The Super Insurgent Group of Intemperance Talent, band hardrock yang pernah menjadi headliner pada PSIKOPAD Supernova, event yang pernah kami selenggarakan di Yogyakarta saat masih SMA beberapa tahun yang lalu. Dari segi tema lagu yang mereka angkat, menurut saya mereka adalah band yang unik. Di saat band-band lain banyak yang mengangkat tema percintaan, The SIGIT justru sebaliknya. Ya, kadang saya juga merasa bosan mendengarkan lagu bertema cinta. Kadang lirik lagu bertema cinta terasa begitu memuakkan. Seperti yang disindir oleh Cholil-Efek Rumah Kaca, "Lagu cinta melulu."
Salah satu tembang dari The SIGIT yang mencuri perhatian saya adalah Ring of Fire. Secara tidak langsung, tembang ini bertema bencana. Rekti Yoewono sebagai songwriter dalam band ini menuliskan lirik berbunyi, "There's a moment we can't survive." Memang letak geografis kita di Asia Tenggara ini sangat rawan terhadap ancaman bencana alam seperti gempa bumi dan erupsi gunung berapi. Lokasi yang rawan bencana alam ini melingkari Samudra Pasifik dan berbentuk seperti cincin sehingga disebut cincin api pasifik (ring of fire). Kini Aceh dan Jepang sudah pernah menjadi korban dari ring of fire ini. Fakta ini membuat kita harus menghadapi kenyataan bahwa seolah hanya masalah waktu saja bagi kita untuk kembali dihantam bencana alam selanjutnya. Kita tahu bahwa yang namanya bencana itu berada di luar kuasa kita. There's a moment we can't survive, seperti kata Rekti. Oleh karenanya kita harus tahu diri dan memohon perlindungan pada-Nya. Rekti pun juga cukup menyindir kita dengan liriknya, "People forsaken of what they believe." Lewat Ring of Fire-nya, Rekti sudah mengingatkan kita agar selalu sadar dan siaga atas segala sesuatu yang di luar kuasa kita sebagai manusia.
This land of fire
This land could bleed
In every disaster there's a faulter to seek
People meander, wait to retreat
People forsaken of what they believe
Does it matter? It's only matters for a while
Feel like we're fixing to die
Only loneliness keep us alive
No shoulder left to cry