antara membaca di internet dan buku koleksi (vavai.com)
Boleh dikata sekarang ini jamannya internet. Di mana-mana orang menenteng smartphone, membukanya dan dengan gesit menyentuh layarnya dan mengetik. Terbukalah layar dunia beserta informasi, gambar, video dengan cepat. Dunia dalam jangkauan tangan. Mulailah gaya baru manusia menerjemahkan hidup. Tidak perlu susah payah datang k e toko buku, tidak perlu susah payah merogoh kocek, cukup,pegang Gadget, selalu siap dengan koneksi internet, siapkan selalu budjet kuota dan anda akan tersedot dalam pesona dunia maya. Hal ini yang membuat anak-anak generasi milenial memandang sebelah mata buku. Buku yang sekarang ini dipajang di toko-toko buku mulai ditinggalkan. Generasi penggila teknologi itu lebih memilih duduk sendiri, entah di sudut taman, di mal, di kafe-kafe yang bertebaran di kota bahkan di angkringan. Manusia-manusia(termasuk saya juga), asyik menyelam ke dunia maya, menmui teman-teman yang hiruk pikuk mengobral kata di facebook, ngetwit, memasang foto di Instagram, atau mengirimkan meme-meme lucu, serta cerita bomabstis di whatshapp. Untuk menikmati novel, buku tidak perlu capai cukup buka wattpad, langsung menikmati ribuan ceritanya.
Ah, ternyata manusia telah dikendalikan teknologi,banyak yang terjebak dalam sihir gadget tersebut sampai tidak peduli dengan alam sekitar, dan tentu juga lalai untuk menjaga kesehatan pribadi. Bayangkan saja di facebook dengan beraninya mansuia yang katanya terpelajar memaki presidennya sendiri dengan kata-kata yang rasanya tidak pernah diajarkan di bangku sekolah. Itulah produk modern yang sering melupakan etika menulis, etika sopan santun dan etika bahasa.
Buku simbol peradaban
Buku, bagaimanapun juga adalah simbol peradaban, simbol pembelajaran untuk mengajarkan manusia akan pentingnya memilih kata-kata, menyeleksinya hingga mencapai target yang diinginkan agar layak dikonsumsi umum dengan menyaring ujaran yang beradab, menyaring kata  yang tidak layak dikonsumsi publik dan simbol sebuah usaha tekun manusia. Buku, bagaimanapun sebuah proses kreatif. Bisa menulis buku tentu butuh seleksi, butuh riset, direktori, pengeditan, butuh referensi untuk sampai naik cetak. Buku tentu bukan perkara kata-kata spontan. Pada kata-kata yag berderet itu ada sejarah panjang yang membuat buku adalah simbol usaha manusia.
Meskipun internet semakin canggih dan bisa saja menikmati buku lewat e-book, mengkoleksi buku, menderetkannya di ruang keluarga atau ruang kerja di rumah adalah sebuah pencapaian tersendiri. Dulu ketika saya masih  sering pindah-pindah kontrakan barang yang paling merepotkan adalah buku. Koleksi buku saya itu harus dimasukkan ke kardus(berdus-dus bahkan….) Kalau barang lain bisa diloakkan untuk buku bagi saya maaf mengkoleksi buku dan membacanya adalah sebuah ritual. Bahkan majalah-majalah bekas, lama, ataupun kliping-kliping cerpen dari Kompas, Koran Tempo, dan Media Indonesia, terus dibawa dan dimasukkan dus. Duh kelihatannya seperti mendewakan buku tapi begitulah kenyataannya. Dunia buku itu itu seperti candu dan say tidak akan pernah melupakan jasa buku. Semakin mencintai dan menilik kata-katanya rasanya semakin bodoh, karena ternyata banyak hal yang belum diketahui setelah membuka lembar-lembar buku. Setiap buku mempunyai keunikannya tersendiri, setiap pengarang punya kekhasannya tersendiri.
Tetap buku yang terbaik
Di rumah di kantor buku itu berserak memanggil untuk ditilik dan dibaca. Jadi meskipun sudah ada internet, sering berselancar, menilik facebook, membaca kompasiana, detik Tempo.co, Indonesiana, selasar, Kumparan, seword. Buku tetap harus dikoleksi karena dari bukulah pendaran pengetahuan bisa diukur dan bahasa-bahasanya bisa ditelaah lama, diulang-ulang tanpa merasa takut akan kehabisan batere, atau takut kuota internet habis.
Selamat Hari Buku Nasional, semoga buku yang diterbitkan dan ditulis oleh para pengarang, penulis dan pecinta dunia literasi selalu mendapat tempat dihati pembacanya, dan Indonesia tidak mudah terprovokasi oelh kata- kata sampah, yang keluar dari cuitan di media massa. Bagaimanapun buku tetap akan hadir di meja pecintanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H