Mohon tunggu...
Dwi Aprilia
Dwi Aprilia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Halo

Dwi Aprilia lahir di Jakarta pada bulan April. Anak kedua dari dua bersaudara. Saat ini sedang gemar menulis di blog dan melukis di atas kanvas.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Walking Tour: Menelusuri Ibu Kota dengan Cara yang Asik

26 Maret 2022   13:14 Diperbarui: 26 Maret 2022   13:26 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Filateli yang sekarang dikenal dengan Pos Bloc tahun 2022 (Dokpri)


Pekan lalu saya menyempatkan diri mengikuti walking tour bersama kawan menelusuri jalanan di pusat Jakarta tepatnya di sekitar kawasan Masjid Istiqlal. Saya sudah lama ingin mengikuti walking tour ini, ternyata memang seru sekali. Rute walking tour pertama saya ini disebut sebagai rute New Batavia. Mengapa disebut New Batavia? Menurut informasi yang diberikan oleh tour guide, Kak Risma dari TimeGap, pada tahun 1808 saat Herman Willem Daendles diangkat menjadi Gubernur Jenderal di Batavia, kebijakan awal Daendles adalah memindahkan pusat kota yang berada di Old Batavia (sekitar Jakarta Kota) yang dianggapnya sudah tidak sehat ke daerah yang lebih tinggi dan jauh dari ancaman musuh, dinamakan dengan Weltevreden yang melingkupi daerah Sawah Besar, Jakarta Pusat, terbentang dari RSPAD Gatot Subroto hingga Museum Gajah. Maka setelah kebijakan dari Daendles ini, kota Batavia makin bertumbuh pesat. Rute walking tour New Batavia ini meliputi, Masjid Istiqlal, Gereja Kathedral, Lapangan Benteng, Kantor Pos, Kementerian Keuangan, Pos Bloc, Kali Pasar Baru, dan pemberhentian terakhir di Pasar Baru. 

Masjid Istiqlal tahun 2022 (Dokpri)
Masjid Istiqlal tahun 2022 (Dokpri)

Destinasi pertama yang dikunjungi ialah Masjid Istiqlal. Masjid terbesar di Asia Tenggara yang memiliki luas sekitar 9.5 hektare ini dapat menampung sebanyak 200.000 jamaah. Pada awal pembangunan Masjid Istiqlal, terdapat perdebatan yang terjadi antara Soekarno dan Hatta mengenai lokasi masjid ini. Soekarno ingin Masjid Istiqlal dibangun di lokasi bekas benteng Belanda Frederick Hendrik dan Taman Welhelmina yang terletak di antara Jalan Perwira, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Lapangan Banteng, Jalan Kathedral, dan Jalan Veteran. Sedangkan Hatta mengusulkan lokasi pembangunan masjid di tengah pusat Jakarta yaitu di Jalan Thamrin. Akhirnya Soekarno memutuskan Masjid Istiqlal dibangun di lahan bekas benteng Belanda yang bersebelahan dengan Gereja Kathedral. Pembangunan masjid ini menghabiskan waktu kurang lebih 17 tahun.

Gereja Kathedral tahun 2022 (Dokpri)
Gereja Kathedral tahun 2022 (Dokpri)


Perjalanan berlanjut ke destinasi kedua yaitu, Gereja Kathedral. Gereja yang merupakan gereja Katolik pertama di Jakarta ini awalnya tidak berlokasi di jalan Kathedral seperti yang kita tahu saat ini, melainkan di daerah Senen dan diresmikan pertama kali pada Februari tahun 1810. Namun pada tanggal 27 Juli 1826 terjadi kebakaran di daerah tersebut hingga menyebabkan gedung gereja ini terbakar. Setelah melalui tahap yang panjang, akhirnya pada tahun 1901 Gereja Kathedral diresmikan pada tahun 1901. Gereja Kathedral dikenal juga dalam bahasa Belanda dengan nama De Krek van Onze Lieve Vrouwe Ten Homelopneming atau dalam bahasa Indonesia disebut Santa Maria Pelindung Diangkat ke Surga. Gereja ini menggunakan arsitektur bergaya Neo Gotik ala Eropa yang sangat lazim ditemukan di bangunan gereja beberapa abad lalu.

Lapangan Banteng tahun 2022 (Dokpri)
Lapangan Banteng tahun 2022 (Dokpri)


Perjalanan dilanjutkan menuju Lapangan Banteng. Lokasi Lapangan Banteng tidaklah jauh karena tepat di samping Gereja Kathedral. Saya dan rombongan walking tour hanya butuh waktu sekitar beberapa menit saja hingga sampai di depan gerbang masuk Lapangan Banteng. Pintu masuk Lapangan Banteng yang kami datangi tepat berhadapan dengan Hotel Borobudur. Berdasarkan buku "Atlas Sejarah Jakarta" karya A. Heuken, Lapangan Banteng pada tahun 1648 saat masih dikuasai oleh Anthony Paviljoen yang saat itu masih merupakan rawa dan ladang. Pada tahun 1828, lapangan ini bernama Waterloonplein dan dijadikan sebagai tempat mencari udara segar. Sebelumnya lapangan ini disebut sebagai Lapangan Singa karena lokasi ini terdapat tugu singa yang merupakan monumen kemenangan Belanda atas Perancis pada pertempuran di Waterloo, Belgia. Soekarno menganti nama Lapangan Singa menjadi Lapangan Banteng pada tahun 1950. Lalu pada tahun 1963 dibangun Monumen Pembebasan Irian Jaya yang sampai saat ini masih tegak berdiri. Saat ini Lapangan Banteng difungsikan sebagai taman, tempat berolahraga, tempat pameran, dan penyelenggaraan pertunjukkan seni.

Gedung Kesenian tahun 2022 (Dokpri)
Gedung Kesenian tahun 2022 (Dokpri)


Setelah sekitar 10 menit berada di Lapangan Banteng, kami melanjutkan perjalan ke Kantor Pos, Kementerian Keuangan, dan singgah sebentar di Gedung Kesenian Jakarta. Gedung ini merupakan bangunan tua peninggalan Belanda yang terletak di Jalan Gedung Kesenian, Jakarta Pusat. Gedung yang dibangun pada tahun 1821 ini dulu dikenal dengan nama Theater Schouwburg Weltevreden, disebut juga dengan Gedung Komedi.

Gedung Filateli yang sekarang dikenal dengan Pos Bloc tahun 2022 (Dokpri)
Gedung Filateli yang sekarang dikenal dengan Pos Bloc tahun 2022 (Dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun