Mohon tunggu...
Kadek Dwiantara
Kadek Dwiantara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Halo Semeton!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah dan Rangkaian Upacara Hari Raya Galungan

9 November 2021   21:28 Diperbarui: 9 November 2021   21:53 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejarah dan Rangkaian Hari Raya Galungan.

                Umat Hindu memiliki banyak sekali hari raya atau hari suci yang memiliki tujuan untuk memperingati hal-hal tertentu. Salah satu hari raya tersebut adalah hari raya Galungan. Galungan merupakan hari raya umat hindu yang diperingati setiap 6 bulan sekali, yaitu pada Budha Kliwon wuku Dungulan. Tiap-tiap umat hindu di daerahnya masing-masing memiliki pelaksanaan perayaan-perayaan yang berbeda-beda. Umat hindu di dunia memperingati Hari Raya Galungan sebagai peringatan kemenangan Dharma atas Adharma sekaligus sebagai peringatan lahirnya semesta atau jagad raya ini.

Sejarah hari raya Galungan merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui oleh seluruh umat Hindu. Kata Galungan berasal dari bahasa jawa kuno yang memiliki pengertian sebagai 'kemenangan'. Jadi, tidak salah lagi jika hari raya Galungan memiliki makna sebagai kemenangan Dharma atas Adharma. Berdasarkan pada lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan di Bali pada hari purnama Kapat tepat Budha Kliwon Dungulan tahun saka 804 atau 882 Masehi. 

Latar belakang sejarah hari raya Galungan berawal dari kisah seorang raja keturunan raksasa bermana Mayadenawa. Raja Mayadenawa merupakan raja yang memiliki sifat yang kejam dan diceritakan memiliki kesaktian yang sangat hebat yang diperoleh dari hasil keteguhan dan ketekunan imannya ketika memohon kepada Dewa Siwa. Dengan kesaktiannya tersebut, Mayadenawa berhasil menguasai jagat Bali dan meluas hingga sampai ke Lombok, Blambangan, Bugis, dan Sumbawa. Namun, kesaktian yang dimilikinya tersebut membuatnya menjadi sombong. Mayadenawa menghancurkan semua pura yang ada dan melarang semua rakyatnya untuk menyembah dewa. 

Dia ingin semua rakyatnya hanya menyembah dirinya. Melihat kondisi dimana pura-pura dihancurkan dan juga masyarakat yang mengalami ketakutan, datanglah seorang pendeta Bernama Mpu Sangkul Putih yang menjadi pemecah permasalahan mengenai kekejaman Mayadenawa. Diceritakan bahwa pada saat itu sang Pendeta melakukan meditasi ataupun yang disebut tapa yoga di pura Besakih dengan tujuan untuk memohon petunjuk dari para dewa. 

Dalam meditasinya tersebut, Mpu Sangkul Putih mendapat petunjuk dari Dewa Mahadewa untuk meminta bantuan ke Jambu Dwipa, salah satu tempat di India. Akhirnya, bala bantuan datang dari India dan juga dari Kahyangan yang dipimpin oleh Dewa Indra. Setelah itu, terjadilah perang dahsyat dan menewaskan banyak pasukan dari kedua belah pihak. 

Megetahui pasukannya berada dalam kondisi kekalahan, pada malam harinya, ketika jeda perang, Mayadenawa memiliki siasat licik. Dia berubah wujud untuk menyelinap ke pasukan Dewa Indra dan meracuni sumber air yang ada. Mayadenawa masuk dengan mengendap-ngendap dan berjalan dengan memiringkan kakinya. 

Hal tersebut kemudian menjadi asal-usul dari penamaan Tampak Siring. Namun, sumber air yang diracuni tersebut berhasil diatasai oleh Dewa Indra dengan kesaktiannya. Sumber air tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Tirta Empul. Pengejaran terhadap Mayadenawa kemudian dilanjutkan oleh Dewa Indra beserta pasukannya. 

Dalam pengejaran tersebut, Mayadenawa sempat bersembunyi di dalam goa yang kemudian goa tersebut dinamakan Goa Mayadenawa. Selain itu, dia juga sempat berubah wujud menjadi burung besar atau disebut dengan Manuk Raya yang menjadi asal-usul dari nama Desa Manukaya. 

Pada akhirnya, semua siasat licik Mayadenawa mampu diatasi oleh Dewa Indra dan Mayadenawa berhasil dikalahkan. Kemenangan Dewa indra terhadap Mayadenawa inilah yang kemudian menjadi simbol kemenangan Dharma atas Adharma yang kemudian diperingati sebagai hari raya Galungan sampai generasi sekarang. Begitulah latar belakang sejarah dari Hari Raya Galungan.

Di Bali sendiri, peringatan hari raya Galungan memiliki banyak rangkaian upacara, baik itu sebelum Galungan maupun sesudah Galungan. Rangkaian-rangkaian upacara Galungan adalah sebagai berikut :

  • Tumpek Pengatag

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun