Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sakit Hati

11 Maret 2016   11:21 Diperbarui: 4 April 2017   16:37 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="gambar-gambarlucublogspot.com"][/caption]

Perasaan benci membuat Sakit hati

Sepanjang perjalanan hidup manusia, dendam, benci, cinta, marah, sedih, terluka akan selalu hadir. Ia adalah watak manusia yang melekat dalam segenap sumsum tulangnya, aliran darahnya, renik-renik di otaknya. Sesiapapun tidak terkecuali rohaniwan, Pendeta, pastur, Ustadz. Munafik jika manusia tidak pernah merasakan perasaan cinta, atau benci atau dendam.

Benci akan selalu terkait dengan rasa cinta, dari cintapun akhirnya bisa berakhir dendam jika cinta tidak terbalas. Siapapun manusia pasti pernah merasakan indahnya cinta tapi sungguh sesiapapun pernah merasakan pahitnya ditolak. Kesuksesan sejati pastilah telah melalui proses kecewa, gagal, dan sedih. Sukses pastilah setiap orang melalui sebuah fase di mana akan muncul gesekan-gesekan persaingan, rasa benci yang menggelegak saat ada perbedaan visi antar dua manuisa atau lebih. Begitu juga dengan kehidupan berumahtangga. Akan selalu ada rasa cemburu, cinta, benci dan dendam.

Manusia perlu melewati setiap tahaban kehidupan sehingga saat dewasa ia bisa berpikir bijak tidak semata menumpahkan emosi, menumpahkan kemarahan, menumpahkan kesal dengan menutup mata terhadap kenyataan bahwa sesungguhnya mansuia mebutuhkan cinta, toleransi dan rasa saling menghargai. Tidak ada manusia yang sempurna serratus persen sempurna, maka ketika mansuia berangkat menuju kesempurnaan yang muncul adalah pergesekan persepsi. Apabila tidak ada kata sepakat, yang muncul adalah rasa benci, jika tetap tidak bisa menghilangkan rasa benci, yang kemudian mengemuka adalah dendam dan jika dendam terlalu lama dibiarkan merajalela akan hadir kesumut yang membuat manusia lupa daratan, lupa pada kekuatan lain yang bisa menetralisir rasa benci yaitu kekuatan memaafkan.

Sakit hati itu menjadi tanda bahwa mansuia tengah terluka hatinya oleh perkataan atau oleh gesture tubuh yang membuat ia merasa dibully, dilecehkan, diserang kehormatan dan harga dirinya. Akan semakin runyam bila manusia tidak segera introspeksi atas rasa sakit hati yang tertanam lama di dalam hati. Apabila pasangan suami istri telah samapi tahab itu, perlu upaya pihak ketiga atau dengan kesadaran sendiri untuk mencoba berbicara dari hati ke hati.

Sepanjang pengetahuan saya, kejadian itu akan selalu ada dalam setiap rumah tangga. Ada yang bisa mengelola konflik itu, ada pula yang akhirnya memutuskan untuk berpisah karena perbedaan prinsip yang terlalu mencolok dan rasanya susah digiring lagi untuk mendapatkan momentum rekonsiliasi. Manusia diberi otak dan rasa untuk merasakan betapa setiap manusia itu punya susuanan, syaraf, sel-sel otak yang tidak ada yang sama satu sama lainnya. Dalam menghadapi persoalan ada orang yang menanggapinya dengan amat sabar, ada pula yang lebih dominan menumpahkan dengan emosi yang meledak-ledak. Orang yang berpikir dengan emosi akan lebih terpicu adrenalinnya saat melihat orang yang terlalu sabar dan terkesan lembek, begitu sebaliknya orang yang amat sabarpun bisa sangat berbahaya jika suatu saat pertahananya goyah. Ia akan lebih ganas karena emosinya terpendam jauh dilubuk hati, apabila akhirnya dia tidak bisa menahan emosi maka hatinya akan koyak moyak.

Untuk seperti permenungan di atas saya perlu menulis. Saya bisa menilai bahwa saya termasuk orang dengan tipe sabar, tapi bisa menyimpan bara sakit hati itu dalam waktu lama. Saya orang yang mudah memaafkan tapi akan selalu terkenang oleh kata-kata yang menyakitkan hati. Setiap perjalanan manusia terutama saya sangat menyadari berbagai gejolak jiwa itu. Ada dampak yang signifikan yang membuat tubuh menjadi lemah, mudah capai dan ada perasaan tidak berguna lagi. Ada rasa putus asa, atas ketidakberuntungan menghadapi masalah yang mengurung, ada pula harapan agar badai akan segera berlalu berganti dengan rasa bahagia yang bisa menyejukkan perasaan dan menumbuhkan adrenalin lagi untuk menutup rasa sakit hati dengan mengobarkan cinta kasih.

Bagaimana mengatasi segala persoalan hidup itu?

Ada banyak cara ada orang yang merasa ia harus berdoa untuk menekan rasa benci luar biasa terhadap segala permasalahan yang hadir, ada yang memberikan tip manis yaitu relaksasi dengan meditasi, yoga, olah raga untuk menyegarkan pikiran dan emosi. Setiap orang mempunyai cara berbeda dalam memecahkan persoalan yang menghinggapi hidup dan kehidupan manusia. Ketika sekarang banyak muncul kasus pembunuhan dengan cara mutilasi, menggunakan racun mematikan, mempergunakan trik seperti layaknya mafia, atau dengan cara militer. Semua itu muncul karena sumbat kasih sayang telah mampat. Yang ada tinggal kesumat yang sudah sampai di alam bawah sadar mereka.

Persoalan hidup selalu akan muncul dan setiap  manusia perlu membuat skala prioritas. Menata kehidupan dan memanfaatkan waktu dengan kegiatan yang berguna. Sakit hati itu sebuah pengalaman dan pengalaman itu akan memberi pelajaran hidup. Saya anda dan siapa saja pasti pernah merasakan bagaimana rasanya sakit hati. Pengalaman saya menghadapi sakit hati adalah berusaha memaafkan atas peristiwa yang sudah terjadi. Tidak mudah dan teramat sulit tapi jika ada tekad untuk memperbaiki dan melupakannya semuanya bisa terjadi. Setiap agama mengajarkan cinta kasih, setiap agama pasti mengajarkan bagaimana mengubur dendam kesumat yang  hadir dalam hati. Doa yang tulus akan membantu saya dan siapa saja untuk lepas dari kerak benci yang menempel dalam tubuh. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun