Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Istirahatlah Kata-kata", Mantra untuk Kembali Menulis

22 Januari 2018   13:46 Diperbarui: 23 Januari 2018   08:07 1321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Istirahat itu bukan berarti menghentikan kebiasaan. Istirahat itu hanya untuk  memberi jeda pada rutinitas. Setelah cukup istirahat penulis tentu akan kembali melaju menangkap ide-ide baru.

Mood dan Konsistensi

Setiap penulis pemula mempunyai kendala hampir sama yaitu bagaimana memulai menulis dan membangun konsistensi sehingga akhirnya menemukan ritme dan keasyikan dalam menulis. Pada tahap selanjutnya seorang penulis tentu akan menemui banyak rintangan terutama membangun mood dan menangkap ide tanpa pernah merasa stuck atau buntu saat kehabisan ide. 

Penulis sekelas Tjiptadinata Effendi tentu tak akan pernah kekeringan ide menulis setiap hari karena pengalaman hidupnya sudah bisa menghasilkan tulisan beragam. Sepanjang hari selama beberapa tahun ia konsisten menulis dan menginspirasi banyak orang. Tentu butuh tanggungjawab besar dari dalam dirinya untuk berusaha konsisten membangun semangat untuk menulis one day one article. Terus terang saya belum bisa mengejar prestasi pak Tjiptadinata Effendi yang bisa menulis setiap hari di Kompasiana. 

Saya sendiri baru berusaha konsisten untuk setiap minggu minimal menulis 3 artikel. Mood atau tidak ada mood saya harus memaksa diri untuk menulis. Jika seorang penulis menggantungkan diri pada mood tentu susah mengejar mereka yang demikian agresif untuk menangkap ide tanpa mempedulikan mood yang datang. 

Banyak cara untuk selalu konsisten menulis. Jika tidak sedang mood paksa saja untuk menulis status, mencoret-coret kertas atau menulis meskipun akhirnya tulisan yang dihasilkan itu dibuang atau diedit. Melalui pemaksaan itu akan terbangun kebiasaan. Jika sudah menjadi kebutuhan menulis akan lebih menyenangkan.

mencoret-coret buku, menulis apa saja untuk membangun mood menulis (dokumen pribadi)
mencoret-coret buku, menulis apa saja untuk membangun mood menulis (dokumen pribadi)
Istirahat Bukan Untuk Menyudahi tapi Memberi Energi Baru

Penulis yang memaksa diri dengan membiarkan diri larut dalam tulisan-tulisannya tentu ada beberapa konsekwensi yang harus dirasakannya. Terkadang terlalu larut dalam aktifitas menulis membuat kesehatan menurun, konsentrasi buyar dan relasi sosial terhambat.  Seorang penulis tentu tidak akan terpaku pada rutinitas yang membuat ia dijauhi keluarga, dijauhi tetangga, bahan pergunjingan banyak orang karena  terlalu sibuk menulis. Kegiatan menulis memang positif tapi membangun relasi, membuka diri untuk bergaul dengan sesama, bersosialisasi dengan tetangga tetap penting. Sebab  kadangkala dari keluwesannya dalam bergaul  dan membangun komunikasi dengan banyak orang ia menemukan ide-ide brilian saat menulis. Dari bincang-bincang, ngobrol, berdiskusi dengan orang lain ia menemukan banyak bahan sehingga memperkaya pola pikirnya. 

Tulisannya menjadi terasa aktual karena ide didapat dari peristiwa riil yang ai gali dari orang lain, dari lingkungan dari masyarakat di mana seorang penulis tinggal. Tulisan-tulisannya menjadi lebih dengan ke pembacanya karena idenya bukan ide yang mengawang-awang tapi karena pengalaman peragulannya yang luas. 

Maka seorang penulis harus mampu membagi waktu antara menulis, merekatkan hubungan dengan keluarga dan memangun relasi di tengah masyarakat, sehingga seorang penulis bisa menghindar stigma beberapa masyarakat bahwa penulis itu seorang pengkhayal yang hidup dalam mimpi-mimpi tapi jauh dari masyarakat, seperti katak dalam tempurung, hanya larut dalam bacaan dan sibuki dengan diri sendiri.

Maka disamping rutin menulis penulis juga harus menjadi bagian dari masyarakat dengan segala problematika kehidupannya. Sekali  sekali istirahatkan kata-kata untuk larut dalam dinamika kehidupan masyarakat. (Tulisan ini adalah refleksi diri, setelah beberapa hari tidak menulis dan ternyata menulis itu adalah kerinduan yang tak terkatakan) Penulis perlu membangun mood dan konsistensi untuk bisa kembali melaju membangun semangat untuk terus menulis, menulis dan menulis) Namun perlu diingat harus seimbang antara menulis dan hidup  bermasyarakat. Penulis jadi ingat sepenggal puisi dari Widji Thukul. kata-kata itu seperti mantra untuk kembali menulis...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun