Pada episode delapan ini, di awali dengan Shin Woo yang menyadari tentang pisau perak yang berubah warna. Pisau itu ternyata adalah bagian dari jarum perak pemberian raja kepada Tabib Yoo. Saat mengecek pada kotak jarum yang di pegang oleh Eun Woo, ia menyadari bahwa satu pisau hilang.
Inspektur Im rupanya masih memiliki ambisi ingin menguasai klinik. Kali ini dia merayu Tabib Yoo agar berkerja sama dengannya. Namun Tabib Yoo tetap menolak.
Episode delapan semakin seru dengan munculnya wabah. Wabah ini menyebar dengan begitu cepat. Gejala yang ditimbulkan wabah menyerupai cacar yaitu muncul ruam di kulit. Tabib Yoo mengira bahwa itu adalah wabah cacar. Semua orang berkumpul di klinik dan berharap dapat disembuhkan.
Klinik menjadi kian padat dan ramai. Tabib Gye dan Tabib Yoo berusaha keras mengobati pasien. Sementara Eun Woo memberi tahu kepada ayahnya dan Shin Woo. Namun mereka belum mendengar tentang penyebaran wabah di wilayah lain. Mereka akhirnya memutuskan memblokir desa agar wabah tidak menyebar ke tempat lain.
Saat itu Inspektur Im mendengar pembicaraan Eun Woo dan ayahnya mengenai wabah. Dia pun pergi ke toko obat dan membeli semua obat-obatan yang ada. Inspektur Im ingin menjual kembali obat itu dengan harga yang jauh lebih tinggi. Sehingga dia bisa mendapat keuntungan berkali lipat.
Karena inspektur Im tidak mau memberikan obat-obatan itu kepada Tabib Gye, akhirnya Tabib Gye memutuskan merampok gudang inspektur Im.
Dengan sebuah rencana matang, akhirnya mereka berhasil mengosongkan gudang Inspketur Im. Setelah berhasil, mereka tidak hanya mendapat obat penurun demam, mereka juga menemukan herba-herba langka, seperti Hangsacho.
Saat menggunakan hangsacho sebagai obat wabah, Tabib Gye menyadari bahwa yang terjadi bukan wabah cacar, melainkan sesuatu yang lain. Namun ketika itu Tabib Gye belum cukup yakin. Setelah itu, demi tidak menyebarkan wabah ke banyak orang, akhirnya diputuskan bahwa orang-orang yang terkena wabah harus dikarantina di pondok yang berada di hutan.
Tabib Yoo dan Eun Woo tidak setuju hal itu. Namun Tabib Gye setuju demi mengurangi risiko. Terlebih ketika ada korban meninggal dari wabah itu. Akhirnya orang-orang di klinik, dipindah ke pondok di hutan.
Tabib Gye pun menyadari bahwa hal itu bukan tentang wabah cacar, melainkan tentang herba beracun yang langka yaitu Dansacho. Dia pun mengingat kembali saat gurunya mati di tangan penasihat negara. Saat itu, sang guru memiliki gejala sama, yaitu muncul ruam berwarna ungu.Â