Penulis itu bukan hanya sekedar ingin mencari popularitas dengan menghalalkan segala cara. Yang konyol adalah jika penulis ingin secepatnya”terkenal” tetapi dengan mengorbankan harga diri melakukan plagiat, copy paste dari tulisan-tulisan entah pengarang besar atau pengarang pemula. Sebuah proses “menjadi” itu bukan hanya karena dengan secepatnya membumbung jauh ke angkasa tapi tiba-tiba jatuh nyungsep, dan hilang ditelan waktu karena melakukan hara-kiri dengan menggadaikan harga diri melakukat plagiat, melakukan kegiatan tidak jujur dengan membohongi public dengan karangan yang sebetulnya bukan miliknya, hanya menyadur, hanya menukil karya orang lain. Tentu seorang penulis akan malu telah melakukan pembunuhan karakter yang berdampak buruk bagi masa depan penulis.
Jujur dalam menulis diperlukan. Jalan hidup seorang penulis itu penuh tantangan, harus melalui sebuah perasaan sunyi, menahan diri bila dikatakan gila, sabar jika di maki sebagai autis atau berbesar hati dikatakan pengkhayal. Bahkan selama hidup harus menyandang sematan “miskin” karena ternyata tulisan yang dihasilkan baru bisa memberinya rejeki sepiring dan belum bisa dibilang mampu memberinya limpahan kekayaan. Tapi seorang penulis yang jujur akan selalu dikenang dan sepanjang sejarah akan terpatri dalam benak pembacanya.
Maka menulislah dengan jujur. Pertapaan seorang penulis akan membawa energi positif bagi orang yang membaca karya-karya penulis. Sebab tulisan yang dihasilkan dari proses merenung, kontemplasi, doa,tahajud, wirit, litani, tentu akan lebih tinggi nilainya. Tidak ada sekat agama, tidak ada pembedaan gender, tidak ada pemisahan ras, tidak ada ujaran kebencian karena sebuah tulisan yang baik itu melintas batas, menembus ruang dan waktu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI