Pertengahan tahun 2008, ketika itu setiap hari media menyampaikan berita tentang krisis listrik yang terjadi di sejumlah wilayah di tanah air, khususnya di pulau Jawa. Pemadaman bergilir terjadi dimana-mana. Masyarakat harus rela jatah listriknya dibatasi, beberapa jam dalam sehari listrik padam, bergantian. Hanya ada satu pilihan bagi masyarakat saat itu, menerima.Mau tak mau dan suka tidak suka.
Proyek 10.000 MW yang belum selesai, kerusakan beberapa pembangkit dengan daya besar, tingginya konsumsi listrik, hingga mahalnya harga minyak dunia dituding jadi alasan di balik krisis tersebut. Pemerintah mencanangkan program hemat listrik secara nasional. Jam kerja produksi untuk industri dioptimalkan pada tengah malam dan digeser ke hari libur.
Hemat listrik, menjadi pembahasan dan frasa yang mendadak populer dan sering didengung-dengungkan saat itu.
Di saat yang sama, saya yang ketika itu menjelang lulus sekolah menengah atas baru saja membaca pengumuman bursa kerja di sekolah. Ada beberapa pengumuman di sana, dan salah satu yang menarik perhatian saya adalah tentang kesempataan menjadi pegawai PLN melalui program ikatan dinas dari PLN P3B Jawa-Bali. Entah kenapa segala hal tentang PLN menjadi menarik bagi saya waktu itu. Mungkin karena berita tentang listrik terus saja dibahas di berbagai media.
Dan pengumuman tersebut, seperti mengajak saya untuk menoleh dan berfikir lebih lama.
Hasil pemikiran dan perenungan yang akhirnya membuat saya untuk ikut mendaftar dan mengirimkan surat lamaran. Mendaftar untuk menjadi bagian dari salah satu perusahaan BUMN yang sangat dibenci masyarakat ketika itu. Perusahaan yang mungkin karyawannya paling sering dicaci masyarakat karena listrik sering mati. Perusahaan yang tiap tahun menghabiskan puluhan trilyun subsidi, namun tetap saja laporan tahunannya tak pernah lepas dari kata rugi.
Dan jika saya menjadi bagian di dalamnya, tentu saya harus siap dengan itu semua.
Singkat cerita, setelah melalui proses seleksi dan tes yang cukup panjang hingga beberapa bulan akhirnya saya diterima sebagai salah satu siswa ikatan dinas PLN.
Menjadi seorang karyawan PLN, profesi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya dalam benak saya bahkan terbersitpun tidak. Sangat jauh dari cita-cita awal saya yang ingin berkiprah di dunia akademisi. Namun akhirnya saya menjadi bagian dari perusahaan ini. Sebuah pilihan yang awalnya cukup berat, namun sangat saya syukuri kini.
Akhir tahun 2009 saya diangkat menjadi pegawai, dan ditempatkan di bidang operasi dan pemeliharaan GITET(Gardu Induk tegangan Ekstra Tinggi) 500 kV Surabaya Barat. Sebuah berkah menurut saya.
Awal menjadi pegawai menjadi waktu untuk belajar sebanyak-banyaknya. Saya banyak belajar tentang sistem 500 kV yang menjadi tulang punggung sistem kelistrikan Jawa-Bali, tentang operasi sistem, tentang pengaturan tegangan, tentang sistem proteksi, tentang rantai kelistrikan dari pembangkitan-transmisi-dan distribusi, tentang pelayanan, dan tentang banyak hal lainnya.
Sebuah pembelajaran yang membuka pikiraan saya, bahwa PLN ternyata tak sesempit dan sesederhana pikiran saya selama ini. PLN ternyata kompleks, dari hulu hinggaa hilir. Dari generator-generator pembangkit kemudiaan ditransmisikan ke gardu induk dan jaringan distribusi hingga menjadi cahaya terang lampu di rumah-rumah.
PLN tak sesederhana kelihatannya. Ada ribuan orang yang terlibat dari setiap titik cahaya yang hadir di rumah kita.
8 tahun saya telah bergabung dengan perusahaan ini, dan rasanya belum banyak kerja nyata yang telah saya berikan pada PLN. Sampai sekarang pun saya masih belajar memaknainya.
Saya teringat dengan pertanyaan salah satu penguji dalam tes wawancara rekrutmen dulu, pertengahan 2008, 8 tahun lalu.
“Kenapa Anda memilih untuk bergabung dengan PLN, bukankah sekarang PLN sedang disorot, bukankah sekarang sedang krisis listrik dimana-mana, apa yang bisa Anda tawarkan pada PLN untuk menerima Anda?
Saya terdiam sejenak, mencoba mencari-cari paduan kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.
“Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa pak, tapi jika saya diterima, semoga nanti saya bisa memberikan kontribusi positif untuk PLN agar menjadi lebih baik. Karena saya pikir sampai kapanpun listrik tetap akan dibutuhkan, karena dunia ini akan berhenti berputar jika tak ada listrik”.
Sebuah jawaban ala anak SMA yang terkesan idealis dan retoris. Saya sendiri sering tersenyum sendiri jika mengingat percakapan tersebut.
Tapi kini, saya pikir memang ada benarnya jika “dunia akan berhenti berputar tanpa listrik”. Pertumbuhan ekonomi suatu negara selalu berbanding lurus dengan pertumbuhan pemakaian energi listrik di negara tersebut. Tanpa ada listrik, bisnis dan industri yang menjadi tulang punggung perekonomian suatu negara tak akan berjalan. Listrik selalu menjadi nyawa penggerak ekonomi suatu negara.
Tahun 2016, 71 tahun hari listrik nasional,
Krisis listrik seperti tahun 2008 sudah tidak lagi ada.
Tahun 2008 lalu beban puncak sistem Jawa-bali sekitar 15.000 MW dan sekarang di tahun 2016 naik menjadi 24.000 MW. Penambahaan beban yang cukup signifikan, 9000 MW dalam 8 tahun. Tapi sekarang kemampuan pembangkit dan cadangan daya pembangkit masih cukup untuk melayani seluruh pelanggan khususnya di sistem Jawa-Bali.
Meski masih ada listrik padam, umumnya dikarenakan gangguan parsial dan temporer. Gangguan yang sebagian besar dikarenakan alam, peralatan, hingga layang-layang.
Setidaknya hari ini tak lagi seperti di tahun 2008, yang ketika itu selalu ada berita tentang krisis listrik, akhir-akhir ini media lebih sering membahas tentang megaproyek 35.000 MW. Sebuah tugas berat dan amanah yang sedang kami emban untuk diselesaikan.
Tahun 2016, 71 tahun hari listrik nasional,
8 tahun saya menjadi bagian dari perusahaan ini.
Di kesempataan ini, saya ingin menyapa rekan-rekan PLN di garis terdepan di seluruh negeri. Ribuan insan yang menjadi nyawa perusahaaan ini. Ribuan tangan yang menjaga agar “dunia ini tetap berputar”.
Mereka yang tak kenal lelah memberi pelayanan tiada henti. Mereka yang rela dimarahi dan dicaci masyarakat tiap kali listrik mati. Mereka yang sepenuh hati rela terjaga, tak kenal libur meski di hari raya. Mereka yang siap sedia kapanpun terjadi gangguan dan sesegera mungkin mengatasinya. Mereka yang rela menahan kantuk untuk menjaga listrik tetap menyala meski kita sedang terlelap dengan nikmatnya.
Kepada mereka, kita titipkan cita, cinta dan asa. Semoga semangat menerangi negeri selalu ada. Semoga apa yang bisa kita berikan dari ikhtiar kita menjadi satu bagian kecil dari wujud Kerja Nyata Terangi Negeri.
Semoga...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H