[caption id="attachment_145276" align="aligncenter" width="448" caption="bersama maskot Dufan"][/caption]
SEWAKTU ke Jakarta setahun lalu, menemani suami yang sedang belajar bahasa di Lembaga Bahasa Internasional (LBI) Universitas Indonesia, aku menyempatkan diri ke Dunia Fantasi (Dufan), Ancol. Sebenarnya bukan menyempatkan diri, tapi merencanakan jalan-jalan ke wahana permainan yang setahuku paling besar di Indonesia. Dufan menjadi tempat yang paling pertama wajib dikunjungi menurut suamiku. Karenanya kami pun berkunjung ke wahana permainan tersebut .
Dunia Fantasi, Ancol penuh dengan berbagai permainan. Mulai dari permainan untuk anak kecil hingga permainan yang memacu adrenaline. Cukup membayar Rp 150.000 dan aku telah mendapatkan akses penuh untuk semua permainan. Dengan catatan, harus bersabar antri. Karena tiap orang yang berkunjung pun membayar dengan harga yang sama. Apakah aku tipe manusia yang mampu menaklukan adrenalin? Hmmm....aku tak punya riwayat penyakit jantung. Aku tidak terlalu takut pada ketinggian. (Kecuali kalo di ujungnya ya...xixixixi). Aku cukup menikmati perjalanan udara meski sempat semaput saat naik kapal pertama kali. Pernah mencoba beberapa permainan di Trans Studio Makassar yang sedikit mengetes adrenalin. Namun kedua theme park ini lumayan banyak bedanya.
Mungkin aku tipe manusia yang cukup berani. Karenanya sebelum masuk di Dunia Fantasi, aku sudah berjanji pada diriku untuk mencoba semua permainannya. Mengapa? Nanti aku katakan alasannya. Pengunjung Dufan saat itu lumayan banyak. Ada dua perusahaan yang melakukan gathering. Selain itu hari minggu, hari untuk bermain-main. Tak heran berjejalan orang mengantri untuk masuk.
Permainan pertama yang kami coba adalah bianglala. Hahahaha. Sangat tidak menantang. Antriannya pun panjang. Karena rata-rata keluarga yang memiliki anak memilih permainan ini. Namun berada di dalam keranjang-keranjang dan harus menunggu orang-orang menaiki keranjang bianglala sampai penuh cukup menyeramkan. Karena kami tergantung-gantung selama sepuluh menit di tempat tertinggi. Membuatku berpikir ulang untuk pulang saja. Tak berani mencoba permainan yang lain.
[caption id="attachment_145277" align="aligncenter" width="336" caption="permainan kicir-kicir"][/caption]
Tapi karena sudah terlanjur bayar mahal rencana pulang harus diurungkan. Permainan Tornado dan Hysteria dijejali orang-orang. Aku pun memilih Kicir-Kicir. Aku menyebutnya permainan kocok-kocok perut. Tak banyak orang yang ngantri di sini. Tinggi tiangnya tak seberapa. Namun putaran kursinya cukup membuat satu orang jatuh seperti mengkocok nomor-nomor arisan. Karena itu namanya kicir-kicir. Karena suamiku tidak mau menemaniku terpaksa aku ngantri sendiri. Saat duduk dikursinya pun aku sendirian. Sialnya ternyata goncangan jika main sendiri dan berdua itu berbeda.
Jika kau memiliki teman duduk disamping, kocokannya lebih seimbang. Tidak terlalu terguncang. Nah, jika sendirian kursimu lebih berat dan tak ada yang menyeimbangimu. Bersiaplah untuk putaran yag lebih memusingkan. Dan itu yang saya rasakan.Kursiku sudah miring ke samping saat mesinnya bergerak ke atas. Belum sampai pada posisi tegak dan memulai permainan yang sesungguhnya.
Bagaimana aku menggambarkannya? Begini saja, imajinasikan sebuah kocokan nomor-nomor arisan di akhir-akhir putaran. Kertas-kertas yang menggulung di dalamnya sudah mulai berkurang.Sehingga ketika kau menggocoknya lebih ringan, guncangannya pun lebih keras. Dan kertas-kertas itu pun bermanuver lebih leluasa. Itu terjadi pada diriku. Selesai permainan aku tak mampu menjejakkan kakiku di tanah. Lebih parah dari mabuk laut ternyata. Kakiku gemetaran. Untungnya tidak muntah.
Kicir-kicir saja sudah seperti ini. Apalagi kalo naik Tornado? Sekali lagi hampir aku meminta pulang saja. Tapi sekali lagi, lagi aku memilih untuk mencoba semuanya. Sudah terlanjur. Perlu menenangkan kepala dulu sebelum mencoba yang permainan yang menggetarkan kaki lagi. Pilihannya jatuh di Istana Boneka. Xixixixi. Kali ini suamiku menemani diriku, apaloginya adalah karena dia adalah antropolog jadi melihat kebudayaan dari berbagai negara adalah minatnya. Maklum di istana boneka ini penuh dengan boneka-boneka yang berbusana khas dari berbagai adat dan negara. Apologi diterima. [caption id="attachment_145278" align="aligncenter" width="448" caption="bersama suami yang takut mencoba berbagai wahana"][/caption]
Trus ngantri lagi buat petualangan 3D Journey to The Center Of The Earth.Ini antrinya pun bikin menangis. Huhuhuhuhuhu. Selepas pertunjukan hanya komen "Hah, Cuma itu saja?" Makin sore makin sedikit yang ngantri. Permainan Halilintar sudah tidak mengular lagi. Jadi lebih lowong. Kali ini berhasil membujuk suamiku untuk ikut main. Satu kata untuk permainan roller coaster ini, Pusing!!!!
Selanjutnya Tornado dan Histeria. Saya paling suka permainan ini. Menantang adrenalin. Sebelum naik wahana, seluruh tubuh disugesti untuk kuat. Setelah selesai main, berjalan sedikit bangga karena telah berhasil mencobanya. Telah menjadi salah satu orang yang mencoba diantara orang-orang yang tidak berani mencoba seperti suamiku.
Selebihnya kami memilih berjalan-jalan keliling area Dufan. Mencoba Rumah kaca yang sedikit bikin bingung atau mencoba Rumah Miring yang sama memusingkannya. Aku masih ingin mencoba satu permainan lagi. Namun Arung Jeram dan Niagara-garanya masih penuh antrian meski sudah sore.
[caption id="attachment_145279" align="aligncenter" width="448" caption="mencoba permainan Hysteria"][/caption]
Untungnya permainan Cora-Cora yang berupa kapal berayun tampak kosong. Aku mencoba permainan ini. Pilih paling ujung, buritan atau haluannya. Karena disanalah sensasi ayunannya yang paling seru. Wuih serasa naik ayunan gede. Posisi paling menyeramkan adalah saat posisimu tegak. Seluruh kakimu ngerem. Menahan supaya tidak jatuh dan tanganmu berpegang kuat. Petugasnya iseng menambah durasi waktu mesinnya berjalan. Pusing bener jadinya. Kalo dibayangkan secara komikal saat kapal berayun ke kiri atas kemudian ke kanan atas maka kamu tidak sadar ketika telah berada di titik terendah mata dan otakmu tertinggal di titik tertinggi.
Satu yang tak ingin aku coba, ontang-anting. Kursi yang melayang dan berputar. Mengapa? Tak ada pengaman yang memadai. Hanya besi sepanjang siku yang menahanmu dari tempat duduk. Aku lebih berani menaiki tornado dengan pengaman yang benar-benar melekatkan diri dengan kursi.
Demikianlah jalan-jalanku ke Dufan. Anyway, mengapa aku mencoba semua permainan itu. Ada beberapa alasan. Pertama, kalo nanti tiba-tiba dapat hadiah jalan-jalan ke Disneyland di Florida misalnya, roller coasternya lebih menyeramkan lagi. Hitung-hitung ini sebagai latihan. Kedua, ngetes ada penyakit jantung atau tidak. Supaya nanti kalo ada permainan adrenaline yang lebih seru berani buat ikut. Salah satu mimpiku adalah main bungee jumping. Wuiiihhhh...keren kan. Ketiga, selagi masih muda coba aja semua. Nanti kalo tua sudah mulai takut coba. Tapi kan sudah pernah coba. Jadi setidaknya sudah tahu rasanya. Keempat, sudah bayar mahal-mahal masa nda coba. Bodoh banget.
Pulangnya seluruh badanku serasa retak. Sakit semua. Tapi kalo bulan depan ke sana lagi, pasti aku bakal coba lagi semua permainan itu. Hihihihi. Setidaknya, nanti kalo anak-anakku sudah besar dan meminta ditemani untuk permainan adrenaline itu aku bisa menemaninya. Karena aku yakin ayahnya takkan menemaninya melakukannya. Hihihi...
Bone, Sulsel, 28 November 2011
[caption id="attachment_145280" align="aligncenter" width="336" caption="berpose sebelum pulang"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H