Pantai Lombang di Sumenep menjadi pantai terakhir yang kami kunjungi beberapa waktu lalu. Tak terasa beberapa bulan telah berlalu sejak perjalanan kami menjelajah ujung timur Pulau Madura. Kerinduan kami untuk menjelajah bersama kembali muncul. Agenda pun kami rencanakan. Lokasi dan waktu kami tentukan bersama. Akhirnya kami memutuskan untuk menjelajah beberapa pantai di kawasan Malang Selatan.
Menurut informasi yang kami dapat, kawasan Malang Selatan mempunyai banyak pantai yang masih tersembunyi. Pesona serta keindahan pantai-pantai tersebut masih sangat alami karena belum banyak yang menjamah. Dan itulah yang kami cari.
Lewat pukul 12 malam, kami ber-sembilan berkumpul di kawasan Blimbing, Malang. Kawan-kawan yang sebagian besar bertempat tinggal di sekitaran Sidoarjo dan Surabaya baru saja sampai. Setelah istirahat sejenak kami segera menyiapkan perlengkapan dan bersiap untuk berangkat. Jalanan yang sepi ditambah harapan bisa meyaksikan sunrise di pantai menjadi alasan kami memilih perjalanan malam hari.
Jam satu dinihari kami berangkat bersama. 9 orang, bersama 9 motor kesayangan dengan satu tujuan malam itu. Hari itu kami akan berburu pantai perawan. Semoga saja masih tersisa ‘perawan’ di bumi Malang Selatan.
~ Pantai Sipelot
Pantai Sipelot menjadi tujuan kami yang pertama. Pantai ini terletak di sebelah selatan kota Dampit, tepatnya di Desa Pujiharjo Kab. Malang. Dalam kondisi normal diperlukan waktu sekitar 2,5 jam perjalanan dari kota Malang untuk sampai di sana. Akses jalan dari Malang menuju Dampit terbilang cukup bagus. Sepanjang perjalanan dari Malang hingga Dampit, kami dimanjakan jalan yang mulus.
Setelah keluar Dampit kondisi jalan mulai berubah. Jalan menuju pantai cukup sempit dan berkelok-kelok. Di beberapa titik, kondisi jalan ada yang rusak cukup parah. Ditambah lagi dengan minimnya penerangan di sepanjang jalan. Namun kami masih bisa menikmati semua itu, saat itu kami belum sadar jika hari itu akan ada rintangan lebih besar yang akan kami temui.
Pukul setengah empat pagi kami sampai di pantai Sipelot. Suara deburan ombak yang cukup keras menyambut kedatangan kami. Keindahan Sipelot masih belum bisa kami nikmati saat itu. Pesonanya masih tertutup gelapnya malam yang baru akan beranjak beberapa waktu lagi.
Beberapa kawan memilih istirahat sambil menunggu sunrise tiba. Yang lain memilih mencari mushola untuk menunggu subuh. Di saat yang sama beberapa nelayan setempat juga mulai terlihat memulai hari bersama perahu mereka.
[caption id="attachment_286992" align="aligncenter" width="458" caption="_menjelang matahari terbit di pantai Sipelot_"][/caption]
_Perkiraan kami ternyata keliru. Momen matahari terbit tak dapat kami saksikan dengan sempurna. Posisi matahari terbit terhalang sebuah bukit di sebelah timur pantai. Sedikit kecewa sebenarnya, tapi tak apalah. Toh, pesona pantai ini menawarkan keindahan tersendiri.
[caption id="attachment_286994" align="aligncenter" width="459" caption="_deburan ombak Sipelot cukup besar_"]
Bersama dengan mulai meningginya matahari, keindahan Sipelot juga mulai terlihat. Pantai ini berbentuk seperti teluk. Pasirnya berwarna kecoklatan. Posisinya diapit oleh dua buah bukit dengan pepohonannya yang rimbun. Ombaknya sangat deras, khas ombak-ombak pantai laut Selatan.
[caption id="attachment_287005" align="aligncenter" width="524" caption="_pasir pantai yang berwarna kecoklatan_"]
Terdapat cukup banyak sampah di sekitar pantai. Namun sampah-sampah di sini merupakan sampah alami. Kebanyakan merupakan sampah-sampah dari buah kelapa dan sisa-sisa pohon.
[caption id="attachment_287010" align="aligncenter" width="491" caption="_sepanjang pantai_"]
Sebuah Muara
Di pantai ini terdapat sebuah muara yang merupakan pertemuan antara laut dan sungai. Muara tersebut terletak di sisi timur pantai.
[caption id="attachment_287011" align="aligncenter" width="574" caption="_muara di sisi timur pantai_"]
Menurut saya , muara ini merupakan salah satu titik yang paling menarik dari Sipelot. Terlebih jika menikmatinya menjelang matahari terbit. Pemandangan alamnya sangat memesona.
[caption id="attachment_287014" align="aligncenter" width="574" caption="_warga setempat yang bermain di muara bersama anak-anaknya_"]
~ Pantai Lenggosono
Pantai kedua tujuan kami hari itu berada di balik bukit sebelah barat pantai Sipelot. Lokasinya berada di luar desa Pujiharjo, masuk wilayah desa Purwodadi. Warga di sana menamai pantai ini dengan nama “Lenggosono”.
Perjalanan mencapai pantai ini cukup memberi sensasi tersendiri. Tanjakan dan turunan tajam banyak kami temui sepanjang jalan. Untungnya jalan yang kami lalui sudah berupa jalan aspal dan beton. Dihiasi pohon cengkeh, kopi dan pemandangan alam yang indah di kanan kiri jalan membuat kami cukup menikmati perjalanan tersebut. Semakin dekat dengan pantai kondisi jalan berubah. Jalan berbatu dan berlumpur menyambut kami. Beruntung itu tak lama, sekitar jam satu siang kami tiba di pantai Lenggosono.
[caption id="attachment_287015" align="aligncenter" width="574" caption="_pantai Lenggosono dengan ombaknya yang tenang_"]
Pesona dan keindahan pantai ini tidak kalah dengan pantai Sipelot. Kondisinya benar-benar masih alami. Salah satu kelebihannya pantai ini, ombaknya cenderung lebih tenang jika dibandingkan dengan Sipelot.
[caption id="attachment_287017" align="aligncenter" width="574" caption="_pantai Lenggosono dengan ombaknya yang tenang_"]
Sayangnya kami tak bisa berlama-lama di sana. Sebelum hari beranjak gelap masih ada satu pantai lagi yang masuk dalam daftar rencana untuk kami jelajah. Lokasi pantai ini cukup tersembunyi dan jalan menuju ke sana lebih sulit dibandingkan 2 pantai sebelumnya. Warga di sana menyebutnya pantai Bolu-Bolu.
~ Pantai Bolu-Bolu
Kami memulai perjalanan ke Bolu-bolu sekitar jam 2 siang. Beberapa kali kami bertanya kepada warga untuk memastikan benar tidaknya jalan yang kami lalui menuju pantai Bolu-Bolu. Awal perjalanan, kami disambut jalan-jalan sempit melalui beberapa pematang sawah. Disambung dengan sebuah sungai membentang di depan. Untungnya sungai itu tidak terlalu dalam dan aliran airnya tidak terlalu deras. Kami masih bisa melaluinya, meski tidak mudah.
[caption id="attachment_287176" align="aligncenter" width="597" caption="_menyeberangi sungai untuk mencapai pantai Bolu-Bolu_"]
Menjelang sebuah tanjakan yang sempit dan curam perjalanan kami terhenti. Ternyata ada perbaikan jalan yang di depan. Jalan setapak yang biasanya dilalui warga sekitar menuju perkebunan kopi itu ternyata sedang diperbaiki. Kami pun dilarang melalui jalan tersebut. Sepertinya hari itu bukan hari keberuntungan kami. Bayangan pantai Bolu-Bolu yang sudah di depan mata mulai sirna.
[caption id="attachment_287191" align="aligncenter" width="502" caption="_perjalanan kami terhenti karena ada perbaikan jalan_"]
_Ketika kami sedang membicarakan hal tersebut, seorang warga menawarkan diri untuk membantu. Dia mengatakan ada jalan lain yang bisa dilalui menuju Bolu-Bolu. Kondisi jalannya sedikit lebih sulit dan rute yang dilalui akan lebih jauh. Semacam jalan tembus melewati perkebunan kopi dan hutan. Menurutnya, belum banyak yang mengetahui jalan itu, termasuk warga asli di sana.
Kami menerima tawaran bantuan warga itu dengan senang hati. Perjalanan sudah sejauh ini dan rasanya sayang jika harus kembali tanpa hasil. Motor pun kami putar arah. Dan ternyata tidak mudah. Titik perhentian motor kami diapit oleh jurang dan tebing. Kami harus ekstra hati-hati saat itu. Beruntung kami dibantu beberapa pekerja perbaikan jalan di sana.
Perjalanan pun dilanjutkan. Bayangan Bolu-Bolu yang sempat hilang kembali muncul dalam pikiran saya.
Ternyata jalan yang dimaksud memang lebih sulit dari jalan sebelumnya. Kali ini tak ada lagi jalan setapak. Yang ada hanya jalan yang sama sekali baru. Sebuah jalan yang berada diantara rimbunnya kebun kopi yang sepertinya jarang diurus pemiliknya. Hanya terdapat beberapa bekas roda kendaraan motor yang di sana. Semakin lama jalan yang ada di depan kami semakin susah dilalui. Benar-benar tidak mudah dan menguras tenaga untuk menaklukkannya.
Belum sampai 40 menit berjalan, beberapa kawan meminta berhenti sejenak untuk istirahat. Kami kehabisan tenaga. Dan sepertinya juga demikian halnya dengan motor kami. Hari itu, kendaraan kami harus bekerja ekstra keras.
Sementara itu di depan masih terbentang sebuah bukit beserta pepohonannya yang rimbun. Kami masih harus melaluinya sebelum sampai di pantai. Seorang warga yang menjadi penunjuk jalan bagi saya dan rombongan mengatakan jika jarak yang kami tempuh belumlah sepertiga perjalanan.
[caption id="attachment_287222" align="aligncenter" width="573" caption="_pantai Bolu-Bolu berada di balik bukit yang paling depan_"]
Sudah sejauh ini dan belum sepetiga jalan? Saya cukup terkejut mendengarnya, beberapa kawan terlihat geleng-geleng kepala.
Ketika itu, beberapa kawan menyarankan untuk berhenti dan kembali saja. Saya juga menyetujui usulan ini. Setelah berdiskusi bersama, kami putuskan untuk berhenti. Kami menyerah. Medan menuju Bolu-Bolu belum bisa kami taklukkan hari itu.
Faktor keselamatan menjadi pertimbangan utama ketika itu. Hari sudah semakin sore, sementara kami baru sepertiga jalan. Motor kami yang terbiasa dengan jalan aspal perkotaan nampaknya juga tak mampu jika terus dipaksakan. Ditambah lagi kemungkinan hujan yang bisa turun sewaktu-waktu. Jika saja saat itu hujan turun, mungkin kami akan terjebak di tengah hutan dan sulit untuk keluar.
Kami putuskan untuk kembali ke perkampungan terdekat. Dengan sisa-sisa tenaga yang tersisa kami berusaha keluar dari sana. Sampai di perhentian sebelumnya kami berpisah dengan guide kami. Pak Marwan namanya. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beliau.
[caption id="attachment_287224" align="aligncenter" width="368" caption="_pemandangan saat perjalanan pulang_"]
Sebuah Perjalanan Mencari Makna
Saya tak menyebut perjalanan ini sebagai sebuah wisata ataupun rekreasi. Entah apa namanya.
Beberapa orang mengatakan; Jika ingin mengetahui kepribadian asli seseorang maka ajaklah dia naik gunung. Saya tak begitu sependapat dengan ungkapan tersebut. Bagi saya, tak harus ke gunung untuk membuktikan ungkapan tersebut. Karena ke pantai pun bisa. Setidaknya melalui perjalanan ini dan beberapa perjalanan sebelumnya saya telah membuktikannya.
Dari semua perjalanan yang telah kami lalui, kami berharap semoga bisa menemukan setiap makna di dalamnya.
Sebuah makna yang sulit kami temukan di tengah kesibukan dan rutinitas pekerjaan.
Sebuah makna yang semoga bisa semakin mempererat persaudaraan.
Sebuah makna yang kami harap bisa membuat kami semakin mencintai dan bangga sebagai seorang anak yang lahir dan dibesarkan di bumi Indonesia...
Semoga…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H