Asalamualaikum khalayak ramai. Kali ini saya ingin menulis sesuatu tentang musik (lagi).
Baru dua hari yang lalu saya menonton Ngayogjazz, salah satu festival jazz terbesar di Jogja. Ini bukan pertama kalinya saya menonton event legendaris ini. Seingat saya ini Ngayogjazz ketiga yang saya tonton.
Kali ini Ngayogjazz terasa spesial untuk saya. Kenapa? Karena ini adalah kedua kalinya Ngayogjazz diadakan di kampung halaman kakek saya, di Desa Brayut. Untungnya buat saya, saya jadi tidak perlu repot-repot bayar parkir dan berjalan jauh dari tempat parkir karena saya bisa langsung masuk ke desa dan parkir di rumah kakek saya sendiri. Hahaha.
Seperti biasa, event ini selalu menyedot banyak penonton. Saya tidak pernah melihat desa kakek saya seramai itu sebelumnya. Ribuan orang memadati desa kecil Brayut. Saya sudah berada di venue sejak siang, karena saya ingin menonton teman lama saya yang turut tampil saat itu. Namanya Arya, dia tampil dua kali bersama dua band berbeda. Ya, walaupun sebenarnya saya bosan melihat dia karena sudah terlalu sering saya menonton dia perform. Hahaha. Tapi setidaknya saya turut bangga kalau ada teman sepermainan saya yang turut serta meramaikan event sebesar Ngayogjazz. Oh iya, band teman saya ini baru saja merilis debut albumnya. Nama bandnya Koala, albumnya berjudul Di Antara. Rencananya hari ini saya akan membeli albumnya. Secara pribadi, saya juga turut bangga memiliki teman sepermainan yang berprestasi dan produktif menghasilkan karya seperti ini...
Salah satu artis yang jadi target untuk saya tonton di Ngayogjazz waktu itu adalah Dewa Budjana. Saya sangat bernafsu menonton Budjana karena penasaran. Budjana adalah salah satu musisi yang belum pernah saya tonton secara live sebelumnya. Tapi apa mau dikata, saking ramainya, saya tidak bisa menonton Budjana karena penonton terlampau padat. Benar-benar berdesak-desakan saat itu! Mana tubuh saya kecil lagi. Daripada tubuh saya hilang ditelan massa, terpaksa saya menyerah menonton Budjana dan memutuskan untuk kembali kerumah kakek saya yang tidak jauh dari panggung utama tempat Budjana perform.
Setelah sampai di rumah kakek saya, bapak saya bertanya, "Kowe mau nengdi?" Lalu saya jawab, "Arep nonton Budjana tapi raiso, ramene ra ketulungan." Kemudian bapak saya bilang, "Wes kowe mengko tak kancani, tak golekke dalan." Saya ragu, bagaimana bapak saya bisa bilang mau mencarikan saya jalan? Orang saya saja tadi sudah benar-benar menyerah, tidak bisa menembus kerumunan massa yang begitu padat. Tapi ternyata memang bapak saya ini beneran tau jalan. Setelah itu bapak saya mencarikan saya jalan memutar desa yang akhirnya menembus bagian yang lebih sepi, jadilah saya mendapat spot yang luar biasa jelas untuk menonton panggung utama, walaupun dari kejauhan. Wah payah, tau begitu sejak awal saya ngikut bapak saya, jadi bisa nonton Budjana. Memang pada dasarnya desa Brayut adalah desa tempat bapak saya tumbuh besar, jadi wajar kalau bapak saya tau seluk beluk desa Brayut. Nyesel juga saya sejak awal tidak bareng dengan bapak saya...
*****
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, saat itu desa kecil Brayut dipenuhi lautan manusia. Benar-benar ramai! Belum pernah saya lihat desa Brayut seramai itu sebelumnya. Apalagi di depan panggung utama, panggung tempat Budjana dan Syaharani perform. Di sekitar panggung itu benar-benar padat oleh massa. Padahal desa Brayut hanyalah desa kecil yang masih banyak persawahan dan jauh dari pusat kota Jogja. Dari situ saya berpikir, bagaimana bisa orang-orang dari berbagai tempat, mungkin banyak yang dari luar provinsi, atau bahkan turis asing, tua-muda, laki-laki maupun perempuan, bisa tertarik datang ke sebuah desa kecil yang jauh dari perkotaan? Dalam hati saya merasa bahwa salah satu hal yang membuat mereka datang adalah musik. Ya, musik. Walupun mungkin banyak juga yang datang karena hanya ingin pacaran, ingin eksis, atau sekedar jalan-jalan saja. Tapi melihat padatnya massa di sekitar panggung utama saat itu, mengartikan bahwa memang musik-lah yang membuat ribuan orang malam itu berkumpul, sekalipun berkumpul di desa antah berantah.
Disinilah saya berpikir, bahwa sesungguhnya musik memiliki kekuatan. Kekuatan untuk menyatukan. Kekuatan untuk memadukan. Orang rela datang dari jauh, rela berdesak-desakan, rela capek hanya karena 'disatukan' oleh nada. Ya, orang rela mengorbankan waktu dan tenaganya karena terpanggil oleh 'nada'. Orang-orang itulah yang kita sebut sebagai penggemar. Dan penggemar menjadi salah satu pihak yang berperan sangat besar dalam musik. Banyak band atau musisi yang mengakui bahwa hal yang membuat mereka 'hidup' adalah para penggemarnya. Contohnya Adit, bassist dari The SIGIT. Beliau pernah mengakui bahwa apa yang dilakukannya bersama band-nya adalah dari dan untuk Insurgent Army, penggemar The SIGIT. Contoh lagi, JKT48. Mereka sebagai idol group mengusung konsep 'tumbuh bersama fans'.
Saya pun juga seorang penggemar yang memiliki idola saya sendiri. Dari situ, saya berpikir. Bagaimana seharusnya saya berperan dan menempatkan diri saya sebagai seorang penggemar atas idola saya?
Sebagai seorang penggemar, saya berpikir bahwa selayaknya kita menempatkan diri di belakang dan di depan para seniman idola kita. Di belakang mereka, sebagai penggemar kitalah yang memotivasi mereka, yang memberi inspirasi, dan mendorong mereka untuk terus produktif berkarya. Kitalah yang menÂ-support mereka dalam kondisi apa pun. Tak jarang sebuah band diterpa masalah bukan? Misalnya saja ada anggota yang keluar atau apalah. Di situ menjadi tugas kita untuk tetap memberi dorongan moral kepada mereka. Betul?
Setelah itu, maka selanjutnya peran kita untuk menempatkan diri di depan mereka. Tepatnya di depan panggung mereka. Dimanapun mereka perform. Di hadapan panggung mereka inilah kita ada untuk menonton mereka, untuk menikmati musik bersama, untuk sing along bersama, untuk have fun bersama. Dan yang paling penting, untuk memberikan tepuk tangan pada mereka setelah mereka selesai perform. Itulah esensinya. Selain have fun bersama, peran kitalah untuk memberi apresiasi dan penghormatan atas apa yang sudah mereka kreasiakan. Betul?
*****
Seperti yang sudah saya katakan, bahwasanya musik memiliki kekuatan untuk menyatu-padukan. Bagi saya, there's a magic inside music. Artinya, musik dapat menguatkan kita. Buktinya, setiap negara memiliki lagu kebangsaan yang memperkuat persatuan bangsanya bukan? Dan saya juga sudah mengatakan bahwa peran kita untuk memposisikan diri di depan dan di belakang seniman idola kita. Sebagai penggemar musik, saya pun memiliki idola. Salah satunya adalah Black Rebel Motorcycle Club (BRMC). Mereka adalah band dari San Francisco. FYI, band ini sekarang sedang diterpa masalah besar. Drummer BRMC, Leah Shapiro sekarang tengah menderita sebuah penyakit langka bernama Chiari Malformation. Tidak penting itu penyakit apa. Yang jelas ini adalah penyakit yang menyerang otak, dan mengakibatkan gangguan pada koordinasi gerak anggota tubuh. Kasarnya, anggaplah penyakit ini bisa menyebabkan lumpuh. Sejujurnya, saya shock saat mendengar kabar bahwa Leah menderita penyakit seperti ini. Satu-satunya jalan mengatasi penyakit ini adalah dengan operasi. Dan seperti yang kita tahu, biaya untuk operasi bedah otak tidaklah ringan. Tapi Alhamdulillah, berkat usaha dari penggemar dan keluarga besar BRMC dari seluruh dunia, sebuah campaign bernama GoFundMe untuk Leah telah berhasil mengumpulkan dana yang digunakan untuk membantu meringankan beban biaya operasi Leah. Operasinya sendiri dijadwalkan di akhir November ini. Artinya, kemungkinan besar minggu ini Leah akan naik ke meja operasi.
Untuk itu, kepada siapa pun penggemar seni musik yang membaca tulisan ini, saya mengajak untuk menjalankan peran kita sebagai penggemar dari belakang. Mari kita tunjukkan bahwa kita ini 'ada'. Besok, ketika Leah sudah naik ke meja operasi, dia akan sendirian. Leah akan sendirian berjuang melawan operasinya. Hanya ada dua kemungkinan. Operasinya berhasil, atau gagal. Kita tak pernah tahu berapa besar kesempatan yang dimiliki Leah. Dan saya tidak akan membiarkan Leah sendirian di meja operasi besok. Oleh karenanya, kepada siapa pun yang membaca tulisan ini, saya memohon bantuan kekuatan doa dari kalian. Saya memohon kepada siapa pun yang membaca tulisan ini untuk ikut menemani Leah dengan doa. Ketika Leah berada di atas meja operasinya, hanya doalah kekuatan yang bisa kita salurkan kepadanya.
Sekali lagi, bahwasanya musik bisa menyatukan dan menguatkan. Maka kepada siapa pun yang membaca tulisan ini, atas nama musik saya mengajak untuk bersatu menguatkan Leah dari belakang. Kepada siapa pun saya mohon untuk ikut menemani Leah dengan doa saat dia sendirian di atas meja operasi. Hanya kekuatan doa yang bisa kita kirim untuk Leah. Selebihnya, kita hanya bisa berharap yang terbaik untuk Leah. Saya berharap Leah bisa melewati operasinya dengan sukses, dan setelahnya bisa pulih dengan cepat. Hingga pada akhirnya, kita bisa kembali menikmati aksi panggung dari salah satu female drummer paling rock n roll di dunia.
Get well soon, Leah. Wish you a safe surgery and speedy recovery. Amin. Terima kasih kepada semuanya yang telah memberi dorongan moral untuk Leah. Terima kasih juga pada semua yang sudah membaca coretan saya ini. Wasalamualaikum...
Yogyakarta, 25 November 2014
Dwian K. Hendra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H