Hari hari belakangan ini Jakarta tengah terjebak oleh tamu yang rutin datang. Beliau adalah banjir yang merepotkan aktifitas masyarakat yang super sibuk. bayangkan berapa trilyun kerugian yang diderita oleh masyarakat yang mempunyai daya jual tinggi di seantero Indonesia. Mobil. secara rutin menyemut datang dari barat, timur Selatan, Timur barat menuju Jakarta. kalau anda sempatkan duduk di menara Saidah (apa kabarnya gedung ini, atau dari gedung tinggi di wilayah Cawang) lalu pandangi nun ke arah tol dari Cikampek menuju jakarta anda akan melihat mobil berbaris seperti semut memenuhi jalan bebas hambatan!(Yang benar jalan penuh hambatan, hehehe). Nongkrong di samping patung pancoran lalu lihat ke bawah Lihatlah muntahan motor saat lampu menjadi hijau, persis seperti perilaku semut saat mendapatkan gula khan. Jutaan mobil dan motor itu bergegas menuju dan keluar Jakarta setiap hari, trilyunan rupiah berhasil berputar oleh jasa para pengendara tersebut. Mereka akan bahagia saat isentifnya keluar setiap bulannya. Trilyunan rupiah menjadi milik para pengendara tersebut(termasuk saya). Hujan kegembiraan merekah dari para commuter meskipun setiap hari harus berjibaku dengan kemacetan, merayap menyusul Tol yang tidak lagi jalan bebas hambatan. Mereka berlomba kembali ke peraduan, meski esok paginya kembali datang menghadirkan kemacetan akut.
Ketika tamu besar bernama banjir datang datang pula sumpah serapah, makian kasar dan halus beradu dan berhamburan di media sosial. Jakarta menjadi kubangan besar yang disana-sini di penuh genangan(Ini cara penyebutan halus atau sindiran??!!)Titik-titik kemacetan bertambah panjang. Jakarta yang penuh kubangan bertambah ramai oleh sindiran, makian, ungkapan rasa kecewa yang bebas tertulis di media sosial.
Saya termasuk orang yang senang berkomentar, tapi mencoba tidak mengeluh apalagi mengumpat tentang banjir. Rasanya jakarta secanggih apapun tetaplah akan banjir. Ya, mau mengeluh tapi tidak mau berkontribusi meminimalisir banjir ya percuma. Kalau perilaku buruk membuang sampah sembarangan masih dilakukan dan tidak ada perbaikan dari diri masing-masing untuk membantu pemerintah, banjir tetaplah akan menjadi teman abadi penduduk Jakarta.
Kalau di bilang bercanda mungkin ini setiap hari khan Jakarta sudah kebanjiran mobil dan motor sekali-sekali yang datang bukan mobil tapi air. Coba kalau Jakarta datang banjir bandang otomatis mobil dan motor enggan datang, mereka akan memarkir mobil di rumah sambil ngopi atau ngeteh. Saat dingin karena limpahan hujan yang tidak berhenti mereka buka laptop, panteng internet dan iseng berkomentar tentang banjir. nah, pasti makian sedap muncul banjirlah makian dan umpatan. Sekali- sekali Jakarta bebas polusi ya Brow( meski sedih juga karena yang datang tamu yang tak diharapkan datang).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H