Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama featured

Menyimak Ujaran Sang Senior Pers, Jakob Oetama

29 November 2016   06:51 Diperbarui: 10 September 2020   08:11 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi membaca Kompas memang harus bijak, sebab banyak ujaran-ujaran yang kalau diperhatikan sebetulnya menohok hati nurani, meskipun kita kurang menyadarinya. Saya mencatat ujaran-ujaran dari Jakob Oetama dan mencoba merasakan arti di balik kata-kata dari Jakob Oetama.

Ini sebuah usaha saya untuk melihat jauh dapur Kompas. Di buku ini saya mendengar istilah ngeli tapi ora keli, ojo gumunan, tapi bagi wartawan, gumunan itu perlu. The message gets across, opinion is free, but facts are sacred.

Menimbang buku inspiratif| Koleksi pribadi
Menimbang buku inspiratif| Koleksi pribadi
Ngeli tapi Ora Keli
Jurnalisme sekarang ini (terutama media sosial) kadang harus dengan frontal bahkan cenderung kasar dalam membuat kritik terutama terhadap rezim yang berkuasa. 

Banyak ujaran keras dan cenderung kasar hingga menyebabkan keributan dalam media massa(dunia maya). Kata-kata provokatif, kata-kata yang menghantam langsung subjek berita kadang tidak lagi memberikan pendidikan nilai sebagai negara yang terkenal sopan santunnya. 

Jika generasi sekarang sering berkat kasar seperti contohnya: ndasmu (untuk model pergaulan orang jawa terutama untuk candaan di Yogyakarta sebetulnya itu hanyalah ungkapan spontan yang tidak menimbulkan efek atau berkonotasi kasar) untuk bereaksi terhadap berita atau memaki kepada orang yang dihormati. 

Kompas memilih kata-kata santun dalam mengkritik, seperti kalau kita melihat tajuk rencana di halaman 4 (sekarang halaman 6). Wartawan Kompas amat memahami ujaran dari Jakob Oetama.

Ada filosofi-filosofi hidup yang akan memberi pencerahan pada tiap wartawan sebelum meliput. Meskipun ikut hanyut tetapi tidak akan hanyut karena wartawan sudah dibekali prinsip jurnalisme yang jelas.

Saya salut, dengan ujaran-ujaran dari Sang 'Guru', Sang Maestro jurnalisme santun.

Wartawan Harus Gumunan
Hal ini bisa juga berlaku pada penulis. Tanpa gumunan (kagum, penasaran) seorang penulis tidak akan banyak mendapat ide. Penulis harus sering bereksplorasi, membaca, mencari pengetahuan baru atau melanglang buana untuk mendapat pengetahuan-pengetahuan baru. 

Demikian juga guru harus selalu penasaran terhadap pengetahuan sehingga ilmunya terus berkembang. Berbeda dengan perkataan presiden kedua, yaitu ojo gumunan (dengan pengartian lain) wartawan penulis memang dituntut harus gumunan supaya karyanya terus selalu menemui kebaruan.

The Message Gets Across
Jurnalisme selalu memberikan porsi besar terhadap kritik. Tapi kritik kadang menjadi akhir dari media massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun