Mohon tunggu...
Dwi Noer
Dwi Noer Mohon Tunggu... lainnya -

" Learn and Grow "

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hamil 7 Bulan, Dibunuh, dan Dibuang ke Selokan (Kisah Tragis Seorang Gadis)

16 Juli 2013   21:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:27 16166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_275629" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]

Ini bukan kisah fiksi. Bukan pula karangan cerita yang penuh retorika. Ini kisah nyata yang terjadi tak jauh dari lingkungan tempat tinggal saya. Akhir pekan lalu pertama kali saya mendengar beritanya. Kisah tragis dan memilukan yang terjadi pada seorang gadis remaja yang masih berstatus pelajar SMK.

Rizta Fransiska (17), seorang remaja yang tercatat sebagai salah satu siswi di sebuah SMK Negeri di Ponorogo. Di lingkungan sekolahnya, gadis ini dikenal sebagai pelajar berprestasi dan memiliki kemampuan akademis di atas rata-rata. Tahun lalu gadis ini juga tercatat sebagai salah satu juara Olimpiade Bahasa Inggris tingkat nasional.

Namun, kisah hidup gadis ini ternyata tak seindah prestasinya di sekolah. Bahkan bisa disebut memilukan. Jumat malam lalu (12/7), anak ini ditemukan meninggal dengan kondisi mengenaskan. Seorang pengendara motor yang kebetulan sedang menepi yang pertama kali menemukannya. Mayatnya ditemukan di sebuah selokan di pinggir jalan provinsi yang menghubungkan Ponorogo-Wonogiri-Solo.

Jasad gadis itu ditemukan dalam kondisi tertelungkup di parit. Badannya ditindih sebuah batu besar, sehingga cukup menyulitkan untuk dievakuasi. Setelah evakuasi dan dilakukan visum, ditemukan banyak luka tusuk ditubuhnya. Ada sekitar 7 luka tusuk di perut dan leher korban. Dan satu lagi, dari visum juga diketahui ternyata gadis ini dalam kondisi hamil 7 bulan. Sungguh mengenaskan, seorang siswi dalam kondisi hamil dan dibunuh dengan sadis.

Hingga kini pelaku pembunuhan biadab itu belum terungkap. Namun polisi sudah mendalami dan meminta keterangan keluarga hingga teman-teman korban. Kabar terakhir menyebutkan, kemungkinan pelaku pembunuhan itu merupakan teman dekat/pacar korban. Dan pelakunya pun diperkirakan tidak sendiri.

Pertama kali mendengar berita ini sayapun cukup terperanjat. Terlebih lagi hal ini terjadi di dunia remaja. Remaja yang seharusnya disibukkan dengan dunia pendidikan, kini justru banyak yang terjebak dalam dunia artis. Bukan artis dalam arti sebenarnya, melainkan artis yang banyak mengisi acara-acara kriminal di televisi. Mulai dari tawuran, kekerasan, hingga pembunuhan.

Tak ayal berita ini membuat geger warga sekitar. Tak terkecuali warga sekitar tempat tinggal saya yang berjarak beberapa kilometer saja dari lokasi. Akhir pekan lalu saya yang sedang liburan di rumah pun merasakannya. Berita ini menjadi topik yang banyak dibicarakan.

Para orang tua yang memiliki anak gadis semakin khawatir dengan pergaulan anaknya. Beragam nasehat, petuah hingga pesan-pesan moral diberikan pada anak-anak mereka. Begitulah yang sering terjadi, terkadang masyarakat baru sadar akan gentingnya masalah pergaulan anaknya setelah diingatkan melalui kejadian seperti ini. Ironi sebenarnya.

Sebuah Pergeseran Standar Norma

Sekitar 5 tahun lalu saya masih duduk di bangku SMA. Ketika itu, saya akui pergaulan di kalangan remaja juga sudah cukup bebas. Bebas dalam arti, tak ada lagi sungkan dan malu dalam interaksi antar lawan jenis. Ketika membawa anak orang untuk dibawa keluyuran bermalam minggu, justru hal itu dianggap suatu kebanggaan.

Di sanalah masalah bermula. Itu yang terjadi 5 tahun lalu. Dan jika melihat kondisi sekarang, saya meyakini hal ini justru semakin parah.

Mungkin kini kita dapat mengatakan jika jaman sudah berubah. Teknologi telah berkembang demikian pesatnya. Begitu pula dengan perilaku remajanya. Perilaku remaja kita yang telah jauh berbeda dari standar orang tua dahulu dianggap sebagai suatu kewajaran.  “Itu sudah biasa dan wajar, namanya juga anak muda”. Demikianlah yang kerap diucapkan masyarakat.

Namun harus saya katakan, kata-kata itulah sumber masalah ini. Kata-kata WAJAR dan BIASA lah yang membuat kita terlena. Seolah yang biasa dan wajar itu sudah benar dan tak perlu dikhawatirkan.

Saya meyakini kasus di atas juga diawali dari hal tersebut. Menganggap wajar dan biasa sebuah hubungan yang sering disebut pacaran. Dari kebiasaan itulah muncul kedekatan dua insan yang belum seharusnya. Dari sekedar saling perhatian hingga terjadi kehamilan yang tidak diinginkan.

Dari kehamilan yang tidak diinginkan tentu muncul kelahiran yang tak diinginkan pula. Bagi anak-anak usia sekolah yang masih labil hal itu tentu jadi masalah besar. Masalah yang bisa membutakan hati dan logika mereka. Hingga menganggap jalan pintas menghilangkan nyawa sebagai sebuah penyelesai masalah.

Dan setelah melihat semua ini, Apakah kita harus menunggu korban-korban berikutnya untuk menjadi sadar? Ini masalah serius pada remaja kita. Dan tugas kita bersama untuk membenahinya. Jika sekarang saja sudah begini, saya tak berani membayangkan bagaimana kondisi ini sepuluh tahun lagi…

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun