Di bawah naungan senja yang temaram,
Terlukis wajahmu dalam semburat lembayung.
Harapan yang dulu menyala, kini kian pudar perlahan,
Tersembunyi di balik bayang-bayang malam.
Engkau, penari di atas panggung mimpi,
Menggapai bintang dengan tangan gemetar.
Setiap langkahmu menggema dalam sunyi,
Namun langkah itu, sayang, tersendat oleh takdir yang hampa.
Malam menebarkan selimut kelam,
Dan dalam kegelapan, kau mendengar bisikan angin.
Ia berbisik tentang cita-cita yang terserak,
Seperti serpihan kaca yang menggores hati.
Keberuntungan, sang dewi yang tak terduga,
Berdiri di balik tirai yang tak tersingkap.
Ia mempermainkan waktu dan ruang,
Meninggalkanmu dalam labirin tanpa ujung.
Langit yang dulu cerah kini kian mendung,
Awan-awan kelabu menutup cahaya.
Engkau berdiri di tepi jurang penantian,
Dengan langkah tertahan oleh beban kecewa.
Tanganmu yang pernah meraih mimpi,
Kini menggenggam asa yang tersisa.
Namun, janganlah kau layu dalam penantian,
Karena di balik malam, fajar menanti.
Waktu mungkin tak berpihak kali ini,
Namun matahari tetap setia bersinar.
Engkau, yang berjalan dalam bayang-bayang,
Suatu hari akan menemukan cahayanya.
Dalam sajak sunyi ini, kuberikan salam,
Untuk mereka yang belum disapa keberuntungan.
Karena di setiap akhir malam yang pekat,
Terdapat fajar yang menunggu untuk tersenyum kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H