Â
Â
Mencintai sahabat sendiri, begitulah ringkasnya cerita dalam novel London: Angel karya Windry Ramadhina yang kelima ini. Gilang adalah sahabat Ning sejak lama, sejak 14 tahun lalu. Sepuluh tahun terbiasa bersama—rumah saling berdampingan, ke mana pun berdua—membuat Gilang, akhirnya memiliki perasaan lain selain sayang pada sahabat sendiri. Empat tahun sisanya, Ning memutuskan melanjutkan kuliah di London sekaligus bekerja di Tate Modern—galeri seni kontemporer paling ternama di dunia—membuat Gilang akhirnya terpaksa memendam perasaan itu sendiri. Namun hingga saat itu tiba, Gilang atas bantuan sekaligus dukungan keempat sahabatnya, memutuskan untuk terbang ke London. Mengejar cinta yang selama ini berusaha ia tahan dalam diam. Setibanya di London, kisah baru dimulai.
***
Dari segi fisik, aku sangat suka warna cover bukunya, semacam merah bata, tidak mencolok dan terkesan cukup kalem. Apalagi desain cover belakangnya. Ya secara gitu ya, ini seri STPC, jadi desain cover-nya semacam post card dari editor untuk pembaca. Namun sayangnya, aku kurang suka sama kertas yang dipakai. Kertas burem:( aroma bukunya jadi nggak begitu tercium hehe *keukeuh masih cinta sama aroma buku baru*. Dan lagi menurutku kalo pakai kertas burem gampang kuningnya. Ya, aku bukan pecinta buku tua soalnya :D
Â
Baik, lanjut dari segi cerita, banyak hal yang pengin aku kasih dua jempol untuk Mbak Windry.
Pertama untuk penggambaran setting. London jadi terlihat sangat cantik dan nyata dengan ramuan diksi dari Mbak Windry. Memang, di beberapa halaman terasa kurang pas karena cerita lagi seru, tapi disela sama gambaran setting. But it isn’t a problem. Aku berharap banget bisa naik London Eye bareng pacar dan bertemu Goldilocks, dikasih payung merah, dan menemukan keajaiban cinta :D *ngarep*
Oke, hal kedua yang aku suka dari novel ini adalah porsi kehadiran Goldilocks yang sangat-amat pas. Mengingat genre yang diusung dalam novel ini bukan fantasy. Kehadiran Goldilocks awalnya cukup membuat bingung dan penasaran, sampai menjelang ending aku baru paham. Lemot, ya:’)
Awalnya lagi, sempat bingung sama side story dari V—yang ditemui Gilang di pesawat saat perjalanan menuju London—dan istrinya, juga kisah Mr. Loweskey dan Madam Ellis. Fokusku sempat pecah karena cerita mereka. Tapi nyambung sama kehadiran Goldilocks, ternyata perpaduan kelima tokoh itu menjadi benang merah di akhir cerita. Manis sekali, penutupnya. Sukaaaaa sekali!!!
Hal lain yang bikin aku nggak menyesal beli buku ini yaitu perpaduan rasa. Novel ini terasa dingin, sepi dan sendu. Hujan dan kesedihan, patah hati, semua itu membuat perasaan pilu sampai ke hati. Katakanlah, novel ini membuat pembaca merasa muram. Tapi, di sisi lain aku tersenyum-senyum. Novel ini jadi mendadak terasa manis. Tiba-tiba lagi, aku jadi merasa hangat. Entah bagaimana, Mbak Windry bisa memadukan rasa yang berbeda-beda sekaligus. Terkadang terasa dingin, tapi di sisi lain bisa terasa manis. Di sisi yang lain lagi terasa begitu hangat. Ah, two thumbs up pokoknya! Keren banget, Mbak!