Mohon tunggu...
Dwi Atmaja Nuladani
Dwi Atmaja Nuladani Mohon Tunggu... Administrasi - Life is Simple

Don't Forget Happy

Selanjutnya

Tutup

Roman

Jalan Cinta yang Senyap nan Berliku

3 Juli 2024   21:04 Diperbarui: 4 Juli 2024   05:06 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perasaan mencintainya muncul secara tiba-tiba dikala dulu berharap untuk tidak mencitainya. Disisi lain apakah ini karma atau memang benar-benar perasaan mencintainya? Ya let it flow. 

   Konyolnya disaat belum tumbuhnya perasaan mencintai yang mana aku sempat iseng menanyakan kabar dan obrolan kita mengalir, obrolan dia memecah hening yang melanda kesepianku hari demi hari, namun aku disisi lain menganggap hal biasa, entah bagaimana perasaan yang dia alami. 

   Seiring berjalannya waktu, orang yang paling berharga dalam hidupku yaitu sang ibu berharap kelak aku bersanding dengannya di pelaminan, sontak aku pun menolak bahkan aku pun sampai berharap kelak supaya tidak berjodoh dengannya. Entah ini suatu karma, harapan yang berbanding terbalik atau doa yang dipanjatkan orang tua terutama di sepertiga malam. Perasaan yang awal mulanya keras, kosong, hampa tiba-tiba mulai melunak seketika melihat senyumannya saat pertama kali kami mengerjakan suatu tugas. Entah apa betul ini perasaan mencintai atau karma atau doa yang dipanjatkan sang ibu? 

    Seketika setelah yang tadinya perasaan ini sangat hampa nan keras akan cinta tiba-tiba melunak dan mendorong aku untuk menghubunginya seperti dulu lagi. Dan tentunya aku pun berharap obrolan kita seperti dulu lagi yang mana selalu menemani hari demi hari memecah hening yang sunyi.

   Namun apalah dayaku, ternyata dia tidak seperti dahulu lagi yang selalu menyematkan pesan ceria, gembira, tertawa didalam obrolan kami. Dia bahkan membuat hari-hariku yang sunyi bercampur aduk berkecamuk menjadi satu dengan rindu yang mana sampai detik ini bersemayam di hati yang pilu. 

   Setiap berjumpa dengan dia, selalu hatiku berdebar melihat paras wajahnya nan anggun, aku sangat terkesima dengan senyumannya. Tentunya rasa berdebar hati itu karena dari melunaknya perasaan yang sebelumnya keras nan hampa. Harapan yang tadinya aku menolak bersanding dengannya seketika berubah dan aku pun sangat berharap bersanding dengannya di pelaminan.

   Tetapi, semua tergantung takdir skenario Tuhan bagaimana juga ini merupakan proses ujian sang hamba untuk dilewati dengan ikhtiar, tawakkal dan doa. Agar selalu diberikan  kebesaran hati untuk selalu tetap kuat saat diuji sang Maha Membolak-balikkan Hati. Dan aku masih bertahan untuk mencintainya dalam diam nan senyap, sebelum ada suatu ikatan diantara kami. Akan tetapi, sangat gembira sekali aku kalau pada akhirnya dia merupakan pendamping hidupku. Kalau pada akhirnya kita tidak bersanding di pelaminan, itu karena Tuhan tau apa yang terbaik dan semakin menumbuhkan rasa syukur bisa melewati fase cinta yang senyap nan berliku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun