Aku pikir akulah yang terbodoh saat ini, memahami dunia seperti memahami dunia film
bodoh karena aku terjebak sendiri dalam perang opini yang tak pernah selesai ujung pangkalnya,
aku masuk dalam  betapa bundet ruwetnya ruangan otak manusia saat ini.
Betapa tidak, banyak manusia ingin melompat jauh ke awang-awan
sementara kemampuan melompatnya hanya sebatas di trap tangga di depannya.
Kalau aku sadar hanya punya bakat segenggam, aku harus pastikan meraup kesempatan 4 genggam,
akhirnya aku stress, pusing dan tidak sadarkan diri.
Aku menuntut banyak dari kemampuanku yang terbatas tapi ingin meraih rembulan dengan cepat.
Aku berkayal mempunyai cara meraih impian tanpa ku sadari kuda-kudaku tidak kuat untuk menyangganya.
Aku melihat saudara, tetangga, teman karib, sahabat, telah menapaki jenjang hidup sukses sementara aku iri
masih merasa nasibku berjalan di tempat.
Dengan melihat pergumulan-pergumulan bathinku saat ini, aku merasa Tuhan tidak adil!
Mengapa aku tidak lebih baik dari orang lain, mengapa aku hanya terlahir dengan berbagai masalah yang tidak pernah berhenti
menyandera kehidupanku.Ini tidak adil, ini diskriminasi, aku protes Tuhan, aku mengajukan keberatan!
Aku hanya buruh, aku hanya guru, aku hanya ....
Seabreg hanya... menjadi alasan manusia untuk tidak berpuas diri...mengeluh dan merasa nestapa
Aku manusia menjadi pengagum dari sederet mimpi yang tergelar di depan mata, begitu silau hingga terjebak dalam dunia yang penuh fatamorgana. Aku manusia, Â terjebak dalam mimpi-mimpi dalam khayalan tingkat tinggi.
Sebegitu bencinya ketika seorang pemimpin berkarya, menggebu bekerja, melompat jauh ke depan seperti katak,Â
sementara ongkang-ongkang kaki mengharap ada durian runtuh, mengharap ada hoki di tahun monyet
tanpa usaha keras.
Bangun, bangun begitu suara hatiku berkata, kau perlu bermimpi tapi juga harus bekerja, bermimpi tapi tidak berkarya itu bodoh
bekerja keras tanpa target itu membabi buta, melompat tanpa awalan itu nonsen.
Semua terukur sesuai dengan kapasitas masing-masing. Keadilan itu bukan berarti sama rata sama rasa.
Keadilan itu soal pencapaian diri, lompatan katak tentu beda dengan lompatan kangguru.
Buruh tidak harus punya mobil untuk bisa dikatakan sukses dan bahagia,Â
guru tidak harus punya rumah tiga lantai mobil dua unit untuk bisa dikatakan sukses berkeadilan.
Tiap orang sudah diberi garis batasÂ
Aku pikir tidak perlu sesat berpikir bahwa keadilan itu berarti sama
keadilan itu hakiki tapi tidak perlu mendewakan keadilan untuk menanamkan kebencian membabi buta.
Â
Suara hatiku adalah  desau angin pagi hariÂ
yang membisikku bekerja keras, tapi tidak usah terlalu ngoyo
ia hadir saat manusia tengah terkikis identitasnya
karena haru biru godaan yang menumpulkan nurani, tergoda oleh iblis
yang ingin meraih kebahagiaan dengan melewati batas nalar dan kemampuan.
Kata suara hatiku jangan sesat pikir memahami suara hatimu.
Diam sejenak, hidupkan sunyi, telusur dengan penuh konsentrasi, hening
Setelah itu baru kau dengar suara hatimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H