Saput saput aku mendengar keramaian kurang lebih beberapa depa dari tempatku. Suara apakah itu. Masihkah suara iblis, masihkan manusia- manusia jahat yang menjebloskan aku dalam dekapan sunyi, mengejang-ngejang menahan derita, ketika otak serasa diperas-peras.
"Betapa bingungnya pagi, ketika senja selalu mendesak untuk bertamu?"
"Betapa kesalnya malam saat pagi mendesak ingin pipis di tempat terang"
"Betapa kesalnya siang, ketika malam mendesak ingin berak di tempat gelap"
Senja telah memudarkan siang,
Sementara malam telah menghapus warna jingga dengan tinta hitam
Tidak terasa pergumulan mereka telah mengantarkan aku mendekap sunyi
Dari bulan purnama ke bulan purnama berikutnya.
Iblis kutanya dan kutawarkan untuk menikmati sunyi
"Maukah kau menemaniku mendekap kesunyian?"
Dan iblis lari tunggang-langgang ketika ingin kudekap dan kuperkenalnya pada sunyi, karena iblis ternyata lebih senang kegaduhan daripada merenungi kesunyian.