Mohon tunggu...
Dwi Astono
Dwi Astono Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pengetahuan ialah untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengambilan Keputusan Dilema Etika dan Bujukan Moral di Sekolah

13 Februari 2023   23:05 Diperbarui: 13 Februari 2023   23:19 24270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu tugas yang harus diselesaikan oleh calon guru penggerak angkatan 6 adalah melakukan wawancara kepada Kepala Sekolah di sekelilingnya untuk suatu analisis atas penerapan proses pengambilan keputusan berdasarkan pengetahuan yang telah dipelajarinya tentang berbagai paradigma, prinsip, pengambilan dan pengujian keputusan di sekolah. Selain itu, kegiatan ini juga memiliki tujuan untuk mendapatkan sebuah wacana tentang praktik pengambilan keputusan yang selama ini dijalankan, terutama untuk kasus-kasus yang di mana nilai-nilai kebajikan saling bersinggungan, atau untuk kasus-kasus dilema etika yang sama-sama benar. Wawancara dilakukan kepada dua orang Kepala Sekolah.

Sabtu pagi tanggal 11 Februari 2023 saya berkunjung ke SD Negeri 3 Gondowulan Kecamatan Kepil Kabupaten Wonosobo yang dipimpin oleh Ibu Siti Rohanah, S.Pd. Sampai di sana saya tertuju pada salah seorang karyawan sekolah saya menanyakan keberadaan sang pimpinan lalu saya ditunjukkan ke sebuah gedung baru yang merupakan sebuah perpustakaan. Kemudian saya menyapa beliau di depan pintu masuk. Lalu saya diajak ke sebuah ruang tamu sekolah.

Setelah beberapa saat kami berbincang, saya menyampaikan maksud kedatangan saya. Singkat cerita, Bu Siti selaku kepala sekolah siap untuk saya wawancarai. Karena dilema etika dan bujukan moral adalah dua istilah yang belum begitu familier di telinga kami, saya pun sedikit mengulas dua istilah tersebut hal ini saya lakukan agar informasi yang saya dapatkan mendekati yang saya inginkan.

Ketika mengajukan pertanyaan pertama kepada Bu Siti mengenai bagaimana beliau dapat mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral beliau menjawab bahwa sejauh ini beliau tidak melakukan identifikasi secara khusus. Namun beliau akan mempelajari dan menyimpulkan terhadap kasus yang terjadi. Kesimpulan tersebut akan digunakan sebagai bahan tindak lanjut pengambilan keputusan baik dilema etika maupun bujukan moral.

Kemudian saya melanjutkan ke pertanyaan kedua yaitu mengenai pengambilan keputusan di sekolah terutama untuk kasus-kasus di mana ada dua Kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan. Beliau menjawab bahwa jika diperlukan pengambilan keputusan maka terlebih dahulu beliau melakukan koordinasi atau musyawarah kepada pihak-pihak terkait seperti guru orang tua atau pihak lain yang diperlukan. Langkah ini dilakukan tidak hanya untuk masalah yang serupa, akan tetapi dilakukan untuk beberapa masalah lain yang memang mendesak untuk segera diambil keputusan.

Dalam mengambil keputusan berkaitan dengan dilema etika maupun bujukan moral kepala SD Negeri 3 Gondowulan ini tidak memiliki prosedur yang baku. Akan tetapi beliau akan selalu mengusahakan kepada jalan musyawarah mufakat. Apabila diperlukan beliau akan melibatkan komite sekolah, orang tua,/ali atau bercurah pendapat kepada orang yang dipandang lebih kompeten. Namun demikian, Bu Siti selalu mengedepankan skala prioritas.

Ada beberapa hal yang selama ini dianggap efektif oleh Bu Siti dalam pengambilan keputusan pada kasus dilema etika. Sebagai contoh musyawarah dengan beberapa orang atau pihak yang terlibat dalam situasi tersebut. Dalam musyawarah Bu Siti mengumpulkan fakta-fakta yang relevan berkaitan dengan masalah. Setelah dilakukan pertimbangan yang matang baru kemudian beliau mengambil keputusan. Tentunya pada saat yang sama diperlukan cara berpikir yang jernih agar keputusan yang diambil tepat. Cara ini mungkin juga efektif untuk pengambilan keputusan selain masalah terkait dilema etika maupun bujukan moral.

Sejauh ini tantangan yang dihadapi oleh Bu Siti dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika adalah ketika berhadapan dengan guru senior yang belum tentu sepaham. Sebagai orang baru, beliau mengalami rasa canggung. Beliau sadar bahwa rasa canggung tersebut lama-kelamaan akan hilang namun Bu Siti menganggap bahwa di awal karier sebagai Kepala Sekolah mengatasi rasa canggung tersebut bukan merupakan suatu yang mudah. Sehingga baginya membutuhkan waktu tenaga dan pikiran untuk berlatih mengalahkan rasa tersebut.

Bu Siti tidak memiliki sebuah tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika. Beliau lebih kepada menyesuaikan masalah yang ada. Apabila masalah tersebut menuntut untuk segera diselesaikan maka beliau akan langsung menyelesaikan di tempat. Namun tidak jarang juga bu Siti menjumpai masalah yang proses penyelesaiannya membutuhkan musyawarah atau bahkan harus berguru kepada orang yang lebih kompeten.

Menurut Bu Siti sejauh ini seseorang atau faktor-faktor yang mempermudah atau membantu beliau dalam pengambilan keputusan khususnya kasus-kasus dilema etika adalah teman ataupun orang yang lebih kompeten (berpengalaman) terhadap topik masalah tersebut. Apabila menghadapi sebuah masalah namun beliau tidak memiliki pandangan mengenai sosok yang mempermudah tersebut beliau akan memilih jalan musyawarah. Beliau memiliki keyakinan bahwa semakin sering bertemu dengan masalah maka pengalamannya akan semakin kaya dan tentunya keterampilan mengambil keputusan juga akan meningkat.

Dari beberapa hal yang disampaikan di atas ada sebuah pembelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman mengambil keputusan berkaitan dengan dilema etika. Salah satu pembelajaran tersebut adalah bahwa setiap pengambilan keputusan penting untuk dilakukan musyawarah baik dalam lingkup yang kecil maupun pada lingkup yang lebih luas.

Berbeda dengan apa yang disampaikan bu Siti, seorang Kepala SMP Negeri 2 Kalibawang bernama Subaryono Ini mengkonfirmasi kepada saya bahwa selama ini beliau mengidentifikasi kasus-kasus yang merupakan dilema etika atau bujukan moral berjalan lebih kondisional. Kadang kasus tersebut langsung dapat diidentifikasi dengan logika. Akan tetapi, kadang memang baik itu dilema etika maupun bujukan moral membutuhkan pemikiran yang jernih dan bahkan terkadang harus melibatkan orang lain dalam identifikasi. Hal ini disebabkan karena tidak jarang yang namanya kasus datang secara bersamaan.

Dalam menjalankan pengambilan keputusan di sekolah terkait kasus-kasus di mana ada dua kepentingan yang sama-sama benar atau sama-sama mengandung nilai kebajikan, pak Subaryono mengambil langkah melalui kolaborasi (musyawarah). Selain itu, beliau juga dalam pengambilan keputusan, pertimbangan didasarkan pada regulasi yang berlaku. Hal ini dilakukan untuk menghindari pelanggaran terhadap aturan. Selain itu, beliau juga mempertimbangkan sisi kemanfaatan agar putusan yang diambil adalah keputusan yang benar dan tepat.

Beliau tidak selalu berpatokan pada langkah-langkah tertentu, namun beliau memiliki keyakinan bahwa dalam mengambil keputusan, kita tidak boleh berprinsip bahwa orang lain selalu suka/sependapat dengan keputusan yang kita ambil karena keputusan kita belum tentu benar. Selanjutnya apabila ada pihak lain yang tidak sependapat dengan kita, kita tidak boleh membencinya. Dari pernyataan beliau ini terasa sejuk untuk kita resapi bersama. Tergambar sosok kematangan beliau.

Saat digali lebih dalam mengenai hal-hal apa saja yang selama ini dianggap efektif dalam pengambilan keputusan pada kasus-kasus dilema etika, beliau menjawab kondisional. Singkat, padat, jelas. Saya memahami bahwa karakteristik setiap masalah berbeda-beda. Kadang juga orang yang terlibat dalam suatu dilema etika maupun bujukan moral berbeda. Hal itu tentu butuh penanganan/pertimbangan yang berbeda dalam pengambilan keputusan. Mungkin itu sebabnya beliau menjawab kondisional.

Dalam pengambilan sebuah keputusan, terkadang kita bertemu dengan suatu hal yang tidak kita sukai. Hal ini menjadi salah satu tantangan bagi Bapak Kepala Sekolah yang satu ini. Meski begitu, beliau menambahkan bahwa kita tidak perlu terbawa emosi. Sebab dengan emosi yang berlebihan akan mempengaruhi keputusan yang kita ambil.

Ketika ditanya tentang tatakala atau jadwal tertentu dalam sebuah penyelesaian kasus dilema etika, langsung menyelesaikan di tempat, atau memiliki sebuah jadwal untuk menyelesaikannya beliau menjawab penyelesaian didasarkan pada kompleksitas masalah. Hal itu juga disesuaikan dengan siapa saja yang terlibat. Beliau tidak memiliki prosedur khusus, akan tetapi beliau lebih mengedepankan kolaborasi.

Pak Subaryono berpendapat bahwa faktor yang mempermudah atau membantu beliau dalam pengambilan keputusan dalam kasus-kasus dilema etika adalah tidak bekerja sendiri. Selain itu, kita juga perlu memaksimalkan sumber daya yang ada untuk bersama-sama memikirkan keputusan untuk sebuah solusi. Di antara dilema etika itu, pasti ada yang lebih dibutuhkan dan kita dapat memperhitungkan resiko yang akan terjadi.

Pembelajaran yang dapat dipetik versi pak Subaryono adalah bahwa dalam mengambil sebuah keputusan baik sebelum, proses pengambilan dan pasca pengambilan kita harus sabar. Menurut beliau, penting untuk senyum dalam setiap kondisi perasaan. Selain itu, dalam proses tersebut akan sangat membantu jika ada sebuah kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun