Bukan hanya minyak bumi yang membuat provinsi Riau dijuluki sebagai negeri yang kaya raya. Selain di dalam perutnya mengandung minyak, Riau disebut negeri yang kaya raya - karena di atas perutnya tumbuh pohon-pohon kelapa sawit yang di dalam buahnya juga mengandung minyak.Â
Di atas minyak, di bawah minyak, inilah yang telah membuat Riau dijuluki oleh banyak orang sebagai negeri yang kaya raya. Tapi kekalkah julukan ini?
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan: "memelihara lebih sulit daripada membangun". Jika kita terapkan pepatah ini kepada julukan yang diberikan kepada provinsi Riau, maka memelihara julukan sebagai negeri yang kaya raya itu lebih sulit daripada membangun julukan tersebut. Ungkapan itu tampaknya benar. Itulah yang mulai dirasakan terutama oleh para petani sawit di Provinsi Riau.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 jumlah total luas areal Perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau mencapai sebesar 2.493.176 hektar (ha). Produksi minyak sawit mentah (CPO) terbesar pada tahun 2017 berasal dari Provinsi Riau sebesar 8.721.148 ton atau 22,4 persen  dari total produksi Indonesia.Â
Dengan  produktivitas sebesar 4.078 kg/Ha, jumlah petani sebanyak 533.905 KK dan jumlah tenaga kerja sebanyak 553.301 orang. Sedangkan dari sisi PDRB sektor pertanian/perkebunan terhadap dasar harga konstan menurut lapangan usaha pada triwulan IV tahun 2018 sebesar 32.215,17 miliar rupiah. Merupakan PDRB sektoral tertinggi setelah sektor pertambangan dan migas.
Tingginya PDRB sektoral tidak berbanding lurus terhadap tingkat kesejah teraan petani sawit di Provinsi Riau, pasalnya jumlah pendapatan yang dihasilkan oleh petani sawit di provinsi Riau tidak sebanding dengan jumlah pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani tersebut. Itu artinya para petani sawit mengalami kerugian.Â
Ketika para petani mengalami kerugian, maka keberadaan kelapa sawit sebagai salah satu dari dua penyebab yang menyebabkan provinsi Riau dijuluki sebagai negeri yang kaya raya tidak dapat lagi dipertahankan kebenarannya.Â
Terjadinya perang dagang antara Amerika Serikat (USA) dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) ditenggarai sebagai penyebab utama yang membuat para petani kelapa sawit di provinsi Riau mengalami kerugian. Mengapa?
Terjadinya perang dagang antara USA dan RRT telah membuat permintaan Crude Palm Oil (CPO) dari Indonesia mengalami penurunan sehingga harga CPO menjadi semakin murah. Tidak seperti RRT yang mengurangi impor CPO dari Indonesia, Eropa bahkan melakukan tindakan yang lebih radikal--melakukan penolakan sepenuhnya terhadap impor CPO dari Indonesia.
Selain disebabkan karena terjadinya penurunan permintaan CPO dari Indonesia, kerugian petani kelapa sawit di Indonesia juga disebabkan karena banyaknya kelapa sawit yang sudah berumur lebih dari 25 tahun.Â
Inilah yang diungkapkan oleh wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI), Darmayanti Lubis. Tidak tanggung-tanggung, Darmayanti Lubis bahkan berkata: nasib petani kelapa sawit berada di ujung tanduk, sehingga pemerintah harus turun tangan.