Kenangan tahun 1990 -an
Sebetulnya malu bercerita bahwa aku ikut-ikutan menonton film Dilan. Aku penasaran cerita Dilan karangan Pidi Baiq yang berlatar belakang tahun 1990. Nah waktu itu baru awal kuliah. Tentu saja cinta seperti itu masih membekas dalam jejak masa mudaku. Aku nonton bersama istriku dan sepupuku. Sepanjang cerita dari awal sampai akhir aku terbawa dan baper tingkat dewa. Bukan karena aku pernah mengalami cinta seperti itu tapi karena kebalikannya terlalu cupu untuk bisa mengungkapkan rasa sayang pada kekasih.Â
Tidak terbayangkan aku bisa mempunyai nyali mirip Dilan. Kalau aku punya nyali seperti Dilan di jamin banyak cewek yang sudah bisa kutaklukkan. Aku masih ingat tulisanku yang kutulis di buku yang masih kusimpan. Aku menyimpan dan menulis puisi-puisi yang tidak pernah aku kirim pada kekasih yang aku suka. Memang suasana itu membuat aku menyesal mengapa tidak senekat Dilan. Jadi sepanjang cerita memang mengingatkan cerita cinta zaman old. Sayangnya  aku dulu hidup di desa dan sedang mengawali kuliah di Yogyakarta.
Modal  untuk bisa nggendring(lari cepat) mencari cinta hanya dengan sepeda motor era 70 an. Yamaha bebek merah yang kalau dikebut hanya bisa maksimal 20 km perjam, jangan katakan bisa menanjak di pegunungan karena sekali kucoba motor batuk-batuk. Mempunyai motor Honda  CG seperti yang di kendaraan Dilan(Dilan motornya sejenis CB tapi sudah dimodifikasi dan terkesan motor vintage) itu sudah termasuk mewah. Sehari-hari waktu itu lebih suka naik sepeda. Sepeda pancal, ya sekelas jengki dengan merk Phoenix buatan China.
Benarkah representasi cinta 1990- an
Kembali ke Dilan apakah kisah cinta Dilan itu representasi cinta jaman 90 an. Jawabannya bisa ya bisa tidak. Itu kecerdasan penulisnya saja  sehingga walaupun mukanya tampak datar dan polos tapi kata-kata Dilan membuat siapapun yang  cemberut, gadis sejutek apapun bisa senyum bahkan ketawa. Bukannya perempuan bisa saja meleleh dengan kata-kata.Â
Dulu modal merayu hanya dengan secarik kertas dan kutitipkan pada teman, untuk merayu sendiri jelas tidak punya nyali. Tapi seiring tuntutan waktu dan masa jomblo teramat panjang ya kuputuskan untuk memakai ajian ndableg. Prinsipnya hanya dua ditolak dan diterima. Â Coba saja aku seberani dan secerdas Dilan wah sudah berderet cewek yang mau sama diriku(wah...songong nih... padahal cuma berkhayal saja).
Menjadi trend cinta Zaman Now
Dilan itu adalah cinta zaman dulu yang bisa jadi akan banyak ditiru oleh remaja zaman sekarang. Lihat saja penontonnya  didominasi remaja. Pergerakan penonton sampai hari ini sudah lebih dari 4 Juta penonton.Mungkin berat  mengikuti berita hari-hari ini yang lebih sering didominasi oleh isu-isu politik, konspirasi tingkat tinggi untuk menjatuhkan kredibilitas pemerintahan atau tangkisan-tangkisan pemerintah untuk menutupi kekurangan-kekurangannya. Kalau dalam dunia olah raga sportifitas dijunjung tinggi bila sebuah pertandingan akan menghasilkan dua kemungkinan menang dan kalah. Tapi dalam dunia politik akal bulus, pembohongan publik, konspirasi dan taktik perang media sudah menjadi makanan setiap hari. Pencitraan adalah modal utama untuk menarik simpati masyarakat. Maka ketika masyararakat dengan berita-berita yang memuakkan menonton Dilan bisa menjadi obat stres yang manjur. Mending menikmati rayuan Dilan yang unik kepada Milea daripada memikirkan intrik politik yang tidak ada- habis-habisnya. Mending baper dengan kelakuan Dilan daripada membaca tweet-tweet pimpinan wakil rakyat atau puisi puisi cintanya kepada pimpinan negara.
Dilan secara kelakuan bisa dikatakan kurang terpuji dan tidak menjadi contoh baik bagi remaja sekarang, tapi Dilan mempunyai prinsip kuat untuk mempertahankan idealisme. Bisa dilihat secara chasing ia adalah produk remaja berandalan tetapi lihat ketika masuk ke kamarnya, ribuan buku berderet di rak, itu menadakan otak Dilan tidak kosong, ia hanya bosan pada formalisme sekolah yang terlalu kaku dan tidak memberi kesempatan bebas berpikir.
Selingan di tahun politik
Dilan adalah sindiran pada penguasa yang, wakil rakyat, keadaan, lingkungan relasi manusia dan agama yang tengah panas dingin. Semua orang pengin eksis, Ulama ingin mendapat panggung, Pejabat ingin mendapat simpati, rakyat kebingungan mencari sosok negarawan yang murni berjuang untuk mereka. Partai --partai politik sedang bersolek, memoles diri, dan menghilangkan kelemahan dengan menebarkan "lipstick kebaikan". Pencitraan sedang mewabah dan mereka hidup dalam topeng-topeng kesantunan dan wajah wajah t(m)ulus padahal muka aslinya penuh jerawat dan  comedo.
Menonton Dilan adalah menonton kisah cinta, mungkin bukan asli pengalaman penulis tapi ia menciptakan fantasi akan sosok Dilan yang unik dan membuat perempuan seperti Milea sampai terbayang-bayang dan terngiang-ngiang rayuannya. Akupun jujur jujur baper habis, istriku seperti termakan rayuan Dilan dan keponakan yang ABG sampai harus mengulang menonton kembali supaya punya bekal merayu pacarnya yang sedang  ngambeg.
"Milea"
"Apa Dilan?"
" Jangan rindu, berat. Kau takkan kuat. Aku saja."
ABG tua jangan baper
Jadi bagi yang sedang mekar- mekarnya  menikmati masa remaja bolehlah menonton dilan tapi tidak dianjurkan yang sedang  dalam masa puber kedua....bisa terjadi perang besar karena terlalu baper. Jangan bilang kata-kata Dilan dipraktekkan pada teman kantormu. Bisa digampar nanti oleh istri yang menunggu setia di rumah.
Tapi bolehlah bilang pada istri anda saat meeting  dan harus menginap untuk beberapa lama di luar kota begini;
"Sayang nanti kalau  kamu  mau tidur,  percayalah aku sedang mengucapkan  selamat tidur dari jauh. Kamu nggak akan dengar.
U huiii so sweet...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H