Mohon tunggu...
Dwi Apriliyanti
Dwi Apriliyanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Untuk tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Apakah Mereka yang Berbeda Tidak Boleh Menggapai Mimpinya?

24 Oktober 2024   12:17 Diperbarui: 24 Oktober 2024   12:29 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut data, sebanyak 22,97 juta jiwa atau sekitar 8,5% dari jumlah penduduk Indonesia adalah seorang penyandang disabilitas. Sebesar 3,3% penyandang disabilitas berada pada usia produktif yaitu pelajar. Namun tidak semua mendapat pendidikan formal pada Sekolah Umum maupun Sekolah Luar Biasa (SLB). 

Dari Sini dapat dikatakan bahwa masih adanya kesenjangan pendidikan antara penyandang disabilitas dengan pendidikan non-disabilitas. Memicu pertanyaan, apakah mereka yang berbeda tidak boleh menggapai mimpinya, dan bagaimana dengan hak-hak mereka yang belum terealisasikan?

Salah satunya terjadi pada seorang siswa SMK asal Tangerang, penyandang disabilitas tuli sejak usia 3 tahun yang terpaksa melepas alat bantu dengar miliknya saat melaksanakan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) pada Seleksi Nasional Berdasarkan Tes (SNBT) karena dicurigai sebagai penjoki. 

Universitas terkait menyangga dengan mengatakan bahwa ujian yang dijalani bersifat visual dan tidak memerlukan bantuan apapun. 

Jelas tindakan ini membawa pengaruh besar, siswa mengaku kehilangan fokus karena kondisi telinganya yang bising. Hal ini tentu berakibat fatal pada ujian yang dilakukan, terlebih nilai UTBK sangat krusial dalam perjuangan pelajar menggapai Universitas yang diinginkan. 

Kondisi ini menggambarkan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap penyandang disabilitas di sekitarnya. Sebagai makhluk sosial, kepekaan pada kondisi orang lain yang berbeda dengan orang umumnya perlu dikuatkan sebagai langkah awal yang bisa dilakukan untuk mengurangi diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.

 Masyarakat harus belajar memahami bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk merasa dihargai dan merasa diperhatikan terlepas dari kondisinya yang berbeda. Hal ini dapat membantu masyarakat sadar pada kondisi penyandang disabilitas di sekitar mereka. 

Membangun rasa empati juga diperlukan sebagai bentuk menghargai kondisi mereka. Masyarakat dapat belajar bagaimana keseharian mereka dengan kondisi tersebut. Tentang tantangan yang mungkin dihadapi selama ini dan cara mereka menghadapinya. 

Dari pengalaman tersebut masyarakat mungkin bisa terinspirasi untuk menjalani hal-hal positif yang mereka lakukan. Hal ini akan membuat masyarakat lebih mengerti bahwa mereka jauh berbeda dengan stigma negatif yang ada. Mengerti keadaan mereka akan membuat kita lebih mengerti kebutuhan yang mereka perlukan. 

Membangun komunikasi dengan mereka juga bisa dilakukan dengan mempelajari bahasa isyarat. Untuk membuat mereka lebih nyaman saat berkomunikasi dengan kita maka tidak ada salahnya untuk mempelajari hal tersebut.

 Banyak manfaat positif yang bisa didapatkan dengan mempelajari bahasa isyarat. Bahasa isyarat juga memudahkan para penyandang disabilitas dalam hal pendidikan yang masih yang masih memiliki ketimpangan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun