Penentuan impor terhadap komoditas strategis juga ditentukan oleh pemegang kekuasaan. Berdasarkan uraian itu terlihat bahwa kekuatan politik memengaruhi bagaimana sistem ekonomi di suatu negara bekerja.Â
Misalnya, ekonomi liberal, terpimpin atau campuran. Jika ekonomi liberal, alokasi sumber daya akan ditentukan kekuatan pasar. Sebaliknya, pada sistem ekonomi terpimpin, alokasi sumber daya ditentukan pemerintah.
Fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor rawan penyimpangan. Jika Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai pelaksana lapangan kurang cakap mengantisipasi, impor secara riil akan bertambah.Â
Akibatnya, peningkatan ekspor sebagai tujuan hanya sebatas data di atas kertas, tidak riil. "KITE (kemudahan impor tujuan ekspor) ini lama ditunggu eksportir karena mengambil restitusi itu tak gampang.Â
Jadi, jika hal ini dilakukan, selain mempermudah, juga membantu cash flowperusahaan," kata ekonom Sustainable Development Indonesia Dradjad Hari Wibowo di Jakarta, Selasa (10/12/2013).
Pemerintah mengeluarkan peraturan menteri keuangan tentang KITE. Fasilitasnya terdiri atas dua skema.Â
Pertama adalah penambahan insentif fiskal. Selama ini insentif berupa pembebasan bea masuk bahan baku dan bahan penolong untuk ekspor dengan mekanisme restitusi pajak.Â
Melalui aturan baru ini, bea masuk langsung dibebaskan saat barang masuk pelabuhan. Ada pula tambahan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Skema kedua adalah kemudahan perizinan dan peningkatan kualitas pelayanan fasilitas. Misalnya penyederhanaan persyaratan dan otomasi pengajuan perizinan. Dradjad mendukung pemberlakuan KITE.Â
Namun, ia mengingatkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai agar cakap mengantisipasi potensi penyimpangan. Setidaknya ada dua modus.
Pertama, memanipulasi dokumen barang impor yang semestinya tidak termasuk kategori. Misalnya mengimpor barang jadi, tetapi dalam dokumen disebutkan bahan baku untuk ekspor sehingga bebas bea masuk.