Dalam menulis puisi akrostik dibutuhkan konsentrasi, terutama untuk menghadirkan ingatan-ingatan terkait suatu tema. Apabila ingatan tidak terungkap, boleh jadi seseorang akan terdorong untuk menggali informasi dengan bertanya dan/atau membaca.Â
Ketika penulis mengarang Akrostik untukmu September, misalnya. Alih-alih sekadar mengingat "data diri" bulan ke-9 ini, penulis tergerak ingin mencari tahu asal-usul, karakter, dan hal-hal terkait bulan tersebut. Â Â
Silakan baca juga: Akrostik untukmu SeptemberÂ
5. Memberikan kegembiraan/kebahagiaan Â
Menulis puisi akrostik itu sangat menyenangkan dan menghadirkan kegembiraan. Ya, ada keseruan tersendiri saat memikirkan berbagai hal terkait nama diri, nama teman, atau objek-objek favorit.
Sejatinya, kebahagiaan memang bersifat relatif.
Setiap orang pasti antusias dan bahagia memikirkan berbagai objek yang disukai. Binatang kesayangan, benda atau makanan favorit, permainan favorit, tokoh super hero favorit, dan lain-lain. Terlebih lagi memikirkan hal-hal baik tentang diri sendiri.
Penulis berpendapat hampir semua orang merasa bahagia saat menyadari adanya kelebihan dalam dirinya. Jangan terkejut bila sahabat literasi tiba-tiba tersenyum bahagia saat muncul kesadaran atau pengenalan akan diri sendiri yang bersifat positif.
"Aih, ternyata meskipun introver saya bisa melawak, atau setidaknya membuat orang lain tersenyum." Misalnya.
6. Sarana berbagi kebahagiaanÂ
Menulis puisi akrostik bersama-sama dalam kelompok dapat dijadikan sarana untuk berbagi kebahagiaan. Caranya dengan saling menuliskan nama teman sebagai "tema" puisi. Tak bisa dimungkiri, pengenalan atau apresiasi positif dari orang lain akan menghadirkan rasa bahagia dalam diri seseorang.
Suatu kali dalam sebuah kelas, penulis terkejut sekaligus bahagia membaca puisi akrostik "DWI KLARASARI" yang ditulis Mentor Naning Pranoto.