Umur kelapa sawit yang sudah lebih dari dua puluh lima tahun akan membuat kelapa sawit menjadi tidak produktif sehingga membuat biaya produksi petani sawit menjadi semakin lebih tinggi.Â
Harga yang murah dan biaya produksi yang tinggi, inilah yang membuat para petani khususnya di provinsi Riau semakin dalam merasakan pahitnya derita kerugian.
Untuk mengatasi persoalan kelapa sawit yang sudah mencapai umur yang tidak produktif tersebut, pemerintah provinsi Riau sebenarnya sudah memiliki program "replanting" atau peremajaan kelapa sawit. Tapi program ini menghadapi berbagai kendala di lapangan dalam merealisasikan program tersebut, diantaranya :
Pertama, menyangkut dana replanting sawit yang diberikan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) yaitu sekitar Rp. 25 juta atau 41 persen dari total biaya replanting per-hektar dengan maksimal lahan yang diberi bantuan adalah 4 hektare yang diberikan secara hibah, dengan syarat lahan perkebunan tersebut tidak berada di lokasi hutan dan tidak berdekatan dengan sungai. Namun, faktanya 27 persen lahan perkebunan kelapa sawit rakyat berada di lokasi hutan. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 903/MENLHK/SETJEN/PLA.2/12/2016.
 Kedua, sebagian besar petani kelapa sawit tidak memiliki tabungan yang cukup pasca terjadinya replanting.Â
Ketiga, BDPD-KS dan  perbankan merasa kesulitan membantu mendanai replanting tersebut karena terbentur legalitas (sertifikasi) lahan.Â
Dan Keempat, isu terkait dengan kelembagaan atau pola kemitraan di dalam peremajaan yang akan dilaksanakan.
Program peremajaan kelapa sawit adalah sebuah program yang sangat mendesak untuk segera dilakukan pemerintah provinsi Riau. Sebenarnya ada beberapa cara yang penulis sarankan agar dapat dipertimbangkan oleh pemerintah Provinsi Riau untuk mengatasi permasalahan sawit ini, diantaranya:
Pertama, pemerintah daerah perlu memperkuat peran dan posisi Koperasi atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk melakukan kerjasama dengan para petani sawit dalam memberikan pinjaman dana ataupun bersama-sama melaksanakan program replanting tersebut.
 Kedua, Institusi keuangan melakukan upaya penciptaan produk keuangan khusus dengan suku bunga yang jauh lebih rendah dan peminjaman dana tersebut dapat dilunasi saat kebun sawit telah berbuah, serta tanpa membebani para petani kelapa sawit dengan syarat-syarat yang sulit untuk mereka penuhi.Â
Ketiga, mempermudah regulasi dalam legalitas lahan agar para petani mendapatkan kepastian hukum.Â