Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wayang Potehi Jembatan Memahami Budaya China

8 Mei 2018   20:01 Diperbarui: 9 Mei 2018   12:35 2813
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Layar untuk menampilkan wayang potehi (foto oleh Joko dwi)

Lima orang narapidana terpidana mati akhirnya lepas dari hukuman mati karena memainkan wayang Potehi. Ide awalnya sebetulnya untuk menghibur diri dan mengisi waktu dengan membuat wayang yang terdiri dari boneka yang terbuat dari kain(poo), kantung(tay), dan kayu (hie). Tidak lengkap jika wayang hanya bisu saja narapidana itu mencari instrument musik yang diambil dari dapur antara lain piring, panci dan wajan. 

Prinsip narapidana itu adalah "Buat apa bersedih?toh kita akan mati. Lebih baik kita menghibur diri sebelum ajal (cuplikan dari Pamflet pameran Bentara Budaya). Kaisar waktu itu tidak membebaskan lima terpidana larena tertarik dengan pertunjukan wayang potehi.

Mengusung Tema "Waktu Hidupkan Kembali Potehi"  Bentara Budaya memandang perlu mengenalkan wayang potehi kepada pecinta seni budaya yang sempat berkunjung di Bentara Budaya. Pameran berlangsung dari  tanggal 03 Mei -- 12 Mei 2018). Karakter --karakter dalam wayang potehi mengingatkan kembali pada cerita-cerita silat China.

Pamflet pameran wayang potehi (foto oleh Joko Dwi)
Pamflet pameran wayang potehi (foto oleh Joko Dwi)
Pakaian pakaian itu mengingatkan penulis dengan cerita silat kuno yang dipopulerkan oleh Asmaraman S Kho Ping Hoo. Wajah dengan berbagai karakter sebagaimana wayang golek yang berasal dari masyarakat Sunda (Jawa Barat). Baju kaisar, panglima perang, prajurit, puteri Kraton, pejabat negara dan pendekar lengkap ditampilkan di Bentara Budaya. 

Pembaca pasti masih ingat cerita populer Tiongkok seperti Sun Go Kong( Manusia Kera), Sam Pek Eng Tay dan Si Jin Kui, Pendekar Gunung Liang Siang.Cerita- yang penulis sebut tadi adalah cerita populer yang bisa dipertunjukkan di  Kelenteng. Penonton pasti ingat film-film kisah Sun Go Kong, Ki Pat Kai, atau cerita yang biasa ditampilkan di pentas Teater Koma  Sam Pek Eng Tay.

Bukan tanpa pendekatan ritual dan mistis dalam memainkan wayang potehi. Sebelum membuat tokoh wayang tokoh Kwan Kong pengrajin harus memainkan ritual khusus agar ia tidak terkena goresan atau terluka saat membuat karakter tokoh tersebut. Seorang yang ingin memainkan wayang potehi harus melakukan ritual khusus agar tidak terjadi gangguan. 

Karena telah membuat tokoh yang melegenda itu tanpa ijin khusus maka mereka melakukan ritual khusus untuk mengusir gangguan tiba-tiba, entah tergores. Display wayang potehi itu memperlihatkan sebuah cerita dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita tersebut. Jika wayang ditampilkan di Kelenteng biasanya akan menampilkan cerita kisah legenda Kerajaan (dinasti) .yang hidup di Tiongkok. Dinasti Ming, dinasti Song, Dinasti Tong.

p-20180507-161201-1-5af199f7caf7db072e4f5db2.jpg
p-20180507-161201-1-5af199f7caf7db072e4f5db2.jpg
Bagaimana Memainkan Wayang Potehi?

Wayang potehi dimainkan  seorang dalang yang memegang beberapa tokoh wayang. Seperti halnya wayang golek yang digerakkan dengan tangan, wayang potehi dimainkan di tempat khusus yang penuh berfungsi sebagai layar dan panggung wayang. Cat berwarna dominan merah dan hiasan berwarna kuning keemasan. 

Tidak seperti wayang golek Sunda atau wayang kulit di Jawa yang lengkap instrument musiknya, music wayang potehi sederhana dan tidak sulit memainkannya kecuali alat musik gesek , semacam rebab di Jawa. Lengkingan mendayu khas mandarin pasti sering pembaca dengar ketika masuk di mal saat perayaan Tahun Baru China dan Cap Go Meh.

Alat musik wayang potensi,rebab Tiongkok,tutup panci,dsb (foto oleh Joko Dwi)
Alat musik wayang potensi,rebab Tiongkok,tutup panci,dsb (foto oleh Joko Dwi)
Wayang potehi sempat mati suri sekitar tahun 1965 karena peristiwa politik. Menurut sejarah wayang potehi masuk ke Indonesia sekitar abad ke-16 dibawa oleh orang-orang beretnis Hokkian. Tiongkok Daratan bagian Selatan. Keberadaan wayang memberikan tambahan kekayaan budaya bangsa yang memang multi etnis. 

Sayangnya kebudayaan sering dijadikan sasaran pemberangusan oleh orang --orang politik yang tidak bisa menghargai kebudayaan sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Pesan-pesan wayang dan ajarannya sering diberi label kiri(karena dikaitkan dengan negara asal China yang berafiliasi PKI). 

Penghargaan Terhadap Tokoh yang Merawat Kebudayaan

Bentara Budaya menampilkan wayang potehi sebagai cara untuk menghargai mereka yang telah merawat kebudayaan, menghidupkan kesenian. Toni Suharsono ( Tok Hong Lay)adalah salah satu tokoh yang gigih untuk mengidupkan kembali wayang potehi di Indonesia. Dengan kegigihan beliau dia diberi penghargaan oleh 35 Bentara Budaya. 

Tokoh-tokoh wayang itu digambarkan dalam sebuah boneka kecil. Riasan karakternya begitu rapi dengan warna-warna mencolok, kontras. Berbagai tokoh seperti Lam Kek Sian Ong, Boe Sam Soe, Se Tay Cin Kang, Ban Kuang Wajah melotot, membawa tombak bermata kuning, jenggot panjang hitung besar Sam Thau Hok Pie.

Ban Kuang salah satu tokoh wayang potehi (foto oleh Joko Dwi)
Ban Kuang salah satu tokoh wayang potehi (foto oleh Joko Dwi)
Jika anda penasaran dengan penampakan Wayang Potehi silahkan datang ke Bentara Budaya Jakarta. Mari bersama ikut merawat kebudayaan dan menghidupkan kesenian agar mampu memberi keseimbangan jiwa di tengah isu-isu seru tentang politik yang membuat panas otak. 

Dengan menghidupkan seni bisa merawat jiwa untuk tidak terseret dalam arus "gila" massa yang  sedang mabuk politik, amnesia kerendahan hati. Memahami karakter manusia berarti memahami betapa berharganya pribadi yang merdeka. Salam Damai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun