Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu tokoh pendidikan di Indonesia yang mendapat gelar Bapak Pendidikan Indonesia memiliki pemikiran-pemikiran yang luar biasa dalam konsep pendidikan. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Pada tanggal 16 Desember 1959 oleh pemerintah Indonesia ditetapkan hari lahir beliau sebagai Hari Pendidikan Nasional. Bagi Pendidikan Indonesia beliau membawa ajaran yang sangat terkenal yaitu Patrap Triloka:
"Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani"
Kaitannya dengan Guru, istilah tersebut dapat diartikan bahwa sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru harus mampu di depan memberi contoh atau dapat menjadi panutan murid-muridnya, di tengah membangun minat/kemauan murid-muridnya untuk belajar dan mengembangkan diri dan di belakang guru harus memberikan dorongan atau semangat kepada murid-muridnya untuk dapat belajar mengembangkan diri sesuai dengan kodratnya. Baik sebagai manusia, maupun sebagai anggota masyarakat.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai pemimpin pembelajaran, seorang guru tentu sangat dekat dengan proses pengambilan keputusan. Baik keputusan di dalam kelas, maupun dalam lingkup yang lebih luas seperti sekolah maupun masyarakat. Dari sudut pandang ini, setelah keputusan diambil tentu seorang guru harus mampu dan berani bertanggung jawab akan keputusannya. Mengingat posisinya sebagai "sung tuladha" bagi murid-muridnya. Untuk itu, sangat penting bagi guru untuk mengembangkan nilai-nilai kebajikan dalam dirinya agar terpancar kepada murid-muridnya di kelas.
Sebagai guru, nilai-nilai yang ada dan tertanam dalam diri kita tentu berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan. Seorang guru yang memiliki nilai berpihak pada murid, tentu dalam setiap pengambilan keputusan akan mempertimbangkan muridnya. Ia akan cenderung menggunakan prinsip pengambilan keputusan dengan landasan berpikir barbasis rasa peduli kepada murid-muridnya. Selain itu, ia juga akan menerapkan prinsip pengambilan keputusan dengan berpikir berbasis peraturan. Keduanya bermuara pada murid. Jadi sudah seharusnya kita semua mengembangkan nilai-nilai kebajikan pada diri agar pengambilan keputusan dalam kelas maupun sekolah juga memiliki nilai-nilai kebajikan yang dapat mengantarkan murid mengembangkan dirinya dengan selamat dan bahagia.
Sebuah dilema etika atau bujukan moral kadang menjadi masalah bagi seorang pemimpin pembelajaran. Hal tersebut dapat muncul dari murid, rekan sejawat (guru dan tenaga kependidikan) ataupun dari lingkungan sekitar. Apabila dilema etika atau bujukan moral tersebut dialami oleh murid, sudah barang tentu guru memiliki kewajiban untuk membantu mereka mengambil keputusan. Oleh karenanya, seorang guru dapat menerapkan praktik "coaching" kepada muridnya. Hal serupa sangat mungkin terjadi pada rekan sejawat, atau bahkan pimpinan kita. Dalam kondisi yang demikian, praktik coaching dapat dijalankan sesuai kebutuhan. Dari sini dapat disimpulkan bahwa materi coaching sangat erat kaitannya dengan materi pengambilan keputusan.
Kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya dilema etika. Seorang Guru dituntut untuk menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional agar dapat memahami, menghayati, dan mengelola emosi (kesadaran diri). Guru juga harus menetapkan dan mencapai tujuan positif (pengelolaan diri), kemudian merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain (kesadaran sosial), membangun dan mempertahankan hubungan yang positif (keterampilan berelasi), serta membuat keputusan yang bertanggung jawab. (pengambilan keputusan yang bertanggung jawab). Kaitannya dengan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab tersebut tentu termasuk keputusan masalah dilema etika di kelas, maupun di sekolah. Dengan keterampilan yang baik akan sosial emosionalnya, guru akan semakin bijaksana dalam mengambil keputusan.
Studi kasus mengenai masalah moral atau etika menunjukkan bahwa seorang pemimpin pembelajaran (Guru) menggunakan nilai-nilai yang dianut oleh dirinya. Seorang guru yang menganut nilai kolaboratif, tentu akan mengambil keputusan melalui musyawarah (diskusi) dengan pihak-pihak terkait. Guru yang meyakini adanya nilai keberpihakan pada murid juga tentu akan sangat mempertimbangkan aspek murid. Begitu juga dengan guru yang meyakini adanya nilai kemandirian, apabila dapat diselesaikan bersama pihak terdekat, tentu ia akan berusaha menyelesaikan secepatnya tanpa harus meluas kepada pihak lain. Dengan demikian nilai-nilai yang dianut oleh seorang Guru harus benar-benar dioptimalkan agar keputusan yang diambil dapat memenuhi segala kebutuhan murid baik di masa kini maupun di masa mendatang.
Pengambilan keputusan yang tepat akan lebih dapat diterima oleh semua pihak. Ketika semua pihak dapat menerima putusan tentu berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Lingkungan yang demikian akan mendorong budaya yang positif dan pada akhirnya mendukung peningkatan kualitas lingkungan belajar bagi murid. Kondisi yang demikian harus terus diupayakan oleh semua pihak baik kepala sekolah, guru, murid, orang tua maupun masyarakat secara luas.
Dalam menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilemma etika kadang belum tentu berjalan mulus. Bahkan terkadang masalah berkembang. Untuk itu, perlu adanya antisipasi-antisipasi sebelum keputusan diambil. Tantangan yang paling berat adalah ketika bersangkutan dengan sebuah aturan hukum. Hal demikian biasanya teridentifikasi ketika uji legal maupun uji regulasi dilakukan. Apabila dimungkinkan adanya pelanggaran pada sebuah aturan, tidak jarang harus dilakukan perubahan paradigma. Terkait dengan perubahan paradigma tersebut penting untuk dikaji lebih dalam agar di kemudian hari tidak tersandung masalah hukum. Artinya kita perlu memikirkan jangka panjang yang mungkin dapat terjadi.
Keputusan yang kita ambil saat ini akan mempengaruhi kualitas pembelajaran di kelas atau budaya yang terbangun di sekolah. Agar kita dapat selalu menuntun tumbuh kembangnya murid sesuai kodratnya kita berhati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan sampai keputusan yang kita ambil justru merenggut kemerdekaan murid di kelas. Dalam hal memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda, guru perlu terus mengasah kemampuan dirinya. Guru yang terampil akan dapat memenuhi kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda. Mereka juga dapat mengoptimalkan segala potensi yang dimili oleh setiap murid.Â
Perlu kita sadari bersama bahwa sebagai seorang guru, kita perlu memenuhi kebutuhan murid untuk kehidupannya di masa yang akan datang. Kita dapat berupaya membangun dan menjaga suasana lingkungan yang kondusif bagi perkembangan murid sesuai kodratnya. Pengembangan potensi murid yang dilakukan oleh guru saat ini, akan mempengaruhi kehidupan/masa depan murid. Murid yang dibiasakan kerjasama misalnya, akan mereka gunakan terus dalam menjalani hidup bermasyarakat kelak. Atau murid yang dilatih untuk menghargai, mereka akan dapat dengan lapang dada menerima perbedaan di masyarakat. Oleh sebab itu, seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan perlu dipertimbangkan matang-matang agar masa depan murid dapat lebih baik dari generasi ke generasi.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berkaitan dengan pengambilan keputusan berkaitan erat dengan modul-modul sebelumnya. Pembelajaran ini juga diperlukan dalam menerapkan konsep-konsep yang dipelajari pada modul sebelumnya. Pengalaman-pengalaman dalam pengambilan keputusan, akan mematangkan diri seorang pemimpin pembelajaran. Keterampilan pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh guru dalam menjalankan perannya di kelas.
Pengambilan keputusan mengenai dilemma etika dan bujukan moral dapat dilakukan melalui 4 paradigma yaitu individu melawan kelompok, rasa keadilan melawan rasa kasihan, kebenaran melawan kesetiaan, atau jangka pendek melawan jangka panjang. Dalam prosesnya, pengambilan keputusan dapat menggunakan tiga prinsip, yaitu berpikir berbasis hasil akhir, berpikir berbasis peraturan atau berpikir berbasis rasa peduli. Putusan tersebut dapat diambil melalui 9 langkah. Putusan tersebut dapat diuji melalui pengujian benar atau salah dan pengujian paradigma benar lawan benar.
Sebelum mempelajari modul ini, penulis pernah menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi dilema etika. Sebagian paradigma sama dengan yang dialami, dasar pengambilan keputusannya juga mengarah ke murid, dan prinsip pengambilan keputusan bahkan sebagian langkah-langkah sudah dilakukan hanya saja bedanya dalam kesempatan sebelumnya belum memahami konsep teorinya. Sedangkan setelah mempelajari modul ini baru merasakan ternyata apa yang dilakukan sebelumnya termasuk dalam konsep yang dipelajari.
Khikmah dari mempelajari konsep ini bagi saya adalah dapat lebih memahami banyak hal mengenai pengambilan keputusan. Setelah mempelajari modul ini tentu mengubah cara saya mengambil keputusan dari yang sebelumnya belum mempertimbangkan 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan, 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian keputusan sekarang saya harus mencoba menerapkannya untuk keputusan yang lebih tepat, benar dan dapat mendorong tumbuhnya potensi murid untuk kehidupan mereka di masa yang akan datang.
Sebagai seorang individu maupun sebagai seorang pemimpin, topik pada modul ini sangat penting sebagai bekal dalam pengambilan keputusan di kelas maupun di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H