Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Hai Penulis Jangan Pernah Berhenti Merangkai Kata

6 April 2018   11:51 Diperbarui: 6 April 2018   12:58 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://shutyourbook.wordpress.com

Umberto Eco, sedikit banyak dalam rangkaian katanya selalu mendekatkan idenya dengan peristiwa politik, sama seperti ketika membaca Udar rasa karya Wartawan Kompas yang baru saja pension yaitu Bre Redana. Jika ingin merasakan karya absurd baca saja Kafka, imajinasi anda akan berlarian memahami tulisannya yang abstrak sama ketika mencoba memahami cerpen, puisi, sajak karya Triyanto Tiwikromo. Saya sendiri terus terang menyukai tulisan Bre Redana dan Budayawan Radhar Panca Dahana.

Menjadi penulis tentu akan paham yang sering tercuap dari kata-kata Nadine Goldimer. Pada mulanya adalah kata. Dari kata mimpi-mimpi penulis terekam. Dan kata-kata menjadi pedang tajam untuk membabat kebodohan, membuka cakrawala jiwa, memperluas wawasan dan tidak terjebak dalam emosi purba yang akhirnya membuat manusia lebih suka memakai kekerasan, kemarahan, dan  perilaku sadis.

Semakin Luas Wawasan Penulis Semakin Bijak dalam Mengelola Emosi

Banyak orang tidak memahami karya sastra, sayap-sayap pemikirannya sehingga ketika seseorang dengan pemahaman sempit terbuncah kemarahannya oleh kata yang membakar emosi, ia segera mengangkat pedang, membuka perang dan tidak mudah memaafkan atas kata yang perlu dicerna dulu dengan segenap rasa dan keluasan ilmu pengetahuan.

Sekarang banyak orang terlalu bangga hanya dengan membaca Kitab Suci masing-masing, menganggap bahwa kebenaran mutlak hadir dari ayat ayat yang ia baca. Manusia terlalu yakin hanya dengan berdoa, dan khusuk mendengarkan kotbah pemimpin agama terus mampu menarik kesimpulan bahwa ia akan di terima Tuhan jika kelak mati.

Bahwa setiap manusia itu unik, tidak ada yang sama kenapa harus memaksa mansuia lain berkeyakinan sama dan marah jika keyakinannya dilecehkan sedemikian rupa. Manusia multi tafsir, puisi adalah multit  tafsir, tergantung kedalaman seseorang  memahami bahasa kehidupannya. Mengapa harus marah oleh ketidaktahuannya yang sebtulnya bukan kesengajaan. Manusia itu tempatnya salah tetapi banyak orang  merasa harus menjadi hakim ketika ada seseorang yang tidak tahu banyak hal salah mengucapkan kata.

Penulis adalah Pembelajar Kehidupan

Seorang penulis adalah seorang pembelajar, semakin giat dan semakin sering menulis ia akan semakin memahami hakikat hidup dan penghargaannya akan perbedaan dan kebinnekaan. Maka ketika ada penulis ikut menghakimi orang atas nama keyakinan seorang penulis perlu dipertanyakan kadar pengetahuannya.

"Jangan pernah berhenti menulis kata hai kau penulis.  Semakin banyak menulis kalian akan semakin tahu bahwa setiap kata itu selalu melahirkan karya baru. Pada mulanya kata (Nadine Goldimer) selanjutnya andalah yang merangkainya menjadi karya bersejarah yang akan dikenang sepanjang masa."

(Dalam tulisan ini saya sebetulnya sedang melecut diri untuk konsisten merangkai kata dalam keadaan apapun, dan tanpa tekanan apapun)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun