Ketenaran Pusat Oleh-Oleh Bandeng Juwana Elrina agaknya berbanding lurus dengan penambahan dan kesetiaan pelanggannya. Minimal bagi saya pribadi. Sejak merantau tahun 1997, setiap pulang ke Semarang saya kerap mampir ke toko di Jalan Pandanaran No. 57 ini untuk membeli sedikit oleh-oleh. Bisa berupa bandeng presto, lunpia, wingko, tahu bakso, enting-enting, moaci, atau satu dari puluhan camilan tradisional yang dijual di toko ini. Rasanya ada yang kurang kalau kembali ke rantau belum menenteng tas bergambar ikan bandeng bertuliskan "Bandeng Juwana Elrina".Â
Boleh jadi sebagian orang belum mengetahui bahwa perintis sekaligus pemilik "Bandeng Juwana Elrina" adalah pasangan dokter dan apoteker. Kalau baru tahu mungkin akan terkejut karena memang cukup unik pasangan yang berkecimpung di dunia medis sangat sukses berbisnis kuliner.
Ketertarikan dr. Daniel merintis usaha konon diawali oleh pemikiran jangka panjang, yaitu agar dapat menyediakan cukup biaya pendidikan bagi ketiga putrinya. Menurut pengakuan dr. Daniel kala itu sebagai dokter umum penghasilannya pas-pasan. Pembuatan bandeng presto tampaknya menjadi pilihan terbaik. Ketika itu di sekitar rumahnya sudah ada beberapa toko. Kebetulan pula istrinya, Dra. Ida Nursanti (alm.) berasal dari Juwana, kota di pesisir utara Jawa yang terkenal dengan pembudidayaan bandeng.
Uniknya, sebelum mulai menjual, selama tiga bulan dr. Daniel dan sang istri membagikan masakan mereka secara cuma-cuma untuk mendapatkan testimoni. Setiap hari mereka memasak bandeng presto untuk dibagikan kepada para tetangga dan kenalan. Setelah merasa yakin, barulah mereka mulai memproduksi bandeng presto untuk dijual. Awalnya mereka berjualan di teras rumah di depan ruang praktik. Usaha tersebut melewati jalan berliku serta tidak sedikit kesulitan yang harus dihadapi. Â Â
Kendati demikian dr. Daniel bersama sang istri pantang menyerah. Dokter Daniel yakin bahwa produk bandeng presto inovasi mereka suatu saat akan diterima oleh masyarakat. Bagaimanapun harus diakui bahwa presto adalah cara memasak yang solutif untuk ikan bandeng dengan banyak duri dalam dagingnya. Tak sedikit orang, termasuk saya punya trauma dengan duri bandeng, sehingga hanya menyukai bandeng duri lunak (presto).
Begitulah, usaha dan kerja keras serta keuletan dr. Daniel bersama istri tercinta pada akhirnya membuahkan hasil. Meskipun pada hari pertama hanya terjual tiga ekor, lama-kelamaan kenikmatan bandeng prestonya banyak dicari orang. Produk bandeng presto yang dilabeli Bandeng Juwana Elrina (akronim dari ketiga nama putrinya-Elizabeth, Maria, dan Johana) tersebut berkembang sangat pesat dan langgeng hingga kini. Â
Usaha yang dirintis dr. Daniel sejak tahun 1981 tersebut kini telah menjelma Bandeng Juwana Grup. Di dalamnya terdapat Pusat Oleh-Oleh Khas Semarang & Jawa Tengah Bandeng Juwana Elrina; Dyriana Bakery & Cafe; dan Elrina Restaurant yang tersebar di sejumlah lokasi strategis di Semarang. Selain di kawasan Pandanaran, kita dapat menjumpainya di Jl. Pamularsih, dan Jl. Prof. Dr. Hamka, Tambakaji. Boleh dikatakan kesemuanya tak pernah sepi pengunjung.
Secara tidak langsung grup usaha rintisan dr. Daniel ini turut pula melanggengkan banyak pelaku UMKM yang menitipkan aneka makanan khas Semarang dan Jawa Tengah. Sementara kuliner berbahan dasar bandeng yang menjadi produk unggulan pun telah memiliki banyak diversifikasi. Selain bandeng duri lunak orisinal, tersedia juga bandeng duri lunak vakum, bandeng duri lunak asap, bandeng dalam sangkar, pepes bandeng, bandeng teriyaki, otak-otak bandeng, abon bandeng, atau aneka menu bandeng yang dapat dinikmati di tempat. Â Â