Di tengah hiruk-pikuk teror bom yang mencekam dan suasana politik yang cukup memanas akhir-akhir ini, masyarakat harus didinginkan suasana hati, otak dan pikirannya dengan menikmati pameran- pameran seni. Di Jakarta Ruang pamer seni sebetulnya banyak tetapi penikmat karya seni rupa rupanya cukup terbatas.Â
Penulis tidak ingin melihat galeri-geleri kosong oleh penikmat seni, sebab ukuran keberadaban sebuah bangsa juga bisa diukur dengan seberapa banyaknya produk budaya yang lahir dari masyarakatnya. Indonesia terkenal dengan seni budayanya namun kebudayaan itu belum mempu mengubah masyarakatnya yang sering memakai produk dari luar.
Kebudayaan telah melahirkan orang-orang terkenal bidang kesenian di level dunia tetapi pemerintah masih harus bekerja keras agar kesenian juga mampu membangkitkan semangat untuk bersaing di tingkat yang lebih luas. Produk digital masih didominasi luar negeri, otomotif, migas, belum mampu memberikan kepercayaan kepada anak negeri untuk menciptakan brand sendiri sehingga tidak perlu memakai produk luar.Â
India sudah memulai dengan membatasi produk impor, mereka percaya pada bangsanya sendiri dan pekerja serta pengusahanya yang mampu menghasilkan produk kebanggaan anak negeri.
Seni Budaya tidak kurang orang yang mampu berkarya dan mampu berbicara ditingkat dunia tetapi modal serta anggaran untuk mendorong percepatan kemajuan dibidang kesenian masih minim. Atau mungkin masyarakat masih amat terpukau menikmati produk digital sehingga hanya menjadi konsumen tanpa pernah berpikir untuk membuat sendiri.
Paling tidak sudah ada lembaga yang mulai peduli kesenian, semoga Kompas dan Bentara Budaya terus peduli untuk memperkenalkan kesenian dari pelosok negeri ini menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Penulis Pemerhati Seni budaya dan Guru Seni Budaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H