23 Januari 2021, 22:47 WIB
Hai Diari,
Apa kabarmu? Rasanya sudah lama aku tidak berbagi cerita denganmu. Kamu pasti kangen tulisan tanganku! Iya, kan? Sama, aku juga kangen cerita padamu tentang ini itu dan pernak-pernik kehidupan.
Kebetulan Di, hari ini diperingati sebagai Hari Tulisan Tangan Sedunia! Sore tadi baru kutahu ketika membaca artikel Kompasianer Ludiro Madu. Tulisan Mas Ludiro itu berjudul Perjuangan Menulis dengan Tangan sebuah Surat Lamaran. Kisah perjuangan menulis tangan yang keren. Kalau mau kamu bisa baca juga di sini, Di! Â
Ah, lupa! Kamu pun sekarang mewujud digital, dan jadi bagian Kompasiana. Jadi, aku takmungkin menulisimu dengan tinta. Baiklah, takada pilihan selain menggunakan papan tombol alias keyboard. Â Â
Di, bagaimana kalau kita bernostalgia tentang menulis dengan tangan. Secara tak langsung aku pasti juga akan mengenang wujudmu di dunia nyata. Setidaknya hari ini aku sudah menulis beberapa baris di versi aslimu.
Omong-omong, ternyata Hari Tulisan Tangan Sedunia itu sudah ditetapkan sejak tahun 1977. Menurut artikel di kompas.com yang tadi sore kubaca, yang menginisiasi peringatan itu adalah Writing Instrument Manufacturers Association (WIMA). Lewat penelusuran, aku tahu bahwa WIMA adalah Asosiasi Produsen Alat Tulis yang beroperasi di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko.
Catat Di, ini sejarah penting dunia lho!
Namun, aku masih heran dengan diriku! Kenapa baru sekarang aku tahu ada hari peringatan ini, ya? Pasalnya, sejak kecil aku suka sekali menulis dengan tangan. Kamu tahu sendiri, kan? Apalagi kalau aku sudah asyik cerita ke kamu dan bikin kreasi hand lettering.
Kamu pasti juga ingat masa aku SMP dulu. Salah satu pelajaran paling kusukai adalah Menulis (Halus). Aih, banyak yang tidak percaya kalau meskipun sudah duduk di bangku SMP aku masih sibuk mengerjakan PR menulis halus.
Sebenarnya, waktu itu pun kami yang baru lulus SD merasa heran kenapa di SMP kami masih ada pelajaran Menulis (Halus). Sependek pengetahuan kami di SMP lain di berbagai penjuru Kota Lumpia, siswanya tidak mendapat pelajaran "Level SD" itu.
Selidik punya selidik, ternyata sekolah bruderan tempatku belajar ingin memberikan tempat bagi seorang bapak guru veteran. Itulah berita yang sempat kudengar. Semoga bukan hoaks, ya! Bagaimanapun menurutku itu hal yang sangat positif. Sebuah bentuk penghargaan bagi bapak guru tersebut sekaligus memberikan manfaat bagi para siswa.
Benar, Di!Â
Konon, menulis menggunakan tangan itu banyak sekali manfaatnya. Selain punya efek menenangkan; juga mampu meningkatkan memori, keterampilan kognitif, dan kreativitas. Menulis menggunakan tangan juga dapat melatih koordinasi antara otak kanan dan kiri.
Ah, tapi aku lupa siapa nama Bapak Guruku itu. Tolong ya Di, bantu aku mengingatnya!
Bagi murid-murid kelas satu di SMP kami, Pelajaran Menulis semacam "refreshing". Penting gak penting, gitu deh! Tidak ada beban harus meraih nilai bagus, tetapi tetap dituntut tanggung jawab. Di, kamu pasti ingat aku paling suka pelajaran tersebut, apalagi waktunya setelah jam Olahraga. Bisa menulis sambil santai seperti sedang di pantai. Hahaha.
Eits, begitu pun aku selalu menulis dengan serius. Kamu tahu itu kan, Di? Bapak Guruku yang tulisannya indah itu pun selalu memberi nilai bagus untuk tulisanku yang tak kalah indah. Hai, kamu sudah lihat sendiri, kan?
Sebenarnya, tulisanku memang terbilang bagus lho, Di. Teman-temanku sepertinya juga sepakat sehingga aku sering diberi tugas menulis catatan di papan tulis. Setelah dewasa aku juga sering ditunjuk jadi sekretaris.
  Â
Aku bukan menyombongkan diri, hanya sedikit percaya diri. Boleh, kan? Bahkan, di perguruan tinggi aku juga masih belajar menulis dengan teknik yang benar dan terukur.
Tolong, jangan senyum-senyum tanda takyakin begitu! Kuakui memang belakangan setelah terkontaminasi teknologi komputer, aku sering malas menulis dengan indah. Sok menulis dengan gaya dokter, padahal belajar Stenografi pun tak pernah khatam. Bahkan, aku melampiaskan hasrat corat-coret dan menulis indah justru saat merasa bosan mengikuti rapat . Eh! Â
Oke Diari, lupakan saja!
By the way busway (ini semacam bahasa anak Jaksel, Di!) aku masih menyimpan tulisan tangan mendiang Eyang Putriku, lho. Sebelum meninggal, beliau mewariskan buku resep masakan dan obat herbal yang ditulisnya dalam buku notes. Meskipun bergaya jadul miring ke kanan, tetapi tulisan beliau tergolong bagus. Sayang belum sempat kufoto. Lain kali pasti kutunjukkan!
Jangan sedih, aku simpan juga tulisan tangan mendiang Ibuku. Ya, selama aku di rantau kami saling berkirim surat. Ada nih sepotong tulisan mendiang Ibu yang berupa nasihat. "Doa itu kekuatan terbesar di dunia maka berdoalah sekusyuk mungkin, dan sebanyak mungkin" dan satu lagi "Ambil waktu untuk tertawa, beramal, dan bekerja".Â
Menurutku, tulisan mendiang Ibuku juga bagus. Maklum saja karena beliau guru SD, yang biasa melatih anak-anak untuk menulis indah.
Diari, kalau cerita tentang sesuatu yang kusukai bakal melebihi panjang kereta. Untuk hari ini setidaknya kita sama-sama sudah tahu bahwa tanggal 23 Januari diperingati sebagai Hari Tulisan Tangan Sedunia.
Aku juga semakin paham betapa besar manfaat menulis tangan. Aku akan berusaha agar tidak tenggelam dalam teknologi digital dengan menyempatkan diri menulis dengan tangan. Mungkin aku akan lebih sering menulis versimu di dunia nyata.
Jangan takut Di, kalau ada yang bertanya "kapan kamu terakhir menulis menggunakan tangan", aku pastikan jawabannya adalah "hari ini".
Baiklah Diariku yang baik, kucukupkan sampai di sini ya! Bahagiaku hari ini bertambah satu, yaitu bisa ngobrol lagi denganmu. Sampai bertemu lagi!
@dwi_klarasari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H