Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Sai Anju Ma Au, Diari!

23 Februari 2021   16:27 Diperbarui: 23 Februari 2021   17:02 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diari kamu sudah dengar kan? Lagunya mendayu takada nada kemarahan. Walaupun hanya sebagian, lirik lagu tersebut seolah-olah mengetuk pintu hatiku. Aku seperti diingatkan, bahkan didorong-dorong untuk berusaha meredam kekesalan. Kalau boleh berkata bijak, makna lirik lagu itu menuntut penerapan dalam konteks hidup bertetangga.    

Kalaupun tetangga melakukan kesalahan, kita jangan asal marah. Sebaiknya tegurlah mereka dengan bahasa yang santun dan suara lembut.

Begitulah kira-kira!

Bagaimanapun, dalam bertetangga juga diperlukan pengendalian diri. Tidak serta merta melampiaskan rasa kesal atau amarah kepada tetangga. Tidak berlebihan. Apalagi bila kuingat pitutur para tetua yang diajarkan sejak di bangku sekolah dasar.

Sejatinya, tetangga adalah "saudara terdekat" yang akan menolong kalau terjadi sesuatu pada diri kita. Saudara dan keluarga yang berada jauh dari rumah adakalanya justru hadir belakangan. 

Aku turut mengamini pitutur tersebut karena sudah melihat dan mengalaminya. Selain berbagi hal receh, seperti saling tersenyum dan menyapa atau berkirim makanan, dalam bertetangga sudah semestinya kita saling membantu. Tetangga di kampungku bahkan berbaik hati menyapu guguran daun mangga yang mengotori jalan dan halaman rumah ketika kami semua bepergian. Kami juga percaya untuk saling menitipkan kunci rumah dan paket JNE. Saat mengalami masalah atau musibah tetangga pasti juga turut membantu, bahu-membahu.

Konon, kehidupan bertetangga tidak dapat digantikan dengan sekadar bersosialisasi di dunia maya. Bagaimanapun kita adalah makhluk sosial, kehadiran fisik tetangga yang cenderung saling memengaruhi juga sangat diperlukan. Saling toleransi pun menjadi sebuah keniscayaan.

Wah, bisa panjang lagi kalau dibicarakan Di. Kembali pada inti curhat aja ya. Kesimpulannya, aku ndak boleh asal marah pada tetangga dan kalaupun berniat komplain disampaikan dengan santun dan lembut. Sai Anju Ma Au, Diari!

Sudah dulu Di, sampai bertemu lagi!
Dwi Klarasari  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun