Sebermula kata
Mula - mula kamu merasa hanyalah debu yang dengan mudahnya diterbangkan angin. Bukan siapa-siapa dan tidak ada yang mengenalmu selain keluarga, pacar, sahabatmu dan orang-orang terdekatmu. Jejak tapakmu segera lenyap tertelan prahara bumi yang penuh dinamika. Angin telah membawamu menyatu dengan deburan debu lain dari berbagai tempat.Â
Lalu pelan-pelan kau menulis entah di tanah, entah di daun, kertas, pelan dan pasti kata-kata yang kau tulis itu beranak pinak, dari hanya puluhan kata, ratusan kata meningkat sampai ribuan hingga jutaan bahkan ratusan juta kata. Dari bait-bait pendek, kalimat-kalimat singkat tersusun menjadi puluhan hingga ribuan lembar.
Satu puisi, satu artikel berkembang hingga ketika puluhan tahun menulis judul-judul yang setiap hari lahir kemudian tersusun menjadi buku. Dari buku itulah kau mulai tercatat sejarah. Seberapapun penghargaan dari menulis kepuasan yang terbesar adalah ketika kata-katamu dipetik dan berulangkali dibaca. Sejarah telah mencatatmu sebagai penulis.
Mungkin wajahmu tidak terlalu familiar, tidak terlalu dikenal tetapi siapakah yang tidak kenal  William Sakhespeare, atau Agatha Christie, J.K .Rowling untuk anak generasi sekarang. Klik saja google, tulis namamu, buat klu tentang penulis, jika kau dengan gampangnya menemukan namamu di deretan direktori google atau mesin pencari maka kau sudah tercatat sejarah.Â
Kau boleh menyebut dirimu penulis. Toh jika ditanyakan seberapa besar andilmu sebagai penulis, lihat saja jejak tulisanmu yang pernah masuk di platform blog, direktori kepustakaan, referensi-referensi di daftar pustaka. Kau boleh tersenyum karena namamu dan tulisanmu telah menjadi catatan penting dunia literasi.
Nama yang Akan Tercatat Sejarah
Jika ada peribahasa  Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belangnya manusia mati meninggalkan nama dan  nama penulis akan abadi bersama sejumlah tulisannya yang telah tercatat oleh sejarah. Pramudya Ananta Toer, Romo Mangun, STA(Sutan Takdir Alisyahbana), Armyn Pane, Iwan Simatupang, Chairil Anwar, dan sederetan penulis, pengarang yang akan selalu terukir dalam dada pecinta buku, literasi dan sastra. Tulisan mereka akan tetap menjadi rujukan, dan kata- kata sering dicuplik, dicantumkan sebagai sebuah kata mutiara yang menginspirasi.
Tidak ada yang salah dengan menulis, sekali anda menjadi penulis dan konsisten menulis, anda sedang menabung masa depan. Tidak peduli nasib berbeda setiap tulisan akan tetap menjadi tonggak sejarah yang akan selalu dikenang pada siapapun yang pernah membacanya.Â
Anda hanya perlu menjadi diri sendiri dan tidak perlu minder terhadap kesuksesan orang lain yang sudah melejit meninggalkan anda. Menulis itu seperti membangun pondasi, tidak perlu ngebut jika hanya akhirnya benjut. Yang penting langkah anda konsisten, lihat saja satu tokoh yang konsisten menulis seperti Tjiptadinata Effendi.Â
Beliau menulis seperti makan tidak absen barang seharipun karena makan adalah energy maka perlu dilakukan sepanjang hari dan menulis seperti sebuah repetisi yang dilakukan terus menerus tidak berhenti sampai tidak lagi bisa menulis.
Saya (penulis) masih kalah jauh jika dibandingkan beliau yang tidak pernah lelah  menulis. Bahkan ketika fisik tidak lagi setangguh masa muda, tetapi energi jiwa tidak pernah berhenti menorehkan kata.Â
Anda para penulis tetapkan langkah, terus setia melangkah dan pupuk kemampuan dengan belajar dan terus belajar, menulis dan terus menulis karena itulah yang akan membuat persemaian kata menjadi lebih terasa sampai ke jiwa, menjadi satu senyawa antara kata, perbuatan dan kesabaran menelusur jalanan yang dipenuhi oleh jutaan kata yang siap dipungut, dirangkai menjadi sebuah artikel, cerpen, puisi, prosa dan bahkan novel.
Pramudya Ananta Toer Penulis "Bumi Manusia" yang akan segera tayang di bioskop adalah segelintir penulis yang konsisten menulis sampai akhir hidupnya.Â
Dari catatan-catatan beliau banyak penulis belajar bagaimana mepertahanka ketangguhan dalam menulis. Salah satu kata-kata yang selalu menjadi rujukan adalah"Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalahbekerja untuk keabadian""
Teori Percuma tanpa Aksi atau Praktek
Saya tengah tersenyum ketika mendengar suara-suara penyemangat. Entah dari siapa tapi seperti mendengar pembicara yang sedang berapi-api menularkan semangat menulis dalam dada  peserta kelas menulis. Ya, Jika saya yang menggurui para pembaca, saya merasa akan dilempari batu atau diberi hadiah cibiran bibir.Â
Ini tulisan siapa sih apakah sebegitu superiornya kamu sehingga bisa menggurui pembaca dengan rangkaian tulisan-tulisanmu seakan-akan kamu sudah kenyang pengalaman, padahal kamu hanyalah debu dari ribuan bahkan jutaan penulis yang ada di dunia ini yang sudah jelas jejak tulisannya.
Maafkan pembaca, saya hanya ingin anda yakin bahwa menjadi penulis itu adalah tugas mulia. Saya tidak ingin memberi tips bagaimana menulis yang baik tetapi menurut pengalaman saya hanya satu yang menjadi kunci sukses menulis. Aksi, sebab jika berteori tetapi tidak pernah mempraktekkan percuma saja. Selain membaca seorang penulis tentu harus menulis. Simpel, sederhana saja khan.
Tidak usah pikirkan anda akan tercatat sejarah, rajin menulis dan mengenalkan tulisan ke publik sudah cukup. Sejarah akan mengikuti dengan sendirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H