehingga endingnya menjadi tidak jelas. Cerita akhirnya terjebak pada cerita dari itu ke itu dengan kesan yang benar selalu kalah, yang  baik selalu kena tipu orang jahat. 

Demi keseruan dan adrenalin penonton untuk menonton episode selanjutnya para sineas, seperti terus berimajinasi sesuai keinginan produser, penyumbang iklan sehingga ceritanya cenderung menjadi cerita pesanan, pemilik modal.

Apa yang dipertontonkan jagad hiburan layar kaca seperti menipu kenyataan sehari-hari yang terjadi dalam masyarakat. Tontonan, borjuasi, orang-orang kaya baru dengan nafsu hedon mempertunjukkan kemewahan-kemewahan  yang tidak sesuai dengan isi ceritanya. 

Pemaksaan alur cerita tentu karena tuntutan konsumen, serta demi banyaknya iklan yang nangkring di sela - sela cerita. Beratus episode dengan cerita yang susah tertebak  apa yang terjadi episode berikutnya tetapi amat mentah dari sisi tema dan visinya itulah yang menjadi PR masyarakat. 

Ada hitam ada putih, ada yang jahat tentu ada yang baik. Sinetron laris manis muncul karena banyaknya penonton yang mau- mau saja diajak mengikuti cerita yang semakin lama semakin ngelantur.

Memang ada beberapa stasiun televisi yang mempertahankan idealisnya dalam menampilkan gambar-gambar yang menginspirasi. Salah satunya adalah DAAI TV, kompas TV dan beberapa televisi lain yang masih idealis. Banyak tayangan mereka  menginspirasi, mendidik penonton untuk tidak hedon, memberi pelajaran akan artinya toleran meski dalam keberbedaan. Tapi yang aneh ternyata tayangan mendidik itu ratingnyanya rendah.

Jagad hiburan tanah air memang lebih suka yang heboh, kontroversial dan gemar cerita lucu-lucuan yang sebetulnya tidaklah lucu jika mendengar kualitas dialognya. Ternyata masih banyak penonton menyukai genre horor, cerita-cerita semi porno dan cerita- cerit konyol  dengan prinsip pokoknya ratingnya tinggi iklan berjubel dan disukai banyak penonton yang enggan berpikir. Yang penting hanya menonton cerita yang seru dengan konflik-konflik tidak terduga yang memicu adrenalin.

Budayawan Prihatin dengan Tayangan Televisi

Saatnya generasi terdidik berkiprah aktif di jagad hiburan televisi. Jika keprihatinan budayawan Radhar Panca Dahana "Baik dari segi cerita (plot), cerita, karakter, penyutradaraan, maupun persoalan artistisk secara luas sinema-sinema elektronik alias sinetron jika tak dibilang  sangat buruk (tragis), ia sangat menggelikan (komedis) (Opini Kompas  Sabtu 18 Agustus 2018, Judul artikel Menghina Akal Sehat). Arti dari penggalan artikel Radhar adalah terlalu jauh mengingkari  akal sehat, bahkan menghina common sense kita.

Cerita realis dengan latar belakang kisah nyata bisa jadi menjadi cerita horor, dan cerita cinta yang indah tiba-tiba menjadi berbau agama. Pemaksaan cerita itu tentu menghina kaum terdidik karena mereka jelas-jelas ditipu alur  logikanya. Padahal banyak film pendek dan film bioskop mulai sadar akan pentingnya alur cerita, logika dan sisipan pendidikan di dalam cerita. Dan sayangnya pula jutaan pemirsa terjebak dan lebih menyukai cerita-cerita bombastis sinetron televisi.

Sinetron dan Antusiasme Penonton yang Tinggi

Sebenarnya kritik pedas tentang tingginya rating sinetron televisi itu adalah kritik untuk diri sendiri. Saya dan mungkin anda yang biasa duduk sambil melolot semalaman di depan televisi itu adalah penggemar berat sinetron yang jelas-jelas mempunyai alur (plot) yang logikanya semau gue penulis skenario dan sutradara masih saja ditonton. Coba kalau tidak ada respon (tetapi berarti mematikan ceruk para penulis serta sutradara?). Berikan kesempatan sineas muda, idealis, dan masih mempunyai niat untuk mendidik masyarakat mengambil alih  kekuasaan.

Sayangnya jalan masih panjang untuk mengubah mindset penonton televisi yang terlanjur menyukai cerita bersambung. Semakin aneh, semakin jahat, semakin keji dan semakin seru pertengkaran dan perkelahian malah semakin digemari. Ya kalau begitu tugas penulis seperti saya ya memberi masukan. Untuk berubah memang perlu waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun