Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Anies Sandi Mengembalikan Jakarta

15 Januari 2018   14:38 Diperbarui: 15 Januari 2018   15:15 1733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wartakota - Tribunnews.com

Jakarta Mengejar Singapura

Jakarta dua tahun lalu bagi saya tengah menggeliat untuk mengikuti  perkembangan kota-kota besar di dunia. Jakarta sedang menuju pada konsep SMART CITY dan metropolitan yang "agak galak" pada aturan. Boleh jadi gubernurnya galak dan tidak berkompromi untuk sekedar meninabobokkan rakyatnya dengan apa yang dimaui rakyat. Tidak berusaha membahagiakan rakyatnya dengan membolehkan para pedagang kaki lima bebas berjualan di trotoar, bahkan mengokupasi jalanan sekedar untuk menyenangkan pedagang kaki lima. 

Jakarta tampaknya begitu mengkawatirkan terutama bagi negara tetangga yang mengandalkan konsep metropolitan yang nyaman, bersih, penuh aturan dan disiplin. Jangan-jangan Singapura pun sedang  dag dig dug menyaksikan perkembangan Jakarta yang sedang di bawa sebagai kota modern.

Sebelum "goro --goro" demo berjilid --jilid dan berbagai kasus "penistaan agama" Jakarta tengah merancang  diri sebagai kota masa depan yang lebih menonjolkan peradaban kota, lingkungan  bersih dengan sungai-sungai yang rutin dikeruk dan tanggulnya diperbaiki. 

Masyarakatpun dididik untuk sadar bahwa sebagai kota Metropolitan perlu menyesuaikan diri sebagai manusia modern yang taat sistem, taat aturan dan disiplin. Karena dengan taat aturan, disiplin, terukur maka untuk menjadi manusia modern menjadi lebih mudah. Singapura boleh jadi tempat yang menjadi impian manusia modern, manusia yang terbentuk oleh perangkat sistem yang sudah ideal. 

Masyarakatnya sudah disiplin untuk melaksanakan aturan yang ada, sangsi ditegakkan yang melanggar didenda dan kecil kemungkinan ada celah untuk melakukan korupsi, kolusi. Kecerdasan kota adalah bahwa semua aturan itu diciptakan untuk menciptakan keteraturan, menghindari kesemrawutan dan mewujudkan  rasa nyaman bagi orang yang terbiasa hidup dalam keteraturan. Singapura mungkin bukan kota agamis yang semuanya diukur dengan tolok ukur ketaatan pada hukum agama. 

Singapura bukan kota yang ramah dengan kebebasan melakukan kegiatan keagamaan, namun kota Singapura netral  sebab pembatasan terhadap aktivitas agama itu berlaku untuk semua tidak diskriminatif. Mereka tidak mentolerir adanya ormas radikal yang lebih sering melanggar aturan negara daripada taat dalam jalur hukum yang berlaku.

rumah di atas gunungan sampah. Ini Jakarta yang asli?(dokumen pribadi)
rumah di atas gunungan sampah. Ini Jakarta yang asli?(dokumen pribadi)
Jika peraturan itu mempertimbangkan populisme barangkali yang terjadi adalah kesemrawutan. Sebab mengakomadasi keinginan rakyat dan masyarakatnya hanya akan menciptakan Chaos. Jika semua keinginan rakyat didengar tentu pemerintah dan negara akan kebingungan sebab setiap warga  tentu akan menuntut haknya dan mungkin melupakan kewajibannya. Jakarta pernah " dalam proses menjadi kota modern" ketika Gubernurnya Ali Sadikin, Jokowi dan Ahok. Tapi ternyata masyarakat  Jakarta amat gagab jika harus merubah diri menjadi kota  penuh disiplin, dengan sistem mendekati idealnya kota-kota maju di dunia.

Ternyata banyak orang terutama pejabat yang sudah terlanjur adem ayem menikmati kemudahan dalam hal apapun belum siap mengubah diri, belum siap mental untuk berubah. 

Jakarta masih merindukan sebagai kota berbahagia yang masih bisa menikmati kuliner kaki lima yang berjejer di trotoar. Meskipun trotoar tersedia, mereka lebih senang naik motor, sebab ke mana-mana cepat kalau perlu menerobos lampu merah dan melawan arus. Itulah kebahagiaan warga Jakarta. Jangan-jangan jika Jakarta seperti Singapura angka stress tinggi dan banyak kasus bunuh terjadi. 

Sekarang boleh jadi dengan adanya pemimpin baru sebagian warga yang tidak ingin melihat Jakarta seperti kota-kota besar modern dunia semakin tekun berdoa, bahkan ruang publikpun bisa digunakan untuk  tempat berkumpul dan berdoa bersama.Jangan khawatir rumput yang semula tidak boleh diinjak demi kebahagiaan warga maka  dipersilahkan digunakan untuk, duduk, pacaran, menggelar acara makan-makan, main sepakbola dan membuka lapak bagi pedagang asongan untuk mengais rejeki.

Memang dilematis sebagai pemimpin. Jika ingin dicintai maka segala perilakunya harus santun, murah senyum dan jarang marah. Jangan coba-coba memaki dan berkata-kata kasar meskipun itu ditujukan pada penjahat dan pelanggar hukum. 

Warga yang masih mencari bentuk jati - diri tentu lebih bahagia jika tidak banyak aturan sehingga pendatang, preman, pemalak, copet, maling bisa mendapatkan kesempatan sama untuk mendapat rejeki. Kalau aturan ketat ditegakkan, hukum diperketat yang senang tentu hanya orang yang biasa berdisiplin, yang sudah pernah mengecap atau stay tinggal di kota yang rewel dalam peraturan- peraturan yang harus ditaati warganya. 

Boleh jadi pak ogah, pengemis, penganggur yang tidak biasa bekerja keras gigit jari karena disamping peraturan ketat, kesempatan bermalas-malasan hampir mustahil terjadi. Dan yang diuntungkan adalah orang-orang dengan etnis tertentu yang lebih larut dalam kerja mencari rejeki daripada runtang-runtung ikut demo yang hanya sekedar mendapat nasi bungkus dan segelas air mineral.

Konsep Bahagia Warganya Semrawut Kotanya

Sekarang boleh jadi transportasi masa lalu seperti becak, andong, bajai, bemo tengah siap-siap untuk bernostalgia. Jakarta siap menyambut masa lalu, Jakarta akan ramah kembali pada preman dan pemalak, mafia. Pelacuran boleh jadi menghilang di hotel-hotel karena sejumlah ormas tentu tidak tinggal diam bila ada kemaksiatan, tapi tidak ada jaminan perempuan mendapat kehormatan di mata lelaki, boleh jadi perempuan akan lebih terlecehkan dengan adanya peraturan untuk membolehkan Lelaki menikah dengan dua bahkan 4 istri sekaligus.

Pemimpin galak dan kasar  dan jujur ternyata hanyalah sebuah dongeng. Seperti mimpi pernah memiliki pemimpin yang amat peduli dengan masyarakatnya sampai-sampai ia harus merelakan diri menerima perlakuan rasis warganya sendiri yang mengukur moral menurut bajunya sendiri. 

Masyarakat Jakarta ternyata masih lebih suka hidup semrawut, penuh perjuangan menerobos kemacetan akibat banyaknya parkir liar di pinggir jalan dan lapak-lapak PKL yang menjajah kemerdekaan pejalan kaki. Jutaan motor masih akan merajai jalanan, bahkan dulu jalan protokol yang steril oleh lalu lalang  motor kembali  riuh dengan manuver motor yang seperti raja jalanan, berkelok-kelok menghindari lubang ,menyalib dengan akrobatik dan kalau perlu masuk ke pedestrian jika dirasa jalan sudah penuh.

Bagaimana Jakarta masa depan?

Rasanya Jakarta seperti kota percobaan oleh setiap pemimpin yang sedang  berkuasa.Di negara lain konsep kota metropolitan bisa jadi telah terencana berabad- abad, sehingga siapapun pemimpinnya tidak bisa begitu saja mengubah tata kota, payung hukum, serta peraturan lainnya yang tidak boleh dilanggar. karena Ibu kota negara itu adalah icon negara tolok ukur kehidupan sebuah negara maju atau tidak. 

Jakarta ternyata pemimpinnya bisa mengacak-acak peraturan menurut konsep sebagai pemimpin yang terpilih dari pemilihan umum langsung. karena merasa mendapat mandat rakyat ia bisa menerobos peraturan-peraturan yang sudah bagus dikondisikan  dengan pesanan teman, garis partai dan latar belakang religi. 

Penulis menjadi ragu bagaimana Jakarta di masa depan jika setiap pemimpinnya merasa berkuasa untuk mengubah undang-undang, kebijakan publik, master plan hanya untuk meyakinkan rakyatnya bahwa ialah pemimpin yang dipuja rakyatnya karena selalu menurut kemauan rakyat dan dikenang selama memimpin ibu kota, membahagiakan warganya meskipun kota semrawut. bagaimana pilih yang semrawut tapi bahagia ataukah pilih teratur tapi harus kerja keras agar Jakarta bisa bersaing dengan kota modern lainnya sebagai kota bersih, rapi, transportasi publik nyaman terintregrasi, pejalan kaki bebas melangkah tanpa takut tersenggol kendaraan bermotor dan  masyarakatnya disiplin, preman tidak berkeliaran menakut-nakuti warga. Pilihan ada di tangan anda. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun